Belum sampai di Kantor Kementerian Kehutanan, masuk SMS berbunyi sebagai berikut: Pada Rabu(4/1) Bupati Kepulauan MerantiIrwan Nasir datang ke Kantor CamatMerbau dan diserang masyarakat. Lari pontang panting. Dalam sejarahbelum pernah kepala daerah tidak dihormatikarena bupati dianggap telahberbohong. Padahal hari itu sebenarnya ia harusnya sudah berada di Jakarta.
[caption id="attachment_153534" align="aligncenter" width="320" caption="Anggota DPD Instsiawati Ayus SH MH dan Dirjen Bambang"][/caption]
SMS di atas dikirim oleh salah seorang pendemo di depan gedung DPR, Kamis (5/1) pagi yang mendatangi kantor Kementrian Kehutanan Republik Indonesia. Mereka diterima oleh Dirjen Planologi Bambang. Namun, karena keterangan Dirjen yang tidak memadai perwakilan unjuk rasa sempat terjadi debat kusir, soal mana yang paling menentukan soal kasus tanah yang menimpa mereka.
Mereka kembali menyuarakan aspirasi yang sempat disampaikan oleh masyarakat Pulau Padang tanggal 30 Desember 2011 menyampaikan 4 tuntutan, yaitu agar Kementerian Kehutanan segera merealisasikan kesepakatan tertanggal 12 dan 27 Desember 2011. Kedua, moratorium dengan menghentiakn operasional di PulauPadang secepatnya. Ketiga, menolak Tim Mediasi yang dibentuk oleh Kemenhut. Keempat, mengundangMenteri Kehutanan untuk bersama-sama masyarakat Pulau Padang ke lokasi.
Sempat terjadi sedikit kericuhan karena di dalam dengar pendapatdi ruang press room ada salah seorang tidak dikenal berbicara seakan ia membela kinerja Menhut Zulkifli Hasan. Dengan tegas, perwakilan petani Ridwan bertanya, “ Anda siapa dan dalam kapasitas apa bicara di sini?”
Kemarahan perwakilan massa terjadi, karena pihak kementerian bersikukuh bahwa SK pencabutan izin Uasaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI) haruslah dimulai dari SK pencabutan Bupati Kepulauan Meranti, Riau. Padahal, pihak bupati pun mengatakan bahwa wewenang SK penghentian pemanfaatan hasil hutan adalah terletak pada Menteri Kehutanan. Sehingga akhirnya terjadi debat kusir yang saling memutar fakta dan persoalan di lapangan yang nyaris ricuh.,
Untunglah kericuhan tidak terjadi karena orang tersebut segera diusir dalam ruangan. Meskipun beberapa petani sempat menyesalkan kenapa tidak digeladah saja interuptor tadi, jangan-jangan ia adalah antek-anteknya Sukanto Tanoto yang telah menyerobot tanah merekasebanyak 41.205 Hektar yang dihuni oleh 32.000 jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H