Mohon tunggu...
Sutan Pangeran
Sutan Pangeran Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bersahabat

WhatsApp 0817145093

Selanjutnya

Tutup

Money

Habis Mandala, Batavia Air?

15 Januari 2011   02:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:34 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1295059725589416914

[caption id="attachment_84881" align="alignright" width="217" caption="Ternyata bukan hanya Ketepatan waktu Mandala, google.com"][/caption] Bisnis penerbangan saat booming memacu para investor untuk mendirikan maskapai penerbangan baru, walau dengan modal besar dan laba minim sekalipun. Padahal meski laba yang dianggap tidak profitable ini selayaknya membuat perusahaan maskapai penerbangan berpikir merger. Tidak sedikit maskapai penerbangan bangkrut seperti Bouraq dan Adam Air. Kali ini Mandala Air terancam menyusul ke arah itu. Padahal bila dilihat dari komitmen ketepatan waktu lebih unggul dibanding Batavia Air yang suka delay dalam berbagai rute penerbangan. Mengapa bisa begitu? Menurut , pengamat industri penerbangan Kamis Martono, yang terjadi pada Mandala hanya terjadi di perusahaan tersebut dan bukan mencerminkan kondisi industri penerbangan RI secara umum. Menurutnya, Mandala Airlines terlilit masalah utang. Sebagai rujukan, pada 1997, Indonesia hanya memiliki lima maskapai penerbangan yang besar ditambah beberapa maskapai penerbangan kecil. Dalam 13 tahun saja membengkak dimana maskapai penerbangan besar yang beroperasi mencapai 15 dari total 27 maskapai, dimana 12 hanya tinggal papan nama dan tidak lagi beroperasi. Lainnya, ada 56 maskapai penerbangan kecil (commuter airlines) yang hanya melayani penerbangan domestik. Mengacu pada kondisi Amerika Serikat, "Idealnya cukup 5-6 maskapai penerbangan yang besar atau maksimal 8 maskapai ,ujar," ujar pengamat penerbangan Didi Sudibyo. Investasi di bidang maskapai penerbangan sangat besar sedangkan labanya atau return on equity-nya sangat kecil dan tidak mungkin mencapai BEP pada lima tahun operasi. Didi mencontohkan maskapai paling unggul sekelas Garuda Indonesia mengalami kesulitan permodalan, apalagi yang dibawahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun