Mohon tunggu...
Sutan Pangeran
Sutan Pangeran Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bersahabat

WhatsApp 0817145093

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nikah Muda (Lanjutan ke-4)

9 November 2011   06:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:53 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang unik dari Yeyen adalah bulu-bulu halus di sekujur tubuhnya. Tangan dan kakinya dipenuhi bulu-bulu halus. Ini sangat kusuka. Bahkan sebagian imaginasiku mengatakan, perempuan berbulu adalah perempuan romantis. Pada usia dewasaku, barulah kutahu, bahwa perempuan yang berbulu halus bak kumis di atas bibir dan di bawah hidung merupakan perempuan yang haus bercinta. Lebih khusus perempuan dengan batang hidung besar.

Eit, jangan senang dulu dengan pujianku ini, sebab, perempuan jenis ini juga sangat pencemburu. Bahkan ingin kukatakan mahacemburu bagi perempuan berkumis tipis! Mungkin karena padanannya ada, yaitu perkataan mahasiswa, untuk predikat siswa di atas SMA.

Sayangnya Yeyen berbibir tipis, menandakan agak ceriwis atau suka njelimet bila berkata-kata. Coba, andai ia juga berbibir tebal, maka sempurnalah penilaianku bahwa jenis perempuan berbulu dan berbibir tebal paling hangat dijadikan teman.

“Hallo, assalamualaikum. Ini rumah Yeyen?” Kutelpon nomor rumah di bilangan Tomang, Jakarta Barat.

“Ya, benar. Ini siapa? Mau bicara dengan siapa?” Terdengar suara perempuan yang mengangkat.

“Saya, Suta, Bu. Bila ada Yeyen, bisa saya bicara dengannya?”

Demikianlah komunikasi yang kujalin dengan Yeyen bila ingin mengikuti kursus menulis yang diasuh oleh Mas Wendo, dari Majalah Hai, salah satu grup media besar saat itu. Kursus yang diadakan setiap Sabtu siang itu hanya memakan waktu 2,5 jam, yaitu mulai pukul 01.30 sampai pukul 04.00 sore.

Biasa sehari sebelum kursus, setiap Jumat selalu kutelpon rumah Yeyen. Setiap kudengar suara manja Yeyen, maka ada rasa nikmat di hati. Pembicaraan kami di telpon umumnyatidak terlalu lama. Kami menyadari, betapa efisiensi bicara lebih menguntungkan dibanding ngalor-ngidul dalam saluran kabel magnetik yang menghubungkan manusia dari jarak jauh sekalipun itu. Tidak seperti bertahun-tahun kemudian setelah tahun 1982 itu, berbicara lama bahkan diperjual-belikan dengan harga “premium”dan bernama “premium call”.

Indahnya masa SMA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun