Mohon tunggu...
Sutanto Wijaya
Sutanto Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Certified Professional Coach (CPC), Freelance Writer

Certified Professional Coach (CPC), Freelance Writer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Stop Waiting and Start Writing!

29 Juni 2020   16:06 Diperbarui: 30 Juni 2020   15:39 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Kaboompics .com from Pexels 

“If you wait for inspiration to write, you’re not a writer, you’re a waiter.”

– Dan Poynter

Kalau Anda harus menunggu datangnya inspirasi setiap kali ingin menulis, Anda mungkin harus menunggu dalam waktu yang cukup lama. Mungkin demikianlah yang dimaksud Dan Poynter, seorang pengarang ternama Amerika yang juga pelopor self-publishing.

Jadi bagaimana sebenarnya proses kreatif menulis itu? Apakah hanya ada satu aturan baku yang wajib diikuti semua penulis atau yang ingin menjadi penulis? Saya rasa tidak. Proses kreatif menulis Shakespeare tidak akan persis sama dengan yang dimiliki Hemingway. Cara Stephen King menghasilkan buku-buku best seller nya tidak akan sama dengan proses yang harus dilalui J.K. Rowling.

Anda boleh saja melakukan riset bagaimana proses kreatif para penulis terkenal, dan kemudian mencoba untuk menirunya. Salah satu tips sukses dari para motivator atau pelatih sukses (success coach) adalah dengan mempelajari dan meniru tindakan orang-orang sukses di bidang yang ingin kita tekuni.

Seperti nasihat pelatih sukses sekaligus penulis terkenal Brian Tracy: “Don’t try to reinvent the wheel. Life is too short for that.” Hidup terlalu singkat jika kita mencoba mencari tahu sendiri dari awal bagaimana melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah pernah dilakukan orang lain. Success leaves a trail. Sukses meninggalkan jejak. Kalau bisa mencapai tempat tujuan melalui shortcut, jalan pintas yang menghemat tenaga, waktu dan biaya, mengapa harus memilih jalan yang berliku-liku dan memutar?

Tapi apakah hal ini berarti dengan menjiplak tindakan para penulis sukses kita pasti bisa sukses seperti mereka? Belum tentu. Mengapa demikian? Karena ada faktor penting yang tidak boleh Anda lupakan. The ‘YOU’ factor. Faktor Anda. Maksudnya bagaimana? Maksudnya, Anda tidak boleh lupa bahwa Anda secara individu berbeda dengan orang-orang tersebut. Anda memiliki karakter, kekuatan dan kelemahan, minat, bakat dan talenta yang pastinya berbeda dengan orang lain.

Tahukah Anda, asal mula kata “author” dalam Bahasa Inggris yang artinya penulis atau pengarang, dipengaruhi oleh kata “authentic” yang berarti original atau asli. Dan tentu saja, satu-satunya cara untuk menjadi original adalah dengan menjadi diri Anda sendiri yang seutuhnya, bukan dengan menjiplak total orang lain. Apalagi kalau Anda sampai menjiplak hasil karya orang lain, Anda akan dicap sebagai plagiator dan bisa bermasalah dengan hukum.

So be the authentic you. Be yourself. Mungkin terdengar klise. Tapi kalau kita pelajari alasan kenapa para penulis sukses bisa mencapai taraf kesuksesan yang telah mereka capai, pastinya karena mereka unik dan berbeda. Mereka menawarkan kepada para pembaca sesuatu yang tidak ditawarkan oleh penulis lain. Stephen King sukses dengan ramuan cerita-cerita horror nya. J.K. Rowling sukses dengan cerita magic berbumbu drama ala Harry Potter nya. 

Menurut salah satu teori penulisan, ada empat tipe penulis. Yang pertama, tipe yang disebut sebagai The Grand Plan Writer (TGPW). Tipe penulis ini harus merasa benar-benar siap sebelum bisa mulai menulis. TGPW harus mempersiapkan diri dulu melalui riset dengan cara membaca topik-topik yang berhubungan dengan tema yang akan ditulis.

Dilanjutkan dengan membuat catatan-catatan yang kemudian akan dicoba untuk dianalisa secara menyeluruh sebagai bahan baku penulisan. Terkadang TGPW menambahkan bagian introduction setelah selesai menulis, yang kemudian akan dibaca kembali dari awal sampai akhir secara menyeluruh. TGPW jarang harus melakukan redrafting.

Tipe kedua adalah yang disebut sebagai The Patchwork Writer (TPW). Metode kerja para TPW adalah menulis dengan menggunakan headings atau subtema-subtema yang berkaitan dengan tema utama. Subtema ini yang kemudian akan menjadi sumber ide topik yang akan ditulis. TPW akan menulis berdasarkan tiap subtema, yang kemudian seiring dengan berjalannya proses menulis, akan dicoba untuk dikaitkan dengan bagian dari subtema-subtema yang lain.

Setelah memperoleh draft awal dengan cara ini, TPW kemudian akan meninjau ulang hasilnya secara menyeluruh dan kemudian menambahkan bagian yang dianggap kurang atau menghilangkan bagian yang dianggap tidak perlu atau tidak relevan. Hasil akhirnya adalah gabungan tulisan berdasarkan subtema-subtema yang ditulis secara terpisah, yang kemudian dipoles menjadi sebuah argumen terstruktur.

Tipe ketiga, The Architect Writer (TAW). TAW menulis dengan menggunakan diagram yang berisi catatan-catatan atau ide-ide penulisan. Diagram ini bisa terdiri dari bagian introduction yang menjadi “atap rumah”, ide-ide dan argumen-argumen beserta contoh-contoh pendukung yang menjadi bagian body tulisan, dan bagian conclusion atau kesimpulan yang menjadi “pondasi rumah”. TAW berpikir dan membuat rencana penulisan bahkan sebelum berpikir untuk mulai menulis.

Tipe terakhir, The Diver Writer (TDW). TDW adalah tipe yang terjun langsung menulis tanpa banyak embel-embel perencanaan, kerangka atau sejenisnya. Ide-ide kemudian mengalir dengan sendirinya dan bersifat acak. Terkadang TDW baru menyadari arah tulisannya setelah tenggelam cukup dalam materi tulisannya sendiri. Tidak heran kalau TDW biasanya harus menghapus bagian-bagian tertentu dari tulisannya dan membuat beberapa draft.

Seorang TDW bisa tiba-tiba mendapat ide untuk memulai bagian tulisan yang baru ketika masih dalam proses menulis bagian tertentu. Meskipun terkesan acak dan tidak terstruktur, pada akhirnya TDW bisa menghasilkan sebuah produk tulisan akhir dengan metode ini.

Ok. Setelah panjang lebar bicara tentang penulis dunia dan teori tipe penulis, bagaimana proses kreatif saya dalam membuat tulisan ini? Dan tipe penulis seperti apakah saya? Well, setelah merenung, meditasi dan melalui proses introspeksi diri yang melibatkan memandangi sunset selama berhari-hari dan pengharapan akan purnama yang tak kunjung datang, dapat disimpulkan bahwa saya termasuk tipe The Diver Writer yang langsung mulai saja menulis.

Dari pengalaman sebelumnya, secangkir latte biasanya cukup membantu, meskipun saya belum melakukan riset mendalam dampak kopi dalam proses kreatif menulis. Tulisan ini tidak melibatkan kafein, hanya sebuah pisang, beberapa kacang mete dan cream puff. Ide-ide mengalir dengan sendirinya. Tapi tentu saja tidak sesederhana itu. Tetap melibatkan sedikit riset dan proses pencarian bahan tulisan.

Tips menulis? Take Nike’s advice and Just Do It! Lakukan saja. Tulisan yang Anda hasilkan mungkin belum mendapatkan penghargaan Pulitzer, dan yang mau membaca tulisan Anda mungkin hanya Ibu dan Nenek, dengan sedikit dipaksa. Jangan berkecil hati dan tetaplah menulis. Kalau Anda hobi menulis, Anda pasti akan merasakan sedikit kepuasan ketika berhasil menuntaskan misi menulis Anda.

Kritik dan masukan-masukan dari orang lain bisa dijadikan bahan untuk memperbaiki tulisan Anda. Dan seperti skill-skill lainnya, kemampuan menulis memerlukan latihan dan pengulangan terus menerus untuk bisa menjadi lebih baik. J.K. Rowling mungkin menulis tentang magic, tapi saya yakin proses kreatif menulisnya tidak melibatkan ilmu sihir. Atau mungkin beliau belum tertangkap basah.       

Kembali ke kutipan yang mengawali tulisan ini, Anda tidak perlu menunggu inspirasi atau wahyu dari langit untuk mulai menulis. Mulailah dengan hal-hal yang menarik perhatian Anda, atau hal-hal yang meresahkan Anda (resep maut Raditya Dika).

Kalau tema atau ide sudah tersedia, lakukan riset dengan membaca media online maupun offline. Kembangkan dengan gaya penulisan Anda sendiri. Dan yang paling penting, enjoy the process! Jalani dan nikmati saja proses kreatif menulis tanpa harus berharap hasil akhir tulisan Anda akan menjadi best seller, untuk tingkat RT/RW sekalipun.

Kalau orang-orang di RT/RW Anda tidak bisa menghargai tulisan Anda, jangan lantas marah dan menyalahkan mereka. Salahkanlah Ketua RT yang gagal membangun team spirit, sense of belonging serta sikap saling mendukung di lingkungannya. Ok, sebelum ngawur ngidul saya berlanjut, sebaiknya saya tutup tulisan ini dengan kutipan dari seorang legenda basket, Michael Jordan: “I can accept failure, everyone fails at something. But I can’t accept not trying.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun