Mohon tunggu...
Sutanto Wijaya
Sutanto Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Certified Professional Coach (CPC), Freelance Writer

Certified Professional Coach (CPC), Freelance Writer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wajah 75 Tahun Indonesia

18 Agustus 2020   18:00 Diperbarui: 18 Agustus 2020   18:09 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image credit: tribunnews.com

75 tahun. Untuk ukuran manusia, merupakan masa usia senja. Saat dimana mayoritas manusia sudah tidak aktif bekerja dan hanya menjalani hari-hari di masa tua hingga akhir hayatnya. Menurut data BPS, usia harapan hidup warga Indonesia bahkan hanya mencapai 71 tahun.

Tetapi kalau untuk ukuran usia pemerintahan, Republik Indonesia yang di tahun 2020 ini merayakan HUT kemerdekaan yang ke 75, masih relatif muda jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang di tanggal 4 Juli yang lalu merayakan HUT yang ke 244.

Sebenarnya apa sih arti kemerdekaan? Sebuah pertanyaan yang begitu sering ditanyakan setiap kita merayakan HUT kemerdekaan sehingga mungkin sudah menjadi klise. Apakah sekedar berarti kita sudah terbebas dari penjajahan bangsa lain? Setiap individu mungkin punya versi jawabannya masing-masing.

Bagi penulis, hidup di alam yang merdeka berarti kita dapat menjalani hidup yang berkualitas. Hidup yang berkualitas berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan. Tersedia akses untuk mendapatkan pendidikan dan layanan kesehatan yang berkualitas.

Alam kehidupan dimana warga negara memiliki jaminan untuk pekerjaan, adanya stabilitas politik, kebebasan individual, dan lingkungan hidup yang berkualitas.

Berdasarkan aspek-aspek tersebut di atas, bagaimana posisi Indonesia?

Menurut usnews.com, Indonesia menduduki peringkat 32 dari 73 negara yang disurvey. Peringkat 1? Kanada. Tapi kita tidak perlu terlalu jauh membandingkan diri dengan Kanada. Bagaimana posisi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga?

Singapura ranking 20, Malaysia di peringkat 27 dan Thailand di posisi 28. Yang artinya kualitas hidup warga negara di Indonesia masih di bawah negara-negara tersebut. Yang artinya lagi, bangsa kita masih perlu berbenah diri untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup warganya.

Mengelola negara seperti Indonesia yang terdiri dari belasan ribu pulau dan jumlah penduduk yang menempati peringkat keempat terbesar di dunia, yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras, golongan, budaya yang berbeda-beda pastinya sangat kompleks. Pertanyaannya, apakah kita melihat hal ini sebagai potensi atau malah hambatan?

Peran pemimpin, dalam hal ini pemerintah dan para wakil rakyat tentunya sangat penting. Menurut Stephen Covey di dalam bukunya The 8th Habit, untuk bisa mencapai apa yang disebut sebagai Leadership Greatness terdiri dari 4 faktor: modelling, pathfinding, aligning dan empowering.     

Modelling artinya pemimpin harus bisa menjadi contoh. Untuk bisa menjadi contoh, harus ada rasa kepercayaan. Untuk bisa ada rasa kepercayaan, harus ada integritas. Pemimpin harus bisa menginspirasi para pengikutnya untuk menjadi versi terbaik dirinya masing-masing dengan menjadi teladan.

Pathfinding, penentuan visi. Bukan visi yang berasal dari satu dua orang atau kelompok, tapi visi yang dimiliki dan diyakini bersama. Visi bangsa ini sebenarnya sudah jelas. Kita punya Pancasila. Kita juga sudah punya Bhineka Tunggal Ika. Masalahnya, apakah semua yang memiliki label "pemimpin" di negeri ini sudah benar-benar merasa memiliki dan meyakini visi ini?

Aligning, penyatuan visi. Bagaimana pemimpin bisa menyatukan para pengikutnya supaya bisa satu visi. Sekali lagi, visi yang dimaksud adalah sebuah visi yang dimiliki dan diyakini bersama oleh semua pihak, dimana penentuan visi tersebut dengan melibatkan dan mempertimbangkan semua pihak yang berkepentingan.

Hal ini sangat penting, karena kalau ada satu atau beberapa pihak yang merasa kepentingannya tidak terwakilkan di dalam visi tersebut, penyatuan visi tidak akan bisa terwujud. Kalau dilihat, Pancasila yang dirumuskan oleh para founding fathers kita merupakan sebuah visi yang bersifat nasional untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Bukan sebuah visi yang mewakili dan untuk kepentingan satu atau beberapa pihak saja.

Terakhir, empowering. Pemimpin harus bisa memberdayakan para pengikutnya. Untuk bisa memberdayakan pengikut, pemimpin harus bisa mempercayakan pengikutnya untuk melakukan tugasnya tanpa terlalu banyak ikut campur, dan memposisikan diri sebagai servant leader yang siap membantu jika diperlukan.

Untuk bisa melakukan hal ini pemimpin harus bisa mengendalikan egonya,  tidak terobsesi untuk mengatur semua hal dan belajar percaya kepada pengikutnya. Karena itu memang harus bisa memilih pengikut atau pembantu yang bisa dipercaya.

Lalu apa yang bisa dilakukan tiap individu sebagai warga negara? Dalam kaitannya dengan pemimpin, pilihlah pemimpin yang menurut observasi Anda bisa dipercaya dan benar-benar punya visi untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Pemimpin yang bisa dipercaya karena melakukan tindakan-tindakan nyata yang bisa dirasakan manfaatnya bagi masyarakat Indonesia. Ingat, harus dari hasil observasi diri sendiri, bukan karena kata atau saran orang lain.

Hal lainnya adalah terus belajar supaya bisa lebih cerdas dan memiliki pikiran yang terbuka. Jadi masing-masing individu bisa berpikir secara cerdas, rasional dan mandiri. Berpikir mandiri artinya untuk setiap situasi dan kondisi, individu tersebut bisa belajar untuk menganalisa dan mengambil keputusan sendiri yang terbaik. Tidak tergantung kepada pihak lain termasuk figur pemimpin. Pemimpin juga manusia biasa yang tidak terlepas dari kesalahan, jadi fanatisme buta terhadap pemimpin rasanya bukan hal yang bijak.

Bayangkan apa yang bangsa ini bisa capai dengan individu-individu yang cerdas dan berintegritas tinggi. Individu-individu yang meskipun dari latar belakang yang berbeda-beda, dengan karakter dan pola pikir yang tidak sama, tapi disatukan oleh visi dan misi yang sama. Individu-individu yang bisa berkontribusi untuk kemajuan bangsa ini sesuai dengan bakat dan talentanya masing-masing.

Mari kita bahas kembali soal ranking negara. Terlepas dari seberapa valid survey dari usnews.com tersebut, tolak ukur yang bisa kita pakai adalah fakta yang ada di lapangan. Bagaimana taraf hidup di Indonesia jika dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura misalnya?

Jika Anda tidak yakin dengan survey atau hasil riset apapun, buktikan saja dengan observasi dan penelitian pribadi. Kalau punya kerabat atau teman yang tinggal di negara-negara tersebut, mungkin bisa dijadikan sumber informasi. Tentunya tidak ada negara dengan kondisi kehidupan yang 100% ideal. Timbal balik kualitas hidup yang lebih tinggi di Singapura adalah biaya hidupnya yang juga tinggi. Tapi perlu diketahui juga, Singapura adalah negara dengan infrastruktur terbaik di dunia.

Lalu bagaimana dengan Malaysia? Yang paling sederhana mungkin begini saja. Industri wisata medis negeri jiran hari ini terkenal sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Salah satu kontributor pasien terbesar adalah dari Indonesia. Kok bisa? Karena Malaysia punya fasilitas rumah sakit kelas dunia dengan biaya yang relatif terjangkau! Belum lagi faktor kepercayaan terhadap fasilitas dan tenaga medis yang ada di sana.

Jika di saat merayakan 75 tahun kemerdekaannya kualitas hidup warga negara Indonesia masih di bawah warga negara tetangga, apakah di saat peringatan 100 tahun nanti kondisi akan tetap sama?

Semoga tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun