Mohon tunggu...
Sutha Asta Alfaraby
Sutha Asta Alfaraby Mohon Tunggu... -

"Banyak membaca akan membuat kita semakin bijak. Terus Menulis akan membuat kita semakin mengenal diri." \r\n Supardi Talib. 'twitter: @Sutha_07 .\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Melirik Utang Indonesia

14 Juli 2012   04:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:58 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1342241748196142118

Sejak dulu, negeri ini sudah mulai berutang kepada negara lain. Utang timbul sebagai konsekuensi dari postur APBN yang defisit. Artinya kondisi ini menunjukkan bahwa  jumlah penerimaan negara lebih kecil daripada belanja.

Utang merupakan kewajiban yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, namun jika kita membicarakan utang negara, berarti kita menyinggung mengenai utang jangka panjang. Perlu diketahui bahwa berutang adalah pilihan terakhir dalam hal pemenuhan anggaran belanja dalam negeri.

Banyak negara di dunia juga memilki segudang utang, bahkan negara maju pun tak luput dari utang. Contohnya Amerika Serikat.

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/08/03/keuangan-amerika-mengkhawatirkan-bagaimana-dengan-indonesia/

Sebagai analisi singkat, kita bisa lihat perkembangan utang pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini.

Tahun

Jumlah Utang

(Miliar USD)

% terhadap PDB

2006

144.4

39%

2007

147.5

35%

2008

149.5

33%

2009

169.2

28%

2010

186.5

26%

2011

198.9

25%

Sumber:  www.depkeu.go.id

Untuk tahun 2012, diperkirakan utang akan mengalami penigkatan secara nominal.Tetapi menurun dalam hal persentase terhadap PDB.  berdasarkan porsi terhadap PDB tersebut, utang pemerintah masih tergolong aman. Jika dibandingkan dengan beberapa negara maju lainnya,  kita masih lebih baik dalam hal persentase utang terhadap PDB.

Posisi aman dalam hal persentase terhadap PDB bukan berarti memanjakan utang terus bertambah, tetapi setidaknya memberikan gambaran bahwa pemerintah masih memiliki kemampuan dalam hal pembayaran utang sehingga menempatkan RI dalam kategori "investment Grade".  Utang memang kurang baik jika terus diandalkan bahkan kalau bisa kita menganut “zero debt”. Tetapi untuk  menghapuskan semua utang, butuh waktu yang lama. Pemerintah tidak bisa memangkas utang secara ekstrim karena sumber daya keuangan belum mampu dan jika dilakukan pemangkasan utang secara besar besaran dikhawatirkan akan mengganggu pos anggaran yang lain.

Apa mungkin harus memotong anggaran pendidikan, kemiskinan, atau anggaran pembangunan untuk membayar pokok dan bunga utang? Yah mungkin itu bukan solusi yang bijak. Yang perlu dilakukan adalah dengan memaksimalkan penerimaan negara (Pajak dan PNBP) dan melakukan penghematan anggaran tetapi tidak menggangu anggaran itu sendiri.

Salah satu solusi pengurangan utang yaitu meningkatkan penerimaan negara. Tetapi peningkatan penerimaan negara tidak bisa serta merta dengan memungut pajak sebanyak banyaknya kepada masyarakat,karena hal tersebut dapat mengurangi daya saing dan daya beli masyarakat itu sendiri. Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana pemerintah bisa mendorong roda perekonomian masyarakat melalui perluasan lapangan kerja, mempermudah investasi, memberikan fasilitas kepada usaha menengah ke bawah, sehingga perekonomian dapat tumbuh lebih baik.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, pendapatan masyarakat secara individu maupun agregat dapat meningkat. Dengan demikian, potensi perpajakan dapat meningkat pula. Sehingga penerimaan negara dapat maksimal.

Utang memang bukan solusi yang paling baik, tetapi terkadang keadaan ekonomi memaksa pemerintah melakukan pinjaman kepada pihak luar ataupun pihak dalam negeri.

Sebagai perbandingan, struktur utang Indonesia (per desember 2011) ditopang oleh pihak luar (Negara donor dan lembaga keuangan Dunia) sekitar 34,1 % . Sementara porsi dari dalam negeri sendiri melalui Surat Utang Negara (SUN) sekitar 65,9 %

Idealnya, sumber utang memang sebaiknya diutamakan berasal dari dalam negeri, karena tidak akan terpengaruh terhadap kurs. Kita masih mengingat peristiwa tahun 1997/1998 ketika nilai rupiah anjlok ke level yang sangat rendah. Dalam artian nominal rupaiah semakin banyak yang harus disediakan untuk mendapatkan 1 Dollar AS. Akibatnya jumlah utang pemerintah naik drastis ditambah utang yang timbul atas kebijakan BLBI yang sampai saat ini masih menjadi polemik.  Hal ini lah yang perlu diantisipasi sehingga mau tidak mau, pilihan sumber pinjamn lebih baik adalah dari dalam negeri sendiri.

Intinya utang itu bukan pilihan yang baik, tetapi jika tidak ada pilihan lain, mungkin berutang jadi solusi sementara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun