Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

LGBT Juga Manusia

25 Januari 2016   18:54 Diperbarui: 4 Februari 2016   08:25 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir pekan lalu LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender) menjadi topik hangat kembali. Gara-garanya komentar Menristekdikti yang melarang LGBT bercinta dan pamer kemesraan di kampus. Tulisan ini bukan untuk membela atau membenarkan LGBT, namun untuk menjelaskan bahwa mereka sebenarnya adalah kelompok yang patut dihormati pula sebagai manusia.

Siapa LGBT?

Meski singkatan ini sudah mendunia, namun masih banyak masyarakat yang belum paham. Apalagi kalangan ini sering tersingkir akibat stigma moral.

Siapapun yang dilahirkan di dunia selalu ingin lahir normal, sebagai pria sejati dengan kromosom seks XY, atau wanita tulen dengan kromosom seks XX. Tidak seorangpun ingin dilahirkan sebagai manusia dengan kelainan kromosom.

Lesbian dikenal sebagai kelainan orientasi seks yang menyukai sesama wanita, baik secara fisik, emosional, spiritual dan seksual. Seorang wanita dapat menjadi lesbian karena memang terlahir secara alami, namun ada yang diakibatkan emosional karena patah hati, mengalami kekerasan, prinsipnya disakiti oleh pria atau pendidikan yang salah dari orang tua karena dilarang pacaran akibatnya lebih dominan bergaul dengan sesama jenis. Kelompok terakhir pada umumnya dapat disembuhkan, atau cenderung mengarah ke bisexual. Kelompok ini sangat tertutup pada kaum pria dan bersikap sangat eksklusif.

Sama halnya dengan gay, hanya terjadi dikalangan pria. Seorang pria yang memiliki orientasi seks menyukai sesama pria. Sering juga dikenal dengan istilah LSL (Lelaki Suka Lelaki). Kelompok ini sedikit lebih terbuka ketimbang lesbian, berani bermesraan di tempat umum. Dan sering kali memiliki aksesories unik yang hanya dikenali oleh para gay sendiri.

Gay dan Lesbian sulit dideteksi bila mereka tinggal dalam asrama atau rumah kost sejenis, karena aktivitas di dalam kamar sulit ditengarai pengelola asrama atau rumah kost.

Sama halnya kelompok bisexual juga sangat tertutup, mereka menjalani perkawinan seperti layaknya pasangan suami isteri. Namun pada waktu-waktu tertentu mereka bisa saja berselingkuh dengan yang sejenis.

Sementara Transgender lebih mengacu pada perubahan jenis kelamin (gender), dari pria menjadi wanita atau wanita menjadi pria. Hal ini banyak didukung oleh cara pendidikan dalam keluarga yang salah. Misal orang tua yang menghendaki anak pria, sering membelikan baju dan mainan pria pada anak wanitanya, sehingga dikenal sebagai tomboy. Demikian pula sebaliknya, anak pria yang sering mendapatkan boneka, dirias akan menjadi kewanita-wanitaan. Kesalahan pola pendidikan dimasa kecil, masih dapat disembuhkan dengan bimbingan yang intens. Yang penting jangan sampai mereka berperilaku berubah, baik pada orientasi gender maupun seksnya.

Seorang yang bersifat Transgender dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai heteroseksual, homoseksual, biseksual maupun aseksual.

Beberapa Kelainan Lainnya

Sebutlah sindrom Klinefelter yang merupakan kelainan genetik pada pria yang diakibatkan oleh kelebihan kromosom X, sehingga kromosom seksnya ditandai dengan XXY. Pengidap kelainan Klinefelter akan mengalami perkembangan ciri fisik ginekomastia, perbesaran pada kelenjar susu dan berdampak membesar layaknya payudara pada wanita. Secara fisik juga ditandai dengan testis yang kecil dan gagal memproduksi sperma. Yang lebih parah lagi yang mengalami keterbelakangan mental IQ dibawah rata-rata dan infertilitas. Ciri-cirinya pemalu, kikuk, kepercayaan diri yang rendah dan malas beraktivitas karena minder.

Ada lagi sindrom XYY dimana seorang pria kelebihan kromosom Y, tidak separah XXY karena secara klinis normal dan tidak menyadari mereka tergolong kariotipe.

Siapapun ingin dilahirkan normal, orang tua manapun ingin memiliki anak-anak yang normal. Itulah sebabnya, jangan karena berkedok moral agama, lalu memojokkan atau mendiskreditkan mereka yang sebenarnya tidak mau dilahirkan dengan kelainan.

Maka, hormatilah mereka dengan segala kekurangannya, sebagai manusia tanpa mengurangi hak-haknya seperti manusia normal.

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun