Suatu keniscayaan ketika suatu negara memasuki era digitalisasi maka sebuah inovasi dalam bidang teknologi informasi menjadi suatu keharusan. Ini bukan pilihan tetapi kewajiban jika kita mau bertahan dalam terjangan kemajuan teknologi. Ada pertanyaan besar yang harus dijawab yaitu sudah siapkah kita ?
Kesiapan selalu berhubungan dengan kompetensi sumber daya manusianya. Semakin tinggi "melek" teknologi akan semakin besar peluang beradaptasi bahkan menaklukan teknologi. Artinya teknologi akan tetap menjadi alat bukan memperalat manusia.
Dengan semakin derasnya arus informasi di dunia maya maka diperlukan kemampuan mengadopsi teknologi informasi. Banjir informasi akan menjadi pemandangan sehari-hari. Untuk itu  diperlukan kemampuan memilih dan memilah setiap informasi yang diterima. Sekali lagi, manusia sangat berperan penting dalam menentukan arah penyerapan informasi.
Kita mengetahui bahwa teknologi informasi akan selalu melakukan fungsinya sebagai alat mengumpulkan, menyimpan bahkan menganalisa suatu data yang tersedia. Tidaklah berlebihan jika teknologi informasi akan sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sebagai penggunanya. Pertanyaaanya, mampukah teknologi informasi menjamin privasi data pribadi bagi masyarakat ?
Saat ini Indonesia menyiapkan diri menjadi negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2025. Ini pekerjaan rumah yang besar. Sebagai bangsa ini tentu tidak mudah, tetapi bukan berarti mustahil untuk dikerjakan. Ada hal penting yang harus dilakukan sebagai kondisi prasyarat demi suksesnya visi Indonesia 2025 yaitu perlunya sebuah regulasi yang mumpuni.Â
Mengapa? Karena dengan regulasi akan terlindungi semua data pribadi para pengguna yang tersimpan secara digitalisasi. Bahkan dengan adanya regulasi yang terpercaya akan mendorong lahirnya sebuah standarisasi dan tranparsansi. Ini sangat menarik dalam situasi era keterbukaan, yang semuanya harus bisa dipertanggungjawabakan.
Transparansi menjadi penting karena memungkinkan adanya kemudahan dalam menyimpan dan mengakses. Tetapi pada saat yang sama juga memiliki tingkat resiko yang besar jika tidak dibarengi dengan perlindungan Undang-Undang. Mengapa beresiko ? Sudah bukan rahasia lagi jika kita membaca adanya beberapa kasus penyalahgunaan data pengguna.Â
Bagaimana para pelaku penyalahgunaan dengan mudah mendapatkan data pribadi. Lalu dari mana mereka mendapatkan data tersebut ? apakah terjadi transasksi jual beli data pribadi ? Kalau itu benar sungguh sangat mengkhawatirkan bagi keamanan data pribadi.
Sikap responsip menjadi kekautan utama untuk meminimalisir bahkan mencegah perilaku menyimpang yang dilakukan individu atau korporasi ini. Tentu diharapkan kehadiran sebuah regulasi. Bukan saja melindungi pemilik data tapi juga berperan memberi sanksi tegas kepada pihak-pihak yang dengan sengaja melakukan penyalahgunaan wewenang untuk membeli data pribadi.
Ini masalah kepercayaan dari rakyat terhadap pemerintahannya, dari negara luar terhadap negara Indonesia. Terlalu banyak yang dipertaruhkan. Selain kemampuan juga martabat sebagai bangsa. Akan tetapi jika pemerintah mampu menjawab dengan tepat dan cepat maka akan banyak keuntungan yang didapatkan.Â
Sebagai sebuah negara pasti akan tercata sebagai negara yang bisa dipercaya dalam perlindungan data. Â Dampak besarnya adalah negara luar akan melakukan investasi yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi.
Kepedulian terhadap data pribadi adalah bentuk nyata tanggung jawab negara terhadap rakyatnya. Mengapa ? Karena data pribadi adalah kekayaan negara. Tetapi pertanyaannya, sudahkah kita sebagai masyarakat dan negara bersungguh-sungguh mau menjaga dan melindunginya ?Â
Menurut data Kementrian Kominfo, menyebautkan bahwa tingkat kesadaran menjaga data pribadi masyarakat masih kurang, padahal 93 persen masyarakat membagikan data pribadi mereka secara digital melalaui media sosial. Bukankah ini sangat beresiko terhadap tindak kejahatan ? Lalu siapa yang harus bertanggung jawab ?
Untuk menyikapinya, mau tidak mau pihak pemerintah dan DPR harus hadir untuk memberikan perlindungan yang nyata dengan sebuah produk hukum atau UU.Â
Bukankah perlindungan data pribadi merupakan bentuk pengakuan atas hak-hak dasar manusia ? Ini bukan berarti masyarakat bisa sesuka hati dalam memberikan data pribadi. Masyarakat juga harus memiliki kesadaran tinggi akan tingkat resiko kebocoran atau diperjualbelikan.
Jadi jelas bahwa keberhasilan UU ini sangat ditentukan oleh kemampuan menyatukan pemahamanan bahwa perlindungan data pribadi adalah tanggung jawab bersama antara masyarakat dengan pemegang otoritas kekuasaan yaitu pemerintah bersama DPR. Pada saat yang sama UU memiliki kekuatan efek jera untuk menghukum para pelaku kejahatan yang memperjualbelikan data pribadi. Amin.
Oleh : Sutarno
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H