Mohon tunggu...
Sutanto Wijaya
Sutanto Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Certified Professional Coach (CPC), Freelance Writer

Certified Professional Coach (CPC), Freelance Writer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Filosofi Awal dan Akhir

7 November 2020   14:42 Diperbarui: 7 November 2020   15:00 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image credit: apologika.blogspot.com

"You don't have to find out you're dying to start living"

-Zach Sobiech

Alpha dan Omega. Awal dan akhir.

Segala sesuatu yang ada awalnya, pasti juga ada akhirnya.

Begitu juga dengan hidup. Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini, pada saatnya akan mengalami akhir kehidupannya. Tapi terlepas dari sekedar mengetahui fakta ini, kenyataan akan adanya awal dan akhir ini bisa menjadi sebuah filosofi yang bermanfaat dalam hidup manusia.

Filosofi Awal

Ketika kita dilahirkan, selain karunia nafas kehidupan, sesungguhnya kita tidak punya apa-apa. Selama perjalanan hidup, semua yang hal yang kita miliki merupakan pemberian dari orang lain atau kita dapatkan sendiri dengan berusaha dan bekerja.

Yang menjadi masalah adalah ketika kita terlalu mengagungkan "property duniawi" yang jelas bersifat sementara. Ada yang sampai mengorbankan kesehatannya demi mengejar dan mengumpulkan harta, yang sebenarnya merupakan satu-satunya harta miliknya yang paling berharga yang akan dibawa sampai akhir hidupnya.

Tapi yang lebih miris lagi adalah ketika orang-orang seperti ini sampai mengorbankan orang lain demi mencapai kekuasaan dan meraih harta.

Meskipun sadar bahwa mereka tidak mungkin bisa membawa apapun pada saat mati, kesadaran ini dikalahkan oleh daya tarik dan kenikmatan yang ingin mereka rasakan saat ini.  

Lantas, apakah kita tidak boleh berusaha yang terbaik untuk meraih hal-hal terbaik yang ditawarkan dunia? Tentu saja boleh. Tapi sampai dimana batasannya? Dan apakah kita akan pernah puas?

Filosofi Akhir

Kita semua akan mati.

Kesadaran akan mortalitas kita seharusnya bisa memberikan dampak positif daripada negatif. Karena yang menghitung hari sesungguhnya bukan hanya mereka yang divonis menderita penyakit kritis yang sudah tidak bisa diobati, tetapi kita semua. Apakah kita sadar akan hal ini? Seringkali kita lupa karena terlalu asik dengan hidup. Kita merasa seperti akan hidup selamanya.

Kesadaran bahwa hidup kita ini sementara dan tidak ada seorang pun yang tahu kapan hidup kita akan berakhir, harusnya bisa memberikan kerendahan hati. Bisa juga membuat kita berpikir sejenak tentang apa sebenarnya yang benar-benar penting dalam hidup kita.

Filosofi akhir bisa memberikan sebuah perspektif. Jika saya mati besok, apakah semua harta, jabatan dan kekuasaan yang saya miliki masih bernilai?

Jawabannya jelas tidak. Karena begitu hidup kita berakhir, semua hal tentang kita juga berakhir. Siapapun kita dan sehebat apapun pencapaian kita selama hidup. Semuanya tinggal sejarah. Cerita masa lalu.

Mungkin ada yang berargumen, semua peninggalan saya bisa bermanfaat untuk anak cucu. Bisa ya, bisa juga tidak. Mereka mungkin bisa hidup nyaman berkat semua peninggalan Anda, tapi apakah ada jaminan mereka pasti akan hidup tentram dan bahagia?

Sesungguhnya dalam hidup, kita semua hanya bisa berusaha. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa skenario hidup kita hanya akan dipenuhi dengan cerita-cerita yang baik dan menyenangkan.

Orang-orang paling kaya di dunia seperti Bill Gates dan Warren Buffett tidak berencana untuk mewariskan semua hartanya kepada anak mereka. Pastinya karena ada pertimbangan tertentu yang menurut mereka adalah yang terbaik.

Mereka memilih untuk menyumbangkan sebagian besar harta yang mereka miliki saat meninggal nanti ke yayasan, yang akan dimanfaatkan untuk kepentingan sosial.

Filosofi Awal dan Akhir 

Lalu apa kesimpulannya?

Kita datang ke dunia tidak bawa apa-apa. Saat pergi meninggalkan dunia inipun begitu.

Kalau sudah tahu, mengapa kita masih harus menciptakan neraka baik di dalam pikiran maupun di kenyataan hidup untuk hal-hal yang bersifat sementara?

Kita perlu berusaha untuk terus mengingatkan diri tentang apa yang benar-benar penting dalam hidup ini.  

Dunia ini memang tidak ideal karena kita semua adalah manusia-manusia yang tidak ideal. Tapi kita tidak perlu menjadi ideal untuk bisa berusaha menjadi lebih baik.  

Apakah kita mau hidup sepenuhnya untuk agenda dan ambisi pribadi, atau melakukan sesuatu sesuai dengan bakat, talenta dan karunia yang telah dikaruniakan kepada kita untuk membuat perbedaan yang bisa membuat dunia ini lebih baik pada saat kita tinggalkan? Semuanya kembali ke pilihan kita masing-masing.

Semoga kita tidak perlu menunggu sampai mengetahui bahwa hidup kita akan segera berakhir, untuk memutuskan menjalani hidup yang sebenar-benarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun