Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Memahami Tsunami Agar Tidak Terulang

29 Desember 2015   12:40 Diperbarui: 29 Desember 2015   12:40 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah Aceh luluh lantak digempur gempa 9.3 skala Richter dan gelombang tsunami pada 26 Desember 2004. Bencana ini menewaskan sekitar 200.000 orang dan merupakan bencana nasional terbesar dan terparah.

Dengan bantuan beberapa negara dan para relawan anak bangsa sendiri, pemulihan paska gempa dan tsunami dimulai dengan mengumpulkan dan mendata korban tewas atau hilang. Karena banyaknya korban dan berbahaya bagi kesehatan sisa warga yang selamat, terpaksa korban tewas dikuburkan secara massal di Siron (dekat bandara) dan Meuraksa (dekat pantai Ulee Lheue).

Perumahan anti gempa segera dibangun, infra struktur seperti jalan raya, listrik, air bersih dan komunikasi segera dipulihkan. Dimana-mana didirikan trauma center guna memulihkan mental warga yang selamat namun kehilangan anggota keluarganya. Jepang yang ahli gempa telah membangun rumah anti gempa, sebagai lokasi penyelamatan bila terjadi gempa.

Dalam kurun waktu 4-5 tahun, Aceh sudah dapat kembali normal. Guna memperingatkan warga akan bahaya tsunami, dibangun Museum Tsunami Aceh dan beberapa lokasi ditetapkan sebagai situs tsunami. Dengan tujuan warga selalu waspada. Kini petunjuk arah evakuasi bila terjadi gempa dan tsunami dapat dengan mudah kita temukan di Banda Aceh.

Kuburan Massal

Ada dua lokasi kuburan massal, yakni Siron, dimana dimakamkan 46.700 jiwa korban keganasan bencana alam tsunami 26 Desember 2004 dan  kuburan massal ke dua di Meuraksa  yang juga merupakan kuburan massal korban tsunami yang telah dipugar oleh UNDP.


Perahu Diatas Rumah

Di daerah Lampulo terdapat  situs peringatan bencana tsunami Perahu Diatas Rumah.  Perahu nelayan ini terdampar diatas rumah dan berhasil menyelamatkan 59 orang, meski setelah air surut sempat ditunggui seekor buaya.

Perahu diatas rumah ini kini diabadikan menjadi situs peringatan pernah terjadinya bencana alam hebat di bumi Aceh. Masih di lokasi asli, hanya ditambahkan prasasti, papan informasi dan tangga untuk menuju ke bagian atas perahu.

PLTD Apung

Museum PLTD Apung berupa Kapal PLTD Apung yang terseret gelombang tsunami dan menimpa rumah penduduk. Lokasi ini sekarang dijadikan situs peringatan kedahsyatan tsunami.

Hanya isi kapal yang dikosongkan, dengan menambahkan Monumen dan tangga menuju bagian atas kapal.

Museum Tsunami

Museum Tsunami Aceh dibangun di kawasan Kampung Baru diseberang Lapangan Blang Padang. Bentuk museum dari luar tampak seperti sebuah kapal dengan cerobongnya, di bagian dalamnya dianalogikan sebagai gelombang. Ikut dipajang di Museum, helikopter polisi dan mobil yang rusak berat akibat keganasan tsunami.

Memasuki pintu masuk pada awalnya Anda melalui lorong gelap yang basah, diujungnya terdapat display foto dampak tsunami dalam format story board screen. Berikutnya ada ruang sumur doa yang berisi nama-nama korban tsunami. Lalu ada ramp cerobong yang diatasnya terdapat tulisan "damai" dalam aneka bahasa. Anda akan mendapati ruang pamer audio visual yang memutar video bencana tsunami selama 15 menit. Di ruang berikutnya terdapat poster foto, dan diorama tsunami.

Di lantai tiga ditempatkan area pamer geologi dan pendidikan yang menempatkan ruang simulasi gempa dan tsunami serta contoh rumah tahan gempa. Saat keluar dari gedung museum, Anda menjumpai tempat istirahat serta cafe dan souvenir di bagian muka museum.

Saat kami berkunjung, sempat Ketemu Ridwan Kamil arsitektur Museum Tsunami, yang sedang berada di Banda Aceh untuk  menghadiri peringatan 11 tahun tsunami. Saat ini tiket masuk museum tsunami dan situs-situs tsunami gratis.

Semoga bencana tsunami ini menjadi yang pertama dan terakhir, dan warga harus senantiasa waspada kapanpun bencana dapat datang kapan saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun