Mohon tunggu...
Sutan Malin Sati
Sutan Malin Sati Mohon Tunggu... Seniman - tukang saluang hobi barandai

Tukang Saluang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dongeng Aesop: Kuda, Rusa, dan Pemburu Antara Prabowo, SBY, dan Kivlan

10 Mei 2019   11:41 Diperbarui: 10 Mei 2019   12:53 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pertengkaran terjadi antara Kuda dan Rusa, jadi Kuda mendatangi Pemburu untuk meminta bantuan membalas dendam kepada Rusa. Pemburu setuju tapi berkata: "Kalau kamu mau mengalahkan Rusa, kamu harus memperbolehkanku menempatkan sepotong besi ini di mulutmu, supaya aku bisa membimbingmu dengan kekang. Kamu juga harus memperbolehkan aku menaruh pelana di punggungmu supaya aku bisa duduk di sana selagi kita mengejar musuh." Kuda setuju dengan permintaan itu, dan Pemburu kemudian memasang kekang serta pelana. Lalu, dengan bantuan Pemburu, Kuda mengalahkan Rusa dan berkata kepada Pemburu: "Sekarang turunlah, dan lepaskan benda-benda ini dari mulut dan punggungku." "Jangan buru-buru, kawan," kata Pemburu. "Aku sekarang sudah mengendalikanmu dan lebih suka mempertahankanmu seperti sekarang." (Kuda, Rusa, dan Pemburu-Dongeng Aesop).

Kuda dalam banyak literatur dikisahkan sebagai binatang yang sering ditunggangi oleh banyak orang dalam peperangan. Bentukannya yang kokoh, kuat, dan gesit menjadikannya tunggangan perang yang paling diminati. Bahkan dalam kemiliteran modern, kuda masih dipertahankan sebagai salah satu kekuatan tempur.

Sementara itu, rusa dalam beberapa literatur dikaitkan dengan hewan yang membawa hadiah atau kegembiraan bagi orang lain. Seperti kita ketahui, Sinterklas menggunakan rusa sebagai hewan yang mengangkut ribuan hadiah bagi anak-anak di hari Natal. Bayangkan, apa jadinya Sinterklas dan Natal tanpa adanya rusa-rusa pengangkut hadiah/kado?

Sedangkan pemburu adalah sosok yang biasanya tidak menaati aturan. Mencari sesuatu bahkan sesuatu yang mungkin saja terlarang untuk diburu. Pemburu kerapkali dikaitkan dengan perusakan dan kepunahan. Lihat saja pemburu cula badak, harimau, dan gading gajah yang membuat binatang-binantang ini menjadi binatang yang terbilang hampir punah. Semua disebabkan oleh para pemburu.

Jika mengaitkan dongeng Aesop dengan realitas politik Indonesia hari ini, kuda yang kita kaitkan dengan sosok Prabowo, rusa dengan sosok SBY, dan Pemburu dikaitkan dengan sosok Kivlan Zen, maka kepunahan yang menanti di depan mata adalah matinya demokrasi. Kenapa demikian?

SBY dikenal sebagai pemimpin yang kharismatik. Selain itu, ia juga dikenal sebagai juru strategi yang lihai, lincah, dan handal. Tak salah jika kita mengaitkan SBY sebagai sosok rusa di dalam dongeng Aesop ini.

Kepiawaian dan kelincahan SBY ini ternyata tidak begitu disenangi oleh Prabowo (kuda). Prabowo mungkin merasa dia adalah sentral kekuatan tempur politik hari ini. Entah karena baper atau memang karena iri, akhirnya Prabowo membuat persekutuan dengan penentu nasib, yaitu dengan para pemburu (Kivlan).

Sebagai seorang pemburu, hal-hal ini tentu telah diamati dan dibacanya baik-baik. Jangankan pergerakan kuda dan rusa, pergerakan angin saja dihitungnya dengan cermat agar satu peluru yang dilesatkan tidak terbuang sia-sia. Kondisi sakitnya Ibu Ani Yudhoyono dan SBY yang tidak dalam pertahanan yang kuat dalam menghadapi serangan dihantam bertubi-tubi.

Dari dongeng Aesop harusnya Prabowo belajar. Matinya rusa adalah bagaikan kematian jutaan harapan anak-anak di hari Natal. Tak ada lagi kado terindah yang disebut demokrasi.

Selain itu, kematian rusa juga tidak membawa manfaat dan keuntungan bagi kuda. Selamanya ia akan menjadi tunggangan si pemburu. Dengan bersekutu dengan pemburu, berarti kuda telah menggadaikan patriotismenya hanya karena kebaperan atau ambisinya semata.

Semoga Prabowo lekas membuka mata, pikiran serta hatinya. Pembunuhan karakter kepada SBY hanya akan membuat petaka pada dirinya dan demokrasi yang telah dibangun SBY selama 10 tahun menjadi Presiden RI. Negeri ini adalah milik pejuang, bukan para pemburu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun