Mohon tunggu...
Sutan Hartanto
Sutan Hartanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang pendidik yang belajar menulis. Pemilik dan pengelola situs : http://www.kisah-cinta.com Pendiri dan pengembang situs sekolah: http://www.pelangi-indonesia.net

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tegak di Antara Puing-Puing (23)

25 April 2015   20:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:41 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan ke Klaten cukup lancar. Mereka melaju dengan kecepatan sedang sambil menikmati perjalanan.  Tetapi kenikmatan itu agak terganggu dengan pemandangan memilukan yang kadang-kadang melintas di depan mata. Bangunan-bangunan  yang hancur atau rusak berat. Reruntuhan yang debunya beterbangan tertiup angin. Candi Prambanan yang biasanya ramai terlihat senyap, ditutup sementara karena rusak akibat gempa.

Memasuki daerah Klaten dan terutama wilayah Gantiwarno, bekas amukan gempa semakin jelas terlihat. Di kiri kanan jalan yang biasanya dihiasi deretan rumah beragam bentuk, ukuran dan model, sekarang berubah menjadi deretan reruntuhan bangunan, deretan puing-puing dengan debu beterbangan di atasnya.

Landung yang berkendara paling depan semakin mempercepat laju motornya. Ia ingin segera melihat keadaan keluarga kakeknya dan rumah yang mereka huni. Semoga kerusakannya tidak terlalu parah, pikirnya. Bima dan Darma yang berkendara di belakangnya ikut mempercepat laju motornya. Mereka mengerti apa yang dipikirkan dan dirasakan Landung saat ini. Mereka pun ikut merasakannya.

Memasuki gang menuju rumah Kakek Landung, keempat orang itu menjadi agak tenang. Kondisi rumah-rumah di sana kelihatannya agak mendingan. Memang beberapa rumah terlihat roboh dan hancur, tapi kebanyakan rumah di sana masih berdiri, bahkan utuh tanpa cela, seolah tanah di bawahnya belum pernah bergetar sesenti pun.

Dan sampailah mereka di rumah yang dituju. Kakek Landung yang sedang duduk di bangku kayu di bawah pohon rambutan yang menaungi halaman rumahnya tersenyum lebar melihat keempat orang itu memasuki halaman. Landung memarkir motornya dan bergegas menghampiri kakeknya. Bima, Made dan Darma mengikuti di belakangnya.

"Kamu, Ndung!" sapa kakeknya gembira sambil menepuk-nepuk bahu Landung.

"Iya, Kek" jawab Landung tersenyum lebar. "Kakek apa kabar, sehat?"

"Yah, sehat. Berkat Tuhan, kami semua selamat di sini. Aku, nenekmu, dan pamanmu."

"Syukurlah, Kek. Rumahnya bagaimana?"

"Tidak apa-apa. Atapnya jebol sebagian, tapi tidak terlalu parah," jawab kakek Landung sambil menunjuk atap rumahnya.

Keempat orang itu mengarahkan pandangannya ke atap rumah itu. Rumah berpuncak dua itu masih berdiri kokoh. Tapi puncak atapnya yang sebelah barat ringsek. Gordingnya patah, kedua kuda-kudanya miring, dan keseluruhan atap itu tertekuk ke bawah membentuk segitiga tak beraturan.

Seorang laki-laki terlihat berada di atas atap itu, dengan hati-hati melepas gentengnya satu demi satu, dan memberikannya pada seorang laki-laki lain yang menunggu di bawahnya dengan berdiri di kursi kayu. Landung mengenali laki-laki setengah umur di atas atap itu.

"Paman Kusno!" serunya nyaring.

(bersambung)

Cerita ini fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama, tempat, dan peristiwa, hanyalah kebetulan belaka dan bukan merupakan kesengajaan.

© Sutan Hartanto

Hak cipta dilindungi undang-undang. All Rights Reserved

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun