Apa jadinya bila Indonesia tanpa film Hollywood? Apakah sudah cukup lihai para sineas kita untuk bekarya tanpa pembanding? Mau hidup di hutan sendirian sehingga hanya disungguhi film nasional yang miskin ide dan sukanya hanya meniru judul-judul kuntilanak, arwah penasaran dan lainnya?
Sejak Kamis (18/2/2011) semua film luar negeri tidak lagi tayang di bioskop seluruh Indonesia, kecuali yang sudah telajur tayang dan belum habis masa edarnya. Sutan Pangeran termasuk konsumen yang sangat kecewa dengan hal ini meski tahu bisa menyalurkannya lewatDVD film asing.
Yang jelas ke depan tidak ada lagi film seperti di bawah ini:
The Tourist
[caption id="attachment_91358" align="alignnone" width="106" caption="Yang menarik waktu menjadi tourist, google.com"][/caption]
The American
[caption id="attachment_91359" align="alignnone" width="91" caption="Waktu ditawarkan menjadi warga America "]
The Mechanic
[caption id="attachment_91360" align="alignnone" width="110" caption="Waktu menjadi mechanic di Rusia, google.com"]
Tapi, yangkelak ada gedung bioskiop hanya akan dipenuhi film-film sejenis:
Arwah Goyang Karawang
[caption id="attachment_91361" align="alignnone" width="110" caption="sukses goyang karawang, menyusul ke goyang lainnya...google.com"]
Arwah Goyang Tari Piring
[caption id="attachment_91362" align="alignnone" width="100" caption="goyang tari piring,. google.com"]
Arwah Goyang Tor-tor
[caption id="attachment_91363" align="alignnone" width="135" caption="goyang tor-tor, google.com"]
Dan lain-lain sejenis.
Padahal sumber ide buat sineas yang berasal dari daya cipta anak bangsa ini bejibun seperti yang berasal dari buku-buku Pramoedya Ananta Toer (Bumi Manusia s/d Rumah Kaca); Merantau ke Deli (HAMKA); Siti Nurbaya (Marah Roesli) atau kisah tentang Tan Malaka; Bung Karn0; Hatta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H