Mohon tunggu...
Sutan Malin Sati
Sutan Malin Sati Mohon Tunggu... Seniman - tukang saluang hobi barandai

Tukang Saluang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Sangkuik" dan "Singkaruik"

9 Juni 2019   11:21 Diperbarui: 9 Juni 2019   11:31 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang ini, masyarakat kita tengah senang-senangnya mengkonsumsi berita atau kabar yang dengan sengaja dihubung-hubungkan. Padahal belum tentu antara satu kabar dengan kabar yang lainnya memiliki hubungan ataupun keterhubungan. Di kampung saya, di Sumatera Barat, atau masyarakat Minang biasa menyebutnya basangkuik-sangkuik-an atau dihubung-hubungkan.

Contohnya, ketika ada sebuah kompetisi yang menghasilkan si menang dan si kalah, maka akan keluar berbagai teori dramatis. Pihak yang kalah dengan gegap gempita membangun cerita bahwa pihak yang menang berlaku curang karena si menang merupakan pihak penyelenggara. 

Atau keluar juga berbagai teori yang seolah-olah kekalahan tersebut diakibatkan oleh konspirasi yang maha dahsyat. Bahkan yang paling menyesakkan, orang sakitpun dihubung-hubungkan dengan politik dan dikatakan sakitnya hanyalah setingan. Naudzubillah.

Sangkuik-manyangkuik ini tidak melulu tentang kontestasi politik Pilpres 2019. Ironinya, fenomena ini juga melanda ranah sosial kebathinan lainnya yang turut dihubung-hubungkan dengan ranah politik. Seperti halnya pertemuan silaturahmi antara satu tokoh dengan tokoh lainnya.

Contoh sederhananya silaturahmi antara keluarga Yudhoyono (AHY dan EBY beserta keluarga) dengan tokoh-tokoh nasional seperti Presiden RI ketujuh Joko Widodo, Presiden RI kelima Megawati Soekarnoputri, keluarga Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid, dan Presiden RI ketiga B.J. Habibie, pada momentum lebaran beberapa waktu lalu. 

Padahal kalau kita bebas dari prasangka-prasangka negatif, silaturahmi dalam momentum lebaran merupakan hal yang lazim. Tidak hanya dilakukan oleh elite politik, tapi silaturahmi juga kita lakukan sebagai masyarakat biasa.

Selain momentum lebaran yang merupakan ranah sosial kebathinan, silaturahmi keluarga Yudhoyono kebeberapa tokoh nasional itu juga bisa diartikan sebagai kunjungan balasan dan sebuah keteladanan. 

Seperti kita ketahui, beberapa waktu sebelumnya tokoh-tokoh yang dikunjungi keluarga Yudhoyono itu sempat membesuk Ibu Ani Yudhoyono yang dirawat di Singapura. Selain itu, tokoh-tokoh tersebut juga ikut mengantarkan Ibu Ani Yudhoyono ke tempat peristirahatan terakhirnya, di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Sangkuik-manyangkuik yang telah menjadi kegemaran masyarakat kita hari ini telah membuat kita dalam singkaruik (sengkarut) sosial. Masyarakat kita seolah tidak lagi bisa mengambil hal positif dalam setiap kejadian. Kita terjebak dalam pembelahan yang setiap hari semakin melebar dan dalam.

Wahai rakyat yang masih gemar Wi-Fi gratisan, hidup ini tidak hanya melulu tentang politik. Hidup itu juga tentang etika, norma, dan adab. Jangan sampai karena perihal politik yang tidak mengenyangkan perut, kita sebagai bangsa yang dikenal dengan keadabannya menjadi sebuah bangsa yang bengis dan beringas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun