Puasa dan Lebaran, dua peristiwa penting pada bulan Ramadan, bulan penuh rahmat yang diawali dengan berpuasa selama sebulan penuh, tarawih dan tadarus, disusul dengan perayaan kemenangan di hari Lebaran. Saat Lebaran disebutkan semua orang yang menyelesaikan puasanya berubah menjadi fitri, dosanya dihapuskan. Itulah sebabnya semua kerabat saling bermaaf-maafan, melupakan kesalahan yang pernah terjadi.
Namun buka puasa dan Lebaran sering kali dilakukan berlebihan, mengadakan yang tidak ada menjadi harus ada, sehingga harus menguras kocek bahkan berhutang. Misalnya, bila makan di hari biasa tanpa daging, pada buka puasa dan Lebaran mengharuskan ada daging. Harus ada dessert yang manis seperti takjil kolak dan sejenisnya, minuman manis yang dingin seperti es blewah atau es timun suri. Memang alasan klasiknya, peristiwa ini hanya setahun sekali. Bahkan anak-anakpun menuntut baju baru kepada orang tuanya.
Pola konsumtif berlebihan di bulan Ramadan tentunya terjadi akibat hukum ekonomi yang bergulir, ada permintaan maka persediaan jadi terbatas, akibatnya hargapun jadi merayap naik di bulan Ramadan. Hal ini juga langsung ditangkap oleh pakar pemasaran, yang menggelar pesta diskon di department store dan super market, bahkan memperpanjang waktu jam buka toko dengan tajuk midnight sale. Konsumenpun dirayu oleh hotel dengan program buka puasa yang mewah, menghadirkan menu khusus Middle East, Morocco dan Arabian. Bankpun tidak ketinggalan menggebrak dengan Kredit Tanpa Agunan, termasuk Pegadaian yang siap memberikan pinjaman. Maka, berubahlah masyarakat menjadi super konsumtif, sehingga pusing pada paska Lebaran memikirkan upaya untuk membayar hutang. Mungkin pola konsumtif ini yang akhirnya berujung kepada penyelewengan karyawan dari bekerja sambilan di luar maupun pada jam kerja (moonlighting) hingga korupsi.
Pasar Murah Jawabnya
Bagi warga yang tergolong menengah ke atas, pengeluaran berlebihan masih tertutup oleh pendapatannya. Namun bagi warga yang berpenghasilan pas-pasan meningkatnya harga kebutuhan pada bulan puasa dan Lebaran, sering membuat mereka bersedih di bulan Ramadan.
Agar masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan bahan pokok pada bulan Ramadan dan menjelang Lebaran, perlu digelar Pasar Murah oleh Pemerintah maupun Swasta yang peduli. Adalah Artha Graha Peduli (AGP) sebuah organisasi sosial dari kelompok bisnis Artha Graha yang memiliki lima pilar program yakni Lingkungan Hidup, Penanganan Bencana, Sosial-Budaya-Pendidikan, Ketahanan Pangan & Pemberdayaan Masyarakat serta Bantuan Hukum.
AGP bekerja sama dengan Indofood dan Induk Koperasi Kepolisian (Inkoppol) telah menggelar Pasar Murah dan Operasi Pasar daging sapi di Jabodetabek sejak 31 Mei 2016 lalu hingga 5 Juli 2016.
"Operasi Pasar daging dan Pasar Murah ini digelar sebagai bentuk kepedulian kami kepada masyarakat kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok dan daging sapi di bulan Ramadan. Mudah-mudahan bisa meringankan beban bagi masyarakat yang menghadapi kenaikan harga daging dan sembako yang biasanya merangkak naik saat puasa dan menjelang Lebaran," demikian disampaikan Anas Latief, Koordinator Pasar Murah AGP disaat peluncuran program ini.
Operasi Pasar bekerjasama dengan Inkoppol melakukan Operasi Pasar untuk membantu menstabilkan harga daging sapi dari Rp. 120.000 menjadi Rp. 70.000 per kilogram. Daging sapi yang dijual dijamin halal dan higienis.
Pasar Murah diwujudkan dalam bentuk penjualan paket sembako bersubsidi yang bekerjasama dengan Indofood dan dijual dengan harga Rp. 25.000 per paket. Setiap paket berisi beras, mie siap saji, minyak goreng dan gula. Pasar Murah digelar di beberapa titik lokasi di berbagai kota di seluruh Indonesia, dengan target 3000 paket.
Titik Lokasi