Mohon tunggu...
Sutar Mi
Sutar Mi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca, menulis, dan menyanyi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyoal Pola Asuh Orang, Kecerdasan Emosi dan Prestasi Belajar Anak

17 Oktober 2023   17:05 Diperbarui: 17 Oktober 2023   17:08 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENYOAL POLA ASUH ORANG , KECERDASAN EMOSI & PRESTASI BELAJAR ANAK

Sutarmi 

Mhs Progdi BK-FKIP-UKSW Salatiga

Keluarga merupakan lingkungan social yang pertama bagi anak, secara langsung maupun tidak langsung apa yang dipelajari oleh orang tua dipelajari oleh anak. Apa yang diperoleh dari lingkungan keluarga menjadi dasar nilai dan pedoman berperilaku dalam ligkungan yng lebih luas. Orang tua perlu menyadari hal ini karena diluar lingkungan keluarga, anak menghadapi norma-norma yang berbeda. Sebagaimana pendapat Ibnu Sina yang dikutip oleh Djuwariyah (2000), apabila anak telah melewati masa menyusu ibunya, maka segeralah memulai pendidikan akhlak dan jasmani sebelum pendidikan buruk dari luar mempengaruhi tanpa dapat dicegah.

 Seorang Tokoh Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terutama karena sejak timbulnya adab kemanusiaan sampai kini, keluarga selalu mempengaruhi perkembangan budi pekerti anggotanya (Dewantara, 2008). Keluarga merupakan lingkungan anak dan orang tua terjadi interaksi serta adanya transformasi nilai-nilai dari orang tua terhadap anak. Nilai-nilai yang ditanamkan itulah menjadi dasar pembentukan pribadi anak.

 Kenyataan dimasyarakat menunjukkan bahwa masih banyak orang tua yang belum menjalankan fungsinya secara baik sehingga banyak terjadi kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh anak. Hal ini karena emosi anak tidak diasuh dengan baik oleh orang tua. Kenakalan anak-anak itu dapat kita lihat sehari-hari melalui TV, koran maupun di mediamasa lainnya yang menyajikan berita tentang kenakalan anak. Kenakalan anak tersebut juga dapat dilihat dari adanya tawuran antar pelajar, pencurian, perudungan sesama teman atau ngebut-ngebutan dengan motor secara liar. Hal tersebut disebabkan usia perkembangan anak yang secara emosional masih labil, sementara disisi lain orang tua kurang memberikan perhatian dan kasih saying secara benar. Dalam hal ini Hendry Tiono (2012) menjelaskan:

Hampir semua orang tua yang bekerja mengalami kesulitan untuk bersama anak-anak mereka, sehari-hari hanya sekitar 10-15 persen saja waktu yang digunakan besama anak. Perkembangan anak sangat perlu diperhatikan orang tua, tertama perkembangan yang berhubungan dengan emotional intelegen (kecerdasan emisional) atau lebih dikenal dengan EQ.

 Masalah emotional intelegen dan pendidikan orang tua lebih jauh dijelaskan sebagai berikut:

Sejak lahir hingga meninggal dunia pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya. Orang tua harus mengajarkan kepada anaknya untuk membina hubungan persaudaraan, hidup harmonis, berbicara dan mendengar secara efektif, memotivasi diri, menghadapi situasi sulit dengan percaya diri dan empati terhadap sesame (Staff IQEQ, 2002).

 Anak dibesarkan dilingkungan keluarga dengan pola asuh orang tua yang berbeda-beda sehingga kecerdasan emosi anak menjadi beragam. Kecerdasan anak dibagi menjadi empat tingkatan yaitu optimal, istimewa, waspada dan rentan (Cooper-Sawaf, 2001). Untuk membentuk EQ yang optimal sangat ditentukan oleh pola asuh yang diterapkan orang ua dalam mendidik anak. Pola asuh yang dilakukan pada dasarnya ada empat jenis yaitu pola asuh mengabaikan, tidak menyetujui, laissez faire dan pelatih emosi (Gottman-D Claire, 2001). Dari keempat jenis pola asuh tersebut yang paling baik untuk membentuk EQ yang optimal adalah pola asuh pelatih emosi.

 Perbedaan tingkat EQ anak akan membawa pengaruh terhadap prestasi belajar di sekolah (Shapiro, 2001). Ahli pendidikan Eric Schaps dan Weisberg keduanya menyatakan bahwa prestasi belajar siswa di sekolah tidak hanya ditentulan oleh IQ saja tetapi juga dipengaruhi oleh factor EQ (Goleman, 2001). Pendapat senada oleh De Parter dan Hernachi dalam bukunya quantum learning menyatakan bahwa tingginya prestasi belajar siswa di sekolah lebih banyak ditentukan oleh bagaimana cara belajar dan bagaimana anak mengerahkan seluruh potensi yang ada dalam diri termasuk kemampuan emosionalnya. (De Parter dan Hernachi, 1999).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun