Mohon tunggu...
Sutan Pangeran
Sutan Pangeran Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bersahabat

WhatsApp 0817145093

Selanjutnya

Tutup

Money

Manipulasi Pajak dan Uang Siluman

23 Oktober 2010   22:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:10 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_300648" align="alignnone" width="223" caption="sepatunya google.com"][/caption]

Pengungkapan adanya kerugian Indonesia akibat adanya transfer pricing mencapai Rp1.300 triliun patut ditindaklanjuti. Apalagi datanya valid, yaitu berasal dariDitjen Pajak yang diolah OECD (Organization for Economic Co-operation and Development). Berdasarkan data tersebut terlihat adanya transfer pricing yang biasa berlangsung di perusahaan-perusahaan multinasional dengan modus operandimeminimalkan jumlah pajak yang dibayar melalui rekayasa harga.

Pengamat perpajakan LIRA, Narliswandi Piliang, dalam seminar reformasi perpajakan di Jakarta, Selasa (29/6), mengatakan ada potensikehilangan pajak yang sangat signifikan dialami oleh negara sebesar Rp1.300 triliun, atau 60 persen dari total transaksi yang mencapai Rp2.100 triliun pada 2009. Sayangnya,Dirjen Pajak tidak dapatmembendungpotensi penerimaan negara tersebut, karena kekurangan jumlah pegawai di seksi terkait hanya 12 orang. Narli menyayangkan tindakanpemerintah yang terlambatdalam menangani permasalahan transfer pricing, karena mereka semuanya belum tentupaham tentang transfer pricing yang dibuka desk nya sejak 2007. Padahal sejak 2005 tercatat laporan hampir 750 PMA (penanaman modal asing) yang mengaku rugi, sehingga hamper dikatakan itu sebuah tindakan yang terlambar, apalagiseksi transfer pricing baru dibuka pada 2007. Berbedadengan Singapura yang memiliki peraturan lebih maju. Mereka sangat ketat, menerapkan aturan usaha PMA , dimana yang tidak mengaku tidak beruntung dalam lima tahun diminta untuk menghentikan usahanya.

Fakta yang ada di lapangan, waktu penulis bekerja sejak 1990 sampai 2003 di PT. Koryo International Indonesia, sebuah PMA milik Korea Selatan., selama menjalankan usaha selalu mengaku rugi. Praktis pengusaha Korsel –anak perusahaan Daewoo ini hanya mengucurkan dana segar yang berasal dari Korsel hanya dalam kurun waktu 1989-1990, setelah itu mereka meminjam lewat perbankan dalam negeri. HinggaPT. Koryo bangkrut pada tahun 2007 dimana tidak sanggup memberikan pesangon kepada karyawan dengan layak, perusahaan meninggalkan beban hutang yang cukup besar. PT. Bank Niaga Tbk, salah satukreditor perusahaan. Perusahaan yang komposisi sahamnya dimiliki 80% Korsel; 15% India dan Indonesia (orang China) 5% inibergerak di bidang manufacture, export dan import di bidang sepatu berkualitas export.

[caption id="attachment_300653" align="alignnone" width="253" caption="sepatunya google.com"][/caption]

Menurut Dirut PT. Koryo, Chang Bok Lee, tangan-tangan terampil dari tenaga kerja di Indonesia jauh lebih baik dari tenaga kerja di China maupun Vietnam. Sayangnya pungutan tidak resmi di tanah air sangat tinggi sehingga perusahaan harus menyediakan dana taktis untuk menutupi biaya-biaya yang tidak terduga.

Terlepas benar tidaknya pengakuan Lee yang menjabat dari tahun 1994-2000, namun ternyata biaya siluman tidak berdiri sendiri. Penulis sempat mengutarakan kepada Vice President PT. Koryo Hengky Hardiman saat itu, bahwa invisible cost tidak semata kesalahan birokrasi pejabat di tanah air. Namun, juga ternyata “dana siluman” itu pun kadang dimanfaatkan oleh setingkat direksi dan menejer untuk memark-up. Caranya, mereka mengaku melakukan entertaintment kepada para pejabat birokrasi. Biaya dapat dimark-up dengan melaporkan expenditure costdan denga cara lain yang nyata seperti pemakaian kartu kredit yang ditanggung perusahaan. Mendengar statemen penulis, kontan pimpinan seleveldireksi ini merah padam, karena dianggap menohok yang diajak bicara.

[caption id="attachment_300656" align="alignnone" width="217" caption="TKI,Google.com"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun