Mohon tunggu...
Sutan Seleb
Sutan Seleb Mohon Tunggu... -

Dunia hiburan menjadi obsesi dan idaman siapapun setelah jenuh dalam aktivitas serius

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penghibur

8 November 2011   04:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:56 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku Sutan Seleb. Ini kupakai begitu orang-orang mengharapkan kutampil sebagai penghibur mereka dalam dunia hiburan. Karena terdorong pekerjaan itulah,maka mereka memanggilku Sutan Seleb. Mulanya kutolak. Namun kemudian tiada kuasa,  sehingga membuatku lupa memelihara nama asliku.

[caption id="attachment_147462" align="aligncenter" width="155" caption="Dikutip dari Google.com"][/caption]

Tapi,apalah arti sebuah nama panggilan. Toh, tidak membuatku kesal dengan nama yang gampang diingat siapa saja. Apalagi kadang nakalnya MC menyingkat namaku menjadi Suleb, yang berarti lebih satu karakter dari pelawak Sule yang lagi naik daun.

Sebenarnya, kisahku menghibur orang banyak tidak jauh berbeda dengan kehidupan keseharianku. Ini dirasakan oleh perempuan yang tengah berbaring di sisiku saat ini. Ia baru saja kunikahi pagi hari. Terlihat pundaknya yang mulus dengan tarikan selimut hingga ke atas dadanya. Matanya tidak mampu menyembunyikan rasa bahagia sehabis bercinta denganku. Ya, kami habis melakukan gerakan duniawi. Masih kurasakan betapa peluh menyembul dari pori-pori kami berdua.

“Bagaimana sayang,” sapaku.

Ia tidak menjawab dan hanya tersenyum menawan. Kudekatkan kembali wajahku padanya. Hidungku menyapu hidungnya. Sedikit perlahan. Menekan. Lepas.Menakan.Lepas. Huff!

Kudengar rintihan seakan suara ilalang tertiup angin. Sunyi. Bersuara. Sunyi. Bersuara. Ia menikmati benar terkena ciumanku.Geliat kami berdua bak kucing mandi debu, bergumul. Saling berganti posisi, kadang di atas kadang di bawah.

“Ab..aangg,” kudengar suara Ningsih di bawahku. Dengan cepat ia memelukku dan menyodorkan bibirnya buat kulumat. Aku tahu benar, ia ingin lagi, dan lagi. Hmm...perempuan ini begitu tangguh. Ia tidak cukup dengan dilayani dengan stand up comedy sebagaimana kerjaku menghibur selama ini di depan publik.

Oh, aku tak tahan ....dan terus melanjutkan apa yang diminta Ningsih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun