Mari kita flash back sejenak. Kapan terakhir kali Anda panik dalam situasi tertentu dan akhir ceritanya happy ending? Kalau dari pengalaman saya pribadi, panik jarang atau bahkan tidak pernah mendatangkan akhir yang baik.
Mungkin yang menjadi pengecualian adalah ketika dalam situasi yang mengancam keselamatan jiwa, Anda tiba-tiba seperti menemukan kekuatan ekstra atau menjadi kreatif sehingga bisa melakukan tindakan-tindakan diluar batas kemampuan normal Anda sehingga bisa selamat dari situasi tersebut. Atau dengan kata lain, respon fight-or-flight menyelamatkan hidup Anda.
Tapi diluar kondisi khusus seperti itu, panik tidak membantu. Ketika panik, Anda cenderung tidak bisa berpikir dengan tenang dan jernih. Dalam keadaan demikian, keputusan yang Anda buat dan tindakan yang Anda lakukan tidak mendatangkan hasil yang diinginkan.
Contoh, Anda mulai panik karena jumlah penghasilan tidak bisa menutup pengeluaran bulanan Anda. Karena merasa terjepit, Anda ikut-ikutan teman main saham tanpa bekal ilmu apapun. Dan ketika nilai saham yang Anda beli terjun bebas, Anda langsung melakukan panic selling. Kalau sudah begitu, sudah pasti Anda akan mengalami kerugian finansial. Maunya untung malah buntung. Dan bukannya berhasil keluar dari masalah keuangan, Anda malah semakin terpuruk. Terdengar familiar? Â Â
Dalam kondisi yang penuh dengan ketidakpastian seperti sekarang ini, yang Anda butuhkan adalah sikap waspada, bukan panik. Dengan waspada, Anda tetap bisa berpikir jernih untuk menyusun strategi dan memutuskan tindakan yang harus dilakukan untuk menghadapi situasi yang menantang ini. Â Â
Karena kalau kita mau cukup rendah hati untuk belajar dari pengalaman masa lalu, situasi seburuk apapun pasti akan berakhir. Masalahnya, ketika kondisi sudah membaik, apakah Anda masih bertahan? Atau Anda sudah terlanjur lenyap karena digerogoti virus panik?
Lalu apa tindakan konkret yang bisa kita lakukan? Tetap waspada dan tidak panik adalah bagian dari Cerdas Berprilaku. Tidak menimbun sembako yang membuat orang lain yang membutuhkan menjadi kekurangan dan mengakibatkan inflasi. Kalau sampai terjadi kenaikan harga sembako karena  aksi panic buying atau spekulasi, yang rugi dan merasakan juga kita semua.
Belum lagi masalah panic buying Anda yang juga berpotensi memancing kepanikan orang lain yang melihat aksi borong sembako Anda. Pernah dengar istilah monkey see monkey do? Kita ini boleh saja mengaku sebagai Homo Sapiens yang katanya manusia bijaksana, tapi maaf kata, ketika dilanda panik, kita seakan-akan turun kasta kembali menjadi golongan primata yang hanya bisa mengikuti tindakan orang lain tanpa berpikir terlebih dahulu.
Cerdas berprilaku juga berarti Anda tidak melakukan aksi penarikan dana besar-besaran atau rush ke bank. Ketika Anda memutuskan untuk menyimpan uang hasil jerih payah Anda di bank tertentu, pastinya sudah mempertimbangkan aspek kredibilitas bank tersebut. Percayalah, pihak bank juga pasti berusaha maksimal untuk menjaga kepercayaan nasabahnya. Karena tanpa adanya kepercayaan bisnis apapun tidak akan bisa bertahan.
Hal yang sama juga berlaku untuk produk investasi seperti saham, reksa dana dan lain-lain. Coba ingat kembali kenapa dulu Anda memutuskan untuk membeli saham atau produk reksa dana tertentu? Pastinya Anda sudah mempelajari terlebih dahulu sebelum berinvestasi. Kalau yang Anda beli merupakan saham perusahaan yang punya fundamental bagus, pastinya di jangka panjang nilainya akan naik. Untuk reksa dana juga sama, selama dikelola oleh manajer investasi yang sudah punya track record bagus, hasilnya pasti akan baik di jangka panjang.Â
Masih ragu juga? Ingat, kita punya pemerintah. Perusahaan dan institusi bisnis boleh saja gagal dan collapse, tapi pemerintah tidak. Negara Republik Indonesia sudah berdiri hampir 75 tahun melewati segala macam terjangan ombak dan badai. Tantangan dan ujian yang kita hadapi saat ini pastinya akan kita lewati juga. Tidak percaya dengan pemerintah? Mungkin Anda perlu mempertimbangkan untuk ganti paspor. Tapi sebelum Anda memutuskan untuk ubah alamat, ada baiknya introspeksi dulu. Karena kalau mindset dan sikap mental tidak diubah, pindah ke manapun tidak akan bermanfaat. Â Â
Apa lagi yang bisa kita lakukan selain cerdas berprilaku? Kita juga harus mendukung program pemerintah yakni Makroprudensial Aman Terjaga dan Stabilitas Sistem Keuangan. Bagaimana caranya? Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, dengan tidak melakukan rush ke bank, tidak melakukan panic selling. Tidak berspekulasi juga di pasar saham, pasar uang, pasar tradisional, pasar apapun. Melakukan spekulasi artinya Anda berusaha mencari untung ditengah situasi yang sangat tidak menguntungkan. Pakai hati nurani Anda, mudah-mudahan masih ada. Â
Sekali lagi, kalau sampai stabilitas keuangan negara kita bermasalah, siapa yang merasakan? Kita semua. Mungkin Anda merasa aman karena harta sudah berlimpah dan secara pribadi tidak akan ada masalah meskipun negara dilanda resesi ekonomi. Tapi kondisi pandemi seperti sekarang seharusnya membuka mata Anda. Virus tidak pilih-pilih korban. Semua orang bisa terjangkit. Dan kalau sampai kejadian Anda terinfeksi, segala harta yang Anda timbun tidak bisa menyelamatkan Anda.
Jadi kita tidak sedang berbicara tentang krisis ekonomi biasa, tapi krisis luar biasa berskala global yang dipicu oleh penyakit yang belum ada obatnya! Krisis seperti ini seharusnya membuat kita semua sadar dan belajar untuk menjadi lebih rendah hati.
Sebaliknya, apa yang bisa Anda lakukan seandainya kondisi Anda serba kekurangan? Tetap saja, jangan panik. Sabar dan tetap berusaha. Jangan buang-buang energi Anda untuk marah-marah dan menyalahkan pihak lain ataupun keadaan. Karena tidak akan menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah Anda.
Coba pikirkan sejenak, apa yang bisa Anda lakukan dalam kondisi seperti sekarang ini? Pengetahuan dan skill apa yang Anda miliki, yang kalau dimanfaatkan bisa mendatangkan penghasilan untuk Anda? Coba evaluasi semua sumber daya yang Anda miliki. Fokus ke solusi dan semua yang Anda miliki saat ini, bukan pada masalah dan hal-hal yang tidak Anda punyai.
Kondisi serba sulit seperti sekarang juga memberikan peluang untuk introspeksi diri. Kalau selama ini Anda selalu mengalami masalah keuangan, yang menjadi semakin parah karena kondisi pandemi, apa penyebabnya? Bagaimana gaya hidup Anda selama ini?
Apakah karena gaya hidup Anda sebenarnya melebihi kemampuan? Apakah selama ini Anda ada perencanaan keuangan, atau hanya mengalir seperti air? Perencanaan keuangan bukan ilmu roket, yang hanya bisa dikuasai dan dilakukan oleh sekelompok orang eksklusif. Hal paling sederhana yang bisa Anda lakukan adalah, pastikan pengeluaran Anda tidak sama dengan atau lebih besar dari penghasilan Anda.
Pastikan tiap bulan ada porsi yang bisa Anda tabung. Dan kalau tabungan Anda sudah cukup banyak, bisa disisihkan sebagian untuk investasi dan dijadikan modal usaha kecil. Jangan pakai semua tabungan Anda untuk investasi dan bisnis, karena Anda tetap perlu jaring pengaman sosial jika sewaktu-waktu investasi dan bisnis Anda tidak berjalan seperti yang diinginkan.
Apakah Anda termasuk golongan yang tidak pernah bisa menabung? Saya tidak perlu kenal Anda untuk bilang dengan pasti, hal tersebut disebabkan karena Anda salah konsep. Setiap dapat penghasilan, Anda akan pakai dulu untuk belanja semua "keperluan" sebelum ditabung kalau ada sisanya. "Keperluan" disini saya kasih tanda petik karena sering terjadi tidak semua hal yang Anda anggap perlu sebenarnya benar-benar Anda butuhkan. Coba cek dan evaluasi setiap detil pengeluaran bulanan Anda.
Dengan konsep seperti ini, yakni pakai dulu dan tabung kemudian kalau ada sisa, bisa jadi setiap bulan tidak ada sisa yang bisa ditabung. Karena menabung tidak menjadi prioritas Anda. Konsep yang benar adalah tabung dulu, sisanya baru dipakai. Berapa besar porsi pembagiannya? Sesuaikan dengan kondisi Anda masing-masing, tapi saran saya, sisihkan 30% dari penghasilan bulanan Anda untuk ditabung, investasi atau modal usaha. Jadi maksimal pakai 70% dari penghasilan untuk semua kebutuhan Anda. Â Â
Kalau misalnya setiap rincian pengeluaran bulanan Anda memang untuk kebutuhan pokok seperti makan, kesehatan, pendidikan anak, dan lain-lain, coba evaluasi apakah ada porsi yang bisa dikurangi? Kalau dalam keadaan kesulitan ekonomi, memang tidak ada pilihan kecuali berhemat.
Idealnya adalah Anda hidup sederhana dan berhemat disaat kondisi ekonomi seperti apapun, krisis ataupun tidak. Jangan menunggu dipaksa keadaan, paksa diri Anda untuk disiplin. Mengapa harus memaksa diri untuk tidak nyaman? Karena di jangka panjang Anda juga yang akan menikmati hasilnya. Disaat orang lain yang tidak punya perencanaan keuangan mengalami kesulitan, Anda bisa bertahan karena telah punya persiapan.
Mungkin Anda bertanya-tanya, apa hubungannya manajemen keuangan pribadi Anda dengan mendukung program Makroprudensial Aman Terjaga dan Stabilitas Sistem Keuangan nya pemerintah? Sangat berhubungan. Kalau setiap warga Indonesia mengelola keuangan pribadinya dengan baik dan cerdas secara finansial, tidak akan terjadi aksi rush, panic selling, dan spekulasi yang kalau dilakukan secara masal dan kolektif bisa mengancam stabilitas keuangan dan ekonomi nasional.
Oh ya, satu hal yang tidak kalah penting adalah masalah hoax. Kita hidup di abad informasi dimana ada satu istilah keren, information at your fingertips. Anda bisa mengakses informasi setiap saat melewati smartphone yang hampir selalu dalam genggaman Anda. Segala macam informasi dapat dibaca di internet, termasuk hoax. Ingat, jangan mudah percaya semua yang Anda baca, cross-check dulu ke sumber yang kredibel. Lebih parah lagi kalau Anda ikut jadi penyebar hoax tanpa tahu benar tidaknya informasi yang Anda teruskan. Â Â
Jika selama ini Anda berkoar-koar tentang rasa nasionalisme, sekarang saatnya Anda membuktikannya dengan memulainya dari diri Anda. Kita semua sebagai warga negara Indonesia, berada dalam perahu yang sama, dan sama-sama menghadapi perang melawan pandemi Covid-19 ini. Setiap orang tanpa terkecuali. Ambil tanggung jawab pribadi. Lakukan porsi kita masing-masing untuk bangsa ini.
Sebagai penutup, mengutip judul tulisan, "Apa yang Pasti Ditengah Ketidakpastian?" Yang pasti adalah, panik tidak akan membantu. Yang pasti, menyalahkan pihak lain dan keadaan tidak akan bermanfaat. Yang pasti, melakukan rush, panic buying, panic selling, spekulasi, menyebar hoax, bukan solusi. Yang pasti, dengan tetap Cerdas Berprilaku, dan melakukan porsi kita masing-masing untuk mendukung program  Makroprudensial Aman Terjaga dan Stabilitas Sistem Keuangan, Indonesia akan bisa melewati era ketidakpastian ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H