Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Nobar Tabula Rasa : Ketika Timur dan Barat Dipertemukan di Dapur

29 September 2014   14:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:06 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata ‘Tabula rasa’ berasal dari bahasa Latin, yang artinya kertas kosong, merujuk pada pandangan epistemologi bahwa seseorang manusia lahir tanpa isi mental bawaan, dengan kata lain "kosong" dan seluruh sumber pengetahuan diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat inderanya terhadap dunia di luar dirinya. Pengalaman yang berpengaruh terhadap kepribadian, perilaku sosial dan emosional serta kecerdasan, menurut Teori John Locke (abad 17).

Film layar lebar produksi LifeLike Pictures "Tabula Rasa" menceritakan tentang pemuda asal Serui, Papua bernama Hans (Jimmy Kobogau) yang mempunyai mimpi menjadi pemain bola profesional. Dengan tujuan menggapai mimpinya ini, Hans lalu merantau ke Jakarta. Sementara Mak Uwo (Dewi Irawan) seorang ibu yang baru saja kehilangan putra tunggalnya akibat bencana alam, terpaksa merantau ke ibukota guna memupus dukanya, dengan mulai membuka lapau di daerah Bogor, pinggiran Jakarta.

Namun nasib berkata lain, dan ketika Hans hampir kehilangan harapannya untuk hidup, ia bertemu dengan Mak Uwo. Di tengah perbedaan Hans dan Mak Uwo, mereka menemukan persamaan, yang menawarkan kesempatan baru. Makanan merupakan iktikad baik untuk bertemu, dan lewat makanan dan masakan, Hans kembali menemukan mimpi dan semangat hidup, Mak Uwo juga seakan mendapatkan pengganti anaknya yang telah hilang. Meski keduanya harus berjuang keras bersama Natzir (Ozzol Ramdan) pekerja di lapau yang sanggup memahami bergabungnya Hans, namun berakibat hengkangnya sang juru masak Parmanto (Yayu Unru) yang pindah ke rumah makan pesaing.

Secara keseluruhan film ini diwarnai efek kuliner, mulai dari mencari bahan baku masakan yang prima, cara menyiapkan masakan dengan tepat dengan penuh perasaan sehingga menghasilkan masakan yang lezat. Jadi, bagi Anda yang gemar memasak, melalui film ini, Anda dapat belajar caranya membuat gulai kepala ikan, dendeng cabe hijau dan rendang daging dengan tepat.

Produksi Perdana

LifeLike Pictures dikenal sebagai rumah produksi yang memiliki tahapan baik dalam membuat film. Dengan tema yang unik dan baru pertama kali diproduksi di perfilman Indonesia yang memperkenalkan budaya Indonesia lewat makanannya, sehingga diharapkan mampu mempertahankan kuliner Indonesia tetap di ranking 10 besar kuliner dunia.

Film “Tabula Rasa” telah berhasil mengawinkan keindahan dan kuliner Indonesia, perbedaan dapat disatukan melalui lidah. Film ini disutradarai oleh Adriyanto Dewo yang baru kali pertama menggarap film panjang setelah berpengalaman di beberapa film omnibus yaitu Sanubari Jakarta (2012) dan Hi5teria (2012).

Sebagai produser Sheila Timothy atau lebih dikenal dengan nama Lala Timothy menyatakan bahwa film yang mulai diproduksi Februari 2014 ini sangat berbeda dengan dua filmnya terdahulu, Pintu Terlarang dan Modus Anomali. Film barunya ini bercerita mengenai berbagai perbedaan yang disatukan oleh cita rasa kuliner Indonesia. Salah satunya adalah kuliner khas Pulau Serui, Papua, yaitu ikan kuah kuning yang dapat berpadu dengan kuliner khas Sumatera Barat, menjadi gulai kepala ikan.

Menurut pengakuan Lala, film ini berkiblat pada film Ang Lee yang berjudul Eat Drink Man Woman, The Scent of Green Papaya dan Big Night, dan menjadikan ke tiga film tersebut sebagai referensi. Dalam film ini Lala juga dibantu oleh Vino G Bastian, yang berperan sebagai associate producer, yang tidak melulu menyorot secara close-up proses memasak makanan, tetapi juga menampilkan keindahan Pulau Serui di Papua, Padang, dan Sukabumi.

“Tabula Rasa” adalah film Indonesia pertama yang mengangkat tema kuliner, dengan genre drama keluarga berlatar belakang kuliner Indonesia, dan mulai tayang di bioskop-bioskop Indonesia mulai tanggal 25 September 2014.

Moral dari Cerita

Nilai-nilai budaya Indonesia yang terungkap dalam film ini adalah:
- kesetia kawanan di panti anak-anak Papua, yang membekali Hans dengan sepatu bola
- kekuatan mental untuk mantan mengemis meski kelaparan
- kebulatan tekad Hans yang berupaya maksimal di rantau dan pantang pulang bila belum sukses
- kekerabatan yang sangat kental di ranah Minang, pola bagi hasil di rumah makan Padang tradisional
- kesediaan menolong sesama manusia, tanpa melihat latar belakang warna kulit, suku maupun agama
- kesediaan menolong pesaing di saat kritis, diperlihatkan Parmanto saat Mak Uwo sakit dengan membantu Hans menyiapkan pesanan besar
- ketulusan hati mak Uwo yang bersedia mendatangi Parmanto untuk berterima kasih atas bantuannya
- kerendahan hati Hans yang tetap ingat pada ibu angkatnya di Papua
- ketulusan hati mak Uwo untuk memberikan kebebasan memilih jalan hidup bagi Hans di akhir cerita
- memperkenalkan kuliner Padang: rendang, gulai kepala ikan, dendeng cabe hijau
- memperkenalkan kuliner Papua: papeda, ikan kepala kuning

Nonton Bareng

Kompasiana telah menyelenggarakan nonton bareng film “Tabula Rasa” di bioskop 21 Pondok Indah Mall pada Jum’at 26 September 2014 yang diikuti oleh sekitar 35 orang Kompasianer.

Meski ada kejutan pada siangnya harinya, tepatnya pada jam 14.00 WIB tiba-tiba menerima e-mail dan call dari Admin Kompasiana, yang memberitahukan bahwa jam tayang dimajukan 45 menit. Wah, harus ngebut menerobos kemacetan klasik Jumat sore, untungnya tiba di XXI PIM 1 lebih awal 15 menit dari jam tayang.

Suasana nonton bareng kurang seru karena belum sempat saling berkenalan antar Kompasianer, film sudah harus ditayangkan. Semua menonton dengan serius tapi santai, dan diujung pertunjukan, sebuah surprise dimunculkan, dengan hadirnya Vino dan Jimmy ditengah-tengah peserta nonton bareng. Baberapa pertanyaan sempat dilontarkan di dalam studio maupun di luar studio.

Sukses terus dunia perfilman Indonesia, khususnya yang sudah berani mengusung tema unik, tidak mengekor pada tema hantu, seks dan balas dendam, demi alasan komersil semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun