Dalam kesempatan ini, guetuye menyampaikan ucapan terimakasih kepada para penanggap tulisan guetuye di sini http://politik.kompasiana.com/2012/07/06/ajakan-sesat-ahok-jangan-taat-pada-ayat-ayat-suci-tapi-pada-ayat-konstitusi/
Meski harapan untuk dialog yang lebih cerdas agak terbatas, karena tidak ada kesempatan tatap muka dengan guetuye (rugi sendiri dung yang hanya menampilkan profil bayangan dan akun dadakan), namun sekali dengan tiada bosan-bosannya guetuye menyampaikan ucapan terimakasih.
Ternyata, masih banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa rencana pengangkatan atau penunjukkan langsung oleh Presiden terhadap Kepala Daerah setingkat gubernur belum menjadi wacana yang dimengerti. Keinginan Mendagri yang akan mengembalikan Gubernur sebaiknya dipilih oleh DPRD belum dipahami dengan baik dan jelas.
Menurut guetuye, pemilihan setingkat bupati atau walikota masih dapat diaplikasikan dalam 10 tahun ke depan, namun sejalan dengan pemahaman demokrasi, maka untuk setingkat gubernur, sebaiknya berdasarkan karier jauh lebih bermanfaat. Sosok Fauzi Bowo merupakan contoh utama, bagaimana ia memulai dari bawah, bukan ujug-ujug dari putra terbaik daerah, seperti Ahok dari Bangka Belitung, Jokowi dari Solo, dan Alex Nurdin dari Palembang yang mencoba peruntungan menjadi warga ibukota republik. Apa jadinya, kalau trend buruk ini terus terjadi? Daerah akan kehilangan putra-putra terbaik mereka di saat diperlukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H