Diberi judul yang sama, tulisan ini memang terkait erat, hampir-hampir merupakan lanjutan dari tulisan saya sebelumnya. Jadi untuk yang belum membaca, silakan meluangkan waktu untuk menyimaknya di link ini:
Dukung Presiden Jokowi Menjadi Petugas Rakyat
Dalam tulisan terdahulu tersebut, saya mencoba "menguji" (maafkan istilah ini) apakah pernyataan Megawati bahwa presiden harus menjalankan garis kebijakan politik partai itu masuk akal atau tidak. Dan hasilnya, tidak (atau kurang) masuk akal, setidaknya bagi saya. :)
Lalu apakah pernyataan tersebut konstitusional? Ini perlu "diuji", terlebih mengingat Megawati selalu mengajak kita semua, lebih-lebih penyelenggara negara untuk kembali kepada konstitusi, untuk mematuhi konstitusi.
Mari kita simak kembali pernyataan lengkap Megawati terkait dengan hal itu.
"Landasan konstitusionalnya pun sangat jelas. UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, mengamanatkan bahwa presiden dan wakil presiden dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Itulah mekanisme konstitusional yang kita kenal. Hukum demokrasilah yang mengatur itu, bahwa presiden dan wakil presiden memang sudah sewajarnya menjalankan garis kebijakan politik Partai.”
Yang dikutip Megawati dalam pernyataan tersebut adalah UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, khususnya Pasal 8, yang bunyi lengkapnya demikian.
Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.
Titik. Itu lengkapnya. Lalu bagaimana dengan kalimat selanjutnya, yaitu, "Hukum demokrasilah yang mengatur itu, bahwa presiden dan wakil presiden memang sudah sewajarnya menjalankan garis kebijakan politik Partai."? Apakah pernyataan tersebut ada dasar konstitusionalnya? Adakah undang-undang yang dijadikan rujukan?
Saya mencoba membaca Undang-Undang No. 42 Tahun 2008. Dalam undang-undang setebal 152 halaman (110 halaman ditambah penjelasan setebal 42 halaman), yang terdiri dari 262 pasal tersebut, tidak ada satu pasal atau ayat pun yang mengatur bahwa presiden dan wakil presiden seyogyanya menjalankan kebijakan politik partai (atau gabungan partai) yang mencalonkannya.
Bahkan dalam penjelasannya, terang benderang dinyatakan bahwa, "...penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan dengan tujuan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh dukungan kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945." (Bagian Penjelasan, halaman 1). Juga, ""Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia terpilih adalah pemimpin bangsa, bukan hanya pemimpin golongan atau kelompok tertentu." (Bagian Penjelasan, halaman 1)
Dari dua kutipan tersebut, jelas bahwa tujuan kita memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden adalah dalam rangka tercapainya tujuan nasional, bukan tujuan atau garis kebijakan partai politik mana pun, bahkan partai pengusungnya. Bahwa garis kebijakan itu mungkin selaras dengan tujuan nasional, itu lain soal. Tapi yang jelas, yang diupayakan presiden adalah tercapainya tujuan nasional (yang kebetulan selaras dengan tujuan partai itu), bukan tujuan partai itu.
Juga, presiden dan wakil presiden adalah pemimpin bangsa, bukan pemimpin golongan atau kelompok (bisa dibaca: partai) tertentu. Jadi, presiden dan wakil presiden adalah petugas negara, salah seorang petugas yang bekerja dan berjuang untuk mencapai tujuan negara. Jadi bukan petugas partai, yang bekerja dan berjuang untuk mencapai tujuan partai. Fungsi itu biarlah dilakukan oleh ketua umum partai tersebut berikut jajaran pengurusnya, bukan presiden atau wakil presiden.
Baik, mungkin Megawati dan PDIP merasa berjasa karena telah mengantar dan mendampingi Jokowi menuju jenjang kepresidenan. Tentu, jasa itu harus kita akui. Itu bukan jasa yang kecil atau harus dikecilkan. Merekrut dan mengkader seseorang untuk menjadi pemimpin bangsa membutuhkan tenaga, pikiran, dan sumber daya lain yang luar biasa besar.
Tetapi, seharusnya Megawati dan PDIP tidak perlu merasa terlalu berjasa, sedemikian hingga menuntut Presiden Jokowi untuk melayani kepentingan partainya, (yang dengan ini justru tidak sesuai dengan konstitusi). Harus diakui bahwa pada masa itu (lepas dari kinerjanya saat ini), Jokowi memang merupakan sosok yang paling diharapkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia untuk mengambil alih kepemimpinan bangsa ini, yang segera ditinggalkan oleh SBY. Jokowi merupakan magnet yang kuat untuk mendulang suara, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk partai yang menaunginya. Jika PDIP saat itu tidak mencalonkan Jokowi, akan banyak partai lain yang "berebut" mencalonkan beliau (jika beliau bersedia). Karena dengan mencalonkan Jokowi, ditambah strategi kampanye yang tepat, kemenangan sudah hampir bisa dipastikan.
Dengan begitu, seharusnya PDIP merasa beruntung dengan adanya sosok Jokowi di partainya. Kontribusi sosok Jokowi terhadap kemenangan PDIP cukup berarti dan harus diakui, meski tidak ada data kuantitatif yang bisa membuktikan pernyataan itu. Jika pun coba dihitung-hitung, pada pemilu legislatif tahun 2009, PDIP memperoleh 14 (koma sekian) persen. Tanpa gebrakan politik yang berarti (selain mencalonkan Jokowi menjadi presiden), taruhlah partai ini akan memperoleh suara yang relatif sama pada pemilu 2014. Tapi ternyata partai ini menjadi pemenang pemilu dan memperoleh suara 19 (koma sekian) persen, jadi mengalami kenaikan luar biasa, sekitar 5%. Pikiran yang jernih dan dada yang lapang tidak akan sulit untuk mengakui peran/pengaruh kehadiran sosok Jokowi di partai ini terhadap kenaikan tersebut.
Jadi, mari kita dukung dan bantu sepenuhnya, agar Presiden Jokowi tetap menjadi petugas yang baik, menjalankan kewajiban dan tugas-tugasnya dengan baik, untuk kepentingan rakyat, kepentingan kita. Kita dukung Presiden Jokowi menjadi Petugas Rakyat.
Landasan konstitusionalnya pun sangat jelas. UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, mengamanatkan bahwa presiden dan wakil presiden dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Itulah mekanisme konstitusional yang kita kenal. Hukum demokrasilah yang mengatur itu, bahwa presiden dan wakil presiden memang sudah sewajarnya menjalankan garis kebijakan politik Partai. - See more at: http://risamariska.com/berikut-pidato-lengkap-megawati-saat-pembukaan-kongres-iv-pdip/#sthash.VxWiAIE3.dpuf
Landasan konstitusionalnya pun sangat jelas. UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, mengamanatkan bahwa presiden dan wakil presiden dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Itulah mekanisme konstitusional yang kita kenal. Hukum demokrasilah yang mengatur itu, bahwa presiden dan wakil presiden memang sudah sewajarnya menjalankan garis kebijakan politik Partai. - See more at: http://risamariska.com/berikut-pidato-lengkap-megawati-saat-pembukaan-kongres-iv-pdip/#sthash.VxWiAIE3.dpuf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H