Mohon tunggu...
Sutan Hartanto
Sutan Hartanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang pendidik yang belajar menulis. Pemilik dan pengelola situs : http://www.kisah-cinta.com Pendiri dan pengembang situs sekolah: http://www.pelangi-indonesia.net

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tegak di Antara Puing-Puing (14)

15 April 2015   22:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:03 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sudah, sudah...." kata Darma sambil tertawa. Setelah beberapa lama berjuang akhirnya Darma pun terbebas dari "cengkeraman" anak-anak itu.

"Kok Om Darma ndak pernah ke sini sih?" tanya Ela, si sulung, dengan wajah cemberut.

"Lho, Om Darma hampir tiap hari mampir ke kios ini," bantah Darma membela diri. "Hanya jarang ketemu kalian. Kalau pagi, kalian masih sekolah. Kalau sore, kalian sudah pulang ke rumah."

"Ah, alasan saja," sahut Eva, adiknya dengan bibir manyun.

Darma tertawa saja menyaksikan tingkah anak-anak itu. "Kakek Ranu di mana?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Tadi ikut main sama kami, tapi terus masuk. Capek, mau istirahat katanya," jawab Ela.

"Oh, begitu. Iya, Kakek Ranu kan sudah sepuh, jadi harus banyak istirahat biar tidak kecapekan. Kalian sedang main apa nih?"

"Sudamanda!" jawab anak-anak itu serentak.

"Om Darma boleh ikut main tidak?"

"Boleehh...." jawab mereka, tetap serentak.

Jadilah Darma ikut bermain bersama anak-anak itu. Sejenak pikirannya teralihkan dari peristiwa pagi tadi yang mengganggu ketenangan pikirannya. Permainan sederhana itu, dan kegembiraan anak-anak itu saat memainkannya membuatnya terinspirasi untuk ikut bergirang hati.

Capek bermain, Darma meninggalkan anak-anak itu dan kembali ke kios. Ia tidak perlu khawatir meninggalkan anak-anak itu di sana. Mereka memang biasa bermain di sana, sendiri atau ditemani Pak Ranu. Halaman itu dikelilingi oleh pagar tembok yang cukup tinggi, dengan kawat-kawat berduri di atasnya. Pohon mangga dan rambutan yang rindang mampu membuat tempat itu cukup sejuk dan nyaman untuk bermain. Sebagian halaman itu termasuk di bawah kedua pohon itu terhampar rumput hijau yang tebal dan empuk. Berbaring di hamparan rumput itu senyaman berbaring di permadani Persia. Lagipula, dari jendela belakang kios, orang-orang yang ada di kios bisa mengawasi anak-anak itu.

"Kamu tidak keliling?" tanya Tono sambil menyortir koran lama yang tidak laku terjual.

"Tadi pagi sudah, di Sewon. Tapi hanya sebentar. Dapat lima rumah terus kembali ke sini," jawab Darma sambil membuka-buka koran lokal terbitan hari ini. "Tidak ada yang bisa dibaca meternya. Semua rumah hancur atau rusak berat."

Sejenak tidak ada yang mengeluarkan suara. Semua menyimak radio yang dari waktu ke waktu menyiarkan informasi-informasi penting terkait dengan gempa tadi pagi.

Radio. Ya, untung Hasna punya radio bertenaga baterai di kios. Saat itu aliran listrik di daerah Bantul dan bagian selatan Jogjakarta diputus oleh PLN, demi keamanan. HP juga tidak berfungsi. SMS tidak dapat dikirim dan panggilan telepon tidak dapat dilakukan.

(bersambung)

Cerita ini fiktif belaka. Apabila ada kesamaan nama, tempat, dan peristiwa, hanyalah kebetulan belaka dan bukan merupakan kesengajaan.

© Sutan Hartanto

Hak cipta dilindungi undang-undang. All Rights Reserved

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun