Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

[Ketapels Duo Kartini] Menjemput Inspirasi Yuli Supriati, Kartini Masa Kini dari Tangsel (2 of 2)

21 April 2016   08:24 Diperbarui: 21 April 2016   08:37 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Yuli Supriati (Sumber: Gapey)"][/caption]Pernah sempat ada guyonan sarkartis "Di Indonesia, kalau miskin dilarang sakit". Kenapa ? Karena biaya berobat baik rawat jalan maupun rawat inap itu sangat tinggi. Biaya itu bisa melibatkan obat, dokter, dokter spesialis, kamar rumah sakit, alat-alat bantu dan lain-lain, yang nilainya sangat tinggi, sehingga keluarga pasien harus rela menjual motor, mobil bahkan rumah, demi kesembuhan si pasien. Dengan mulai digulirkannya Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan program BPJS Kesehatan, mulai terdengar nada merdu, pasien yang puas karena dioperasi tanpa biaya sepeserpun, bahkan cuci darahpun tanpa biaya. Itulah sebabnya masyarakat lalu berduyun-duyun mengantre guna mengikuti program BPJS Kesehatan.

Ironisnya, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan sepertinya kurang siap dengan program baik ini, akibatnya hampir di semua Kantor BPJS Kesehatan penuh antrean dengan layanan yang sangat lamban. Entah karena tenaga kerja yang kurang, entah karena antusias masyarakat yang sedemikian tinggi. Namun, ditengah merdunya denting kiprah BPJS Kesehatan, masih banyak kekurangan disana-sini, seperti penuhnya kamar rumah sakit, penolakan terhadap pasien, dan lain-lain.

Beruntunglah, kami dari Ketapels (Kompasianers Tangerang Selatan Plus) berhasil berjumpa dengan Yuli Supriati. Pertama kali mengenalnya, sikapnya kalem khas wanita Yogyakarta, namun bila sudah bicara tentang layanan kesehatan yang tidak benar, Yulie Supriati tampak garang. Wanita kelahiran Jakarta 21 Juli 1970 dari pasangan suami isteri asal Yogyakarta dan lulusan studi Perbankan pada LPK Ayodya Gracia ini sekarang menjabat Sekretaris Jenderal Dewan Kesehatan Rakyat di Provinsi Banten.

Meski bekerja sebagai relawan dalam advokasi pemenuhan hak-hak masyarakat terhadap layanan kesehatan, ibu tiga anak ini bersyukur karena suaminya yang menjadi tulang punggung perekonomian keluarga tidak melarang aktifitasnya ini.

Yulie Supriati tahun 2015 pernah menyabet gelar Perempuan Inspiratif di bidang kesehatan dari tabloid Nova. Silakan diikuti wawancara singkat dengannya pada suatu senja di Cafe Dago Resto, Vila Dago, Tangsel.

[Penulis] : Ibu Yulie, boleh diceritakan asal muasal Ibu bergiat sebagai relawan di bidang kesehatan?

[YS]: Semua kegiatan ini diawal saat saya membantu tetangga yang kesulian mendapatkan ruang ICU, karena ditolak beberapa rumah sakit dengan alasan penuh. Akibat terlambat mendapatkan perawatan yang layak di ICU, tetangga saya akhirnya meninggal dunia.

Kisah tragis tetangganya ini, memacu saya untuk menemui pengurus Dewan Kesehatan Rakyat, mempelajari Undang-Undang Rumah Sakit dan Undang-Undang Kesehatan.

Seperti kita ketahui bersama budget untuk layanan kesehatan masyarakat pada APBN adalah terbesar ke dua setelah pendidikan.

[Penulis] : Apa kekurangan Program BPJS Kesehatan dibanding program kesehatan sebelumnya?

[YS] : Sebenarnya program BPJS Kesehatan jauh lebih baik daripada Jamkenas maupun Jamkesda. Namun masih diperlukan waktu puluhan tahun agar dapat diterima dengan baik seperti halnya Rusia sebagai salah satu proyek percontohan yang menjadi tolok ukur keberhasilan layanan kesehatan masyarakat.

Saat ini BPJS Kesehatan masih banyak kekurangannya, seperti peserta BPJS Kesehatan yang kesulitan mencari ruang kamar ICU, padahal menurut Undang-Undang Kesehatan, orang sakit harus segera ditolong dan dilayani.

Rumah Sakit pada umumnya sering dinilai "memeras" dompet pasien sehingga orang miskin takut berobat karena bila sakit dapat berakibat menghabiskan harta atau tabungan keluarga pasien. Hal ini hendaknya jangan sampai terjadi, gara-gara berobat karena sakit, pasien harus menjual rumah atau harta simpanan lainnya, akibat mahalnya biaya pengobatan di Rumah Sakit.

[Penulis] : Apa elemen terpenting dalam layanan kesehatan?

[YS] : Ada lima elemen penting dalam layanan kesehatan masyarakat. Elemen pertama, adalah BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara layanan kesehatan. Ke dua, Pemda, ke tiga Rumsh Sakit, ke empat Pengawas dalam hal ini adalah tugas DPR / DPRD dan ke lima peserta. Dari ke lima elemen ini, yang tidak jalan adalah pada elemen ke empat, yakni Pengawas, karena boleh dikatakan hampir tidak ada pengawasan pada layanan kesehatan yang dilakukan oleh Rumah Sakit.

Sebuah Rumah Sakit harus mempunyai manajemen terbuka, sehingga semua orang dapat mengetahui beraps jumlah kamar yang masih kosong. Sebagai contoh RS Pelni dan rumah sakit di Jakarta sudah menjalankan manajemen terbuka. Namun rumah sakit di daerah bahkan di kota satelit Jakarta seperti Bodetabek belum melaksanakan manajemen terbuka.

Hak-hak peserta BPJS Kesehatan juga belum dijelaskan secara tuntas dan gamblang, saat ini hanya sekedar pegang kartu BPJS Kesehatan saja. Alasannya sangat tidak masuk akal, karena ada 5 bundel yang perlu dijelaskan kepada masyarakat.

Selama ini Peserta BPJS Kesehastan "dikerjai" oleh Rumah Sakit akibat tidak adanya pengawasan. Kasus yang dulu saat masih ada Jamkesda dan Jamkesnas tidak separah BPJS Kesehatan, setelah kedua program itu dihapus timbul lonjakan di rumah sakit yang membuat gerah dan diluar dugaan rumah sakit, sehingga melakukan pembatasan.

Karena BPJS Kesehatan tahu biaya pengobatan hanya 30% dari yang selama ini ditagihkan ke pasien oleh rumah sakit.

Gerak relawan kesehatan yang mulia kadang kala disalah gunakan oleh para pengambil kesempatan yang seolah membantu pasien di rumah sakit, tetapi malahan mengambil keuntungan dengan pura-pura membantu lalu menipu pasien.

[caption caption="Yuli Supriati, Kartini Masa Kini (Sumber: Gapey)"]

[/caption]Demikian bincang-bincang singkat mengenai layanan kesehatan dengan "Kartini Masa Kini" yang sangat mendalami dan peduli atas banyaknya kekurangan pada layanan kesehatan yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan. Guna meningkatkan kemampuannya, Yulie tidak segan belajar dan belajar, bahkan belajar hingga ke Malaysia.

ooo

Setelah berbincang-bincang dengan Yuli Supriati, saya mencoba mencari informasi mengenai Hak dan Kewajiban Pasien Menurut Undang-Undang. Dibawah ini saya kutipkan beberapa yang sangat fundamenta, semoga berguna bagi masyarakat,l sbb :

Menurut „Declaration of Lisbon (1981) : The Rights of the Patient” disebutkan beberapa hak pasien, diantaranya hak memilih dokter, hak dirawat dokter yang “bebas”, hak menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi, hak atas kerahasiaan, hak mati secara bermartabat, hak atas dukungan moral atau spiritual.

Dalam UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 53 menyebutkan beberapa hak pasien, yakni hak atas Informasi, hak atas second opinion, hak atas kerahasiaan, hak atas persetujuan tindakan medis, hak atas masalah spiritual, dan hak atas ganti rugi.

Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 4-8 disebutkan setiap orang berhak atas kesehatan, akses atas sumber daya, pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau; menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan, lingkungan yang sehat, info dan edukasi kesehatan yg seimbang dan bertanggungjawab, dan informasi tentang data kesehatan dirinya.

Hak-hak pasien dalam UU No. 36 tahun 2009 itu diantaranya meliputi:

- Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak sadar, penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).

- Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin ybs, kepentngan ybs, kepentingan masyarakat).

- Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan nyawa atau cegah cacat).

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

- Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3.

- Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain. - Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis.

- Menolak tindakan medis.

- Mendapatkan isi rekam medis. Terkait rekam medis, Peraturan Menteri kesehatan No.269 pasal 12 menyebutkan: - Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan. - Isi rekam medis merupakan milik pasien. - Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan rekam medis. - Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.

(Sumber: www.academia.edu)

ooo

Selamat memperingati hari Kartini, semoga kiprah Yulie menginspirasi lebih banyak perempuan Indonesia.

[caption caption="Yuli dan Ketapels (Sumber : Gapey)"]

[/caption]

[caption caption="Logo"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun