TERSERET PERSETERUAN
Saya sejatinya tidak menjadi fans siapa-siapa, sebagai warga negara yang merasa bertanggung jawab akhirnya saya memilih Presiden-Wapres.
Saya tidak memilih anggota dewan yang menurut saya tidak terhormat itu, tapi soal presiden dan wapres adalah hal lain, saya merasa jika saya golput dan pasangan terburuk yang memang, alangkah berdosanya saya. Karena itu dengan melakukan analisa sendiri saya menetapkan pendirian.
Sebagai seorang yang akhirnya memilih Jokowi-JK saya terseret perseteruan antara dua kubu. Sebagian pendukung parpol pengusung Prabowo-Hatta membenci mantan Presiden Amerika George Bush Jr di mulut, tapi di hati mengamalkan taktiknya "Either you with us, or against us". Kalau anda tidak mendukung (calon) kami, berarti anda musuh kami. Kalau anda tidak memilih Prabowo, berarti anda Jokower. Sehingga mulai saat itu jadilah saya Jokower.
Berbuih mulut saya dan lelah tangan saya mengetik bahwa saya bukan Jokower hanya memilihnya, tapi mereka sudah mencapkan label "Jokower" (tentu dengan nada mengejek) pada saya.
Padahal saya hanya memilih satu dari dua pasangan dan yang saya pilih adalah yang menurut saya paling mungkin dipilih.
KECEWA PADA JOKOWI
Setelah beberapa bulan ini melihat Jokowi memerintah, saya merasa kecewa. Banyak tindakan dan kebijakannyayang saya tidak mengerti dan tidak setuju.
Ketika para pendukungnya menganggap bahwa memberikan nama calon Kapolri BG ke KPK adalah tindakan jenius berupa jurus 'nabok silih tangan", saya sebagai orang Sumatera tidak habis pikir, kenapa Presiden nabok harus meminjam tangan orang lain? Dia kan orang nomor satu di republik ini?
Tabok ya tabok saja, apalagi Kapolri adalah jabatan dibawah presiden.
Begitu juga tingkah laku beberapa menterinya yang menurut saya bodxx. Yudi dengan singkongnya, Tedjo dengan komentar tidak jelas dan kekanak-kanakannya, apalagi Puan dengan komentar-komentar yang tidak cerdas apalagi jika mengingat dia adalah seorang menteri.