Mohon tunggu...
Sutan Hartanto
Sutan Hartanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang pendidik yang belajar menulis. Pemilik dan pengelola situs : http://www.kisah-cinta.com Pendiri dan pengembang situs sekolah: http://www.pelangi-indonesia.net

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tegak di Antara Puing-Puing (19)

20 April 2015   22:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:52 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1428337288984585240

"Iya, Pak, kasihan Mbah Dono," timpal Darma sambil mengangguk-angguk. "Ini gara-gara isu tsunami itu. Benar-benar penyebar isu itu tidak punya perasaan. Pak Jito sudah dengar berita di radio belum? Kabarnya, orang-orang yang kembali ke rumahnya atau reruntuhan rumahnya yang tadi ditinggal lari gara-gara isu tsunami itu, mendapati bahwa barang-barangnya hilang. Televisi, sepeda, tape, VCD player, sepatu, barang-barang lain yang masih bagus dan bisa dijual, banyak yang hilang."

Pak Jito menggeram. "Jadi niat mereka menyebar isu itu untuk mencuri?!"

"Sepertinya begitu, Pak."

"Benar-benar laknat mereka!"

"Saya bisa membayangkan, betapa terpukul, geram dan sakit hatinya mereka, para korban gempa itu. Sudah rumahnya hancur, harus pontang-panting lari menghindari air bah yang tidak pernah datang, kembali dengan rasa mendongkol, lalu mendapati barang-barang berharganya lenyap."

Sejenak tidak ada yang bicara. Ibu yang sejak tadi tidak mengeluarkan suara, dan sekedar sekali-kali tersenyum atau mengiyakan cerita Pak Jitu, juga tetap membisu.

Petang berubah malam, dan Pak Jito pun berpamitan pulang. Darma mengantarkannya sampai ke pintu pagar rumahnya. Dilihatnya di seberang sana, dua lembar tikar tergelar di lantai teras Pak Jito. Setumpuk selimut dan bantal nampak tertata rapi di salah satu tikar itu. Pak Jito memandang ke arah yang sama.

"Malam ini kami tidur di teras," ujar Pak Jito, seolah bisa membaca pertanyaan di pikiran Darma. "Ibunya anak-anak masih trauma dengan kejadian tadi. Ia takut terjadi gempa susulan, dan tak punya kesempatan menyelamatkan diri gara-gara tidur di dalam rumah."

"Ooo....."

"Pak Komang, Pak Aslan dan Pak Temu, mereka juga mau tidur di luar katanya. Nak Darma bagaimana?"

"Entahlah, Pak," jawab Darma mengambang. "Tergantung ibu dan Kak Tiur. Kalau saya sih, mungkin tidur di dalam, di sofa dekat pintu. Biar kalau ada apa-apa langsung bisa keluar rumah. Atau mungkin kami akan menggelar tikar di ruang tamu dan tidur di sana. Ibu sudah sepuh, kasihan kalau harus tidur di luar."

"Ya...," Pak Jito mengangguk-angguk. "Baik, Nak Darma, saya pamit dulu."

"Silakan, Pak. Naik bis atau kereta, kan rumahnya jauh?" jawab Darma bergurau. Pak Jito tertawa sambil melangkah pergi, kembali ke rumahnya.

* * *

(bersambung)

Cerita ini fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama, tempat, dan peristiwa, hanyalah kebetulan belaka dan bukan merupakan kesengajaan.

© Sutan Hartanto

Hak cipta dilindungi undang-undang. All Rights Reserved

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun