Mohon tunggu...
HG Sutan Adil
HG Sutan Adil Mohon Tunggu... Sejarawan - Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Pemerhati dan Penulis Sejarah, Ekonomi, Sosial, Politik. Telah menulis dua buku sejarah populer berjudul Kedatuan Srivijaya Bukan Kerajaan Sriwijaya dan PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang. (Kontak 08159376987)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perang Benteng, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang (Bagian Kedua)

4 Oktober 2024   08:00 Diperbarui: 4 Oktober 2024   08:11 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku "Syair Perang Palembang" Karya Drs. Atja, pertamakali diterbitkan dalam bentuk Stensilan th 1967 // Sumber : Sutanadil Institute

PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang. (Bagian Kedua)

Oleh : HG Sutan Adil

Melanjukan cerita sejarah yang diambil dari Buku “ Perang Benteng, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang” karya penulis sendiri, maka tulisan kali ini adalah sambungan dari tulisan sebelumnya atau Tuilisan Bagian Pertama. Pada tulisan sebelumnya telah menjelaskan tentang Perang Benteng Pertama dan Perang Benteng Kedua, dari lima kali perang benteng yang terjadi di Palembang, maka berikutnya atau dalam tulisan kali ini, penulis akan menjelaskan situasi Perang Benteng Ketiga , Perang Benteng Keempat dan Perang Benteng Kelima.

Periodisasi 5 Kali Perang Benteng di Palembang // Sumber : Sutanadil Institute
Periodisasi 5 Kali Perang Benteng di Palembang // Sumber : Sutanadil Institute

Sebagai pengingat dan juga sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Perang Benteng, telah terjadi lima (5) kali perang maritim besar yang disimpulkan sebagai “PERANG BENTENG” yang periodisasinya dapat dibagi sebagai berikut :

1. Perang Benteng I (Pertama), yaitu Perang Maritim yang terjadi antara Kerajaan Palembang yang di pimpin oleh Kyai Mas Hindi            dengan armada laut pasukan VOC yang dipimpin oleh Laksamana Vander Laen, pada tahun 1659 M.

2. Perang Benteng II (Kedua), yaitu Perang Maritim yang tejadi dimasa pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II (Kesultanan            Palembang Darussalam) dengan EIC kerajaan Inggris dimasa Gubernus Jendral Inggris, Thomas Stamford Raffles, pada th. 1812.

3. Perang Benteng III (Ketiga), yaitu Perang Maritim yang terjadi di masa Kesultanan Palembang Darussalam yang dipimpin oleh             Sultan Mahmud Badaruddin II dengan Kerajaan Belanda yang mau mencoba mengambil alih kekuasaannya pada awal tahun 1819.       Saat Perang Benteng Ke-III ini, Belanda mengalami Kekalahan.

4. Perang Benteng IV (Keempat), yaitu Perang Maritim kedua kalinya Antara Kesultanan Palembang Darussalam dengan Kerajaan             Belanda sebagai akibat dari kekalahan Kerajaan Belanda pada saat Perang Benteng ke-III sebelumnya, dan terjadi di akhir th. 1819

5. Perang Benteng V (Kelima), yang merupakan perang maritime ketiga dalam usaha Kerajaan Belanda menaklukkan Kesultanan             Palembang pada tahun 1821

    3.  Perang Benteng III (Ketiga)

Sejak  kembalinya  Belanda  ke  Nusantara sebagai pelaksanaan dari perjanjian London atau Traktat London, tanggal 13 Agustus 1814 dimana Kerajaan Belanda menerima kembali kekuasaannya dari lnggeris, daerah-daerah yang pernah didudukinya di Nusantara. Dalam Traktat London poin 3 tersebut, juga disebutkan secara khusus bahwa Pulau Bangka (harusnya termasuk Belitung) yang dikuasai Kerajaan Inggris saat terjadi Perang Benteng Kedua sebelumnya, diserahkan kepada Kerajaan Belanda sebagai tukar guling dengan Pulau Cochin di Pantai Malabar, India. Sehingga Kerajaan Belanda merasa juga menguasai Kesultanan Palembang Darussalam. Padahal sejak dahulu pun Kerajaan Belanda belum pernah menjajah atau menguasai Palembang. Penandatangan serah terima ini secara formal dilakukan antara M.H. Court (Inggris) dengan Klaas Heynes (Belanda) di Mentok (Pulau Bangka) pada tanggal 10 Desember 1816.

Iluatrasi Perundingan Traktat London, 13 Agustus 1814 // Sumber : Sutanadil Institute
Iluatrasi Perundingan Traktat London, 13 Agustus 1814 // Sumber : Sutanadil Institute

Dilain pihak, Kesultanan Palembang Darussalam saat itu masih dalam kondisi lemah karena konflik kekuasaan antara Sultan Ahmad Najamuddin II (SAN II) yang berkuasa sejak didudukkan oleh Inggris sebagai Sultan dan Sultan Mahmud Badaruddin Pangeran Ratu atau SMB II, walau tidak berkuasa lagi, tetapi masih bisa bebas membina Priyayi/Bangsawan dan Penguasa di Uluan yang masih setia kepadanya, maka kesempatan ini digunakan oleh Kerajaan Belanda untuk terus mengadu domba kedua sultan ini dan berusaha mendekati SMB II untuk bekerja sama. Singkat cerita, akhirnya SMB II bisa kembali berkuasa di Kesultanan Palembang Darussalam dan SAN II diasingkan ke Batavia dan selanjutnya ke Cianjur pada tanggal 30 Oktober 1818.

Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II) // Sumber : Sutanadil Institute
Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II) // Sumber : Sutanadil Institute
HW Muntinghe, Perwakilan Belanda di Palembang // Sumber : Sutanadil Institute
HW Muntinghe, Perwakilan Belanda di Palembang // Sumber : Sutanadil Institute
Namun hubungan SMB II dengan perwakilan Kerajaan Belanda yang bernama HW Muntinghe menjadi tidak baik karena ada kekacauan di wilayah Uluan dan Muntinghe menuduh SMB II sebagai biang keroknya dan meminta untuk mengirim Putra Mahkota Pangeran Ratu ke Batavia sebagai jaminan. Namun tuduhan ini tentu saja ditolak oleh SMB II sehingga timbullah Perang Benteng Kedua ini pada tanggal 12 Juni 1819.
Ilustrasi Perang Benteng Ketiga di  depan Keraton Kuto Besak // Sumber : Sutanadil Institute
Ilustrasi Perang Benteng Ketiga di  depan Keraton Kuto Besak // Sumber : Sutanadil Institute

Peperangan ini melibatkan Kapal Perang Belanda yang mengepung Keraton Kuto Besak (Tempat tinggal dan pusat Pemerintahan Sultan) sehingga terjadi Tembak menembak antara Kapal Perang Belanda dengan Meriam yang ada di Benteng Keraton Kuto Besak. (Cerita lengkap Perang Benteng Ketiga ini dapat dibaca di Buku Perang Benteng, perang Maritim terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang, Karya HG Sutan Adil).

Buku
Buku "Perang Benteng, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang" hasil Penelitian dari HG Sutan Adil // Sumber : Sutanadil Institute

Sebagai catatan, dimasa Perang Benteng Ketiga inilah dikenal sebuah hasil karya sastra besar yang dihasilkan oleh sastrawan Kesultanan Palembang Darussalam saat itu, yaitu “Syair Perang Palembang” atau budayawan dan Sastrawan Palembang sekarang mengenalnya sebagai “Syair Perang Menteng” dan juga beberapa syair dan puisi karya SMB II yang jarang sekali terpubikasi. Syair ini menceritakan betapa dahsyatnya Perang Palembang atau Perang Benteng Ketiga saat itu.

Buku
Buku "Syair Perang Palembang" Karya Drs. Atja, pertamakali diterbitkan dalam bentuk Stensilan th 1967 // Sumber : Sutanadil Institute

Singkat cerita, peperangan ini dimenangkan oleh Kesultanan Palembang Darussalam dan Muntinghe kembali ke Batavia dengan membawa kekalahan di pihak Belanda yang memalukan.

    4. Perang Benteng  IV (Keempat)

Setibanya di Batavia tanggal 19 Juni 1819, ternyata Gubernur Jenderal Van Der Capellen sudah pergi dan dalam dalam perjalanan ke Cirebon, maka Muntinghe menyusulnya ke sana untuk melapor dan selanjutnya bersama sama ke Semarang untuk mendiskusikan kekalahan dalam Perang benteng Ketiga di Palembang. Sehubungan dengan laporan Muntinghe tentang kekalahannya melawan Palembang itu,  pada tanggal 30 Juli 1819, Gubemur Jenderal mengadakan rapat dihadiri Laksamana G.J. Wolterbeek dan Panglima Angkatan Darat Jenderal Baron de Kock. Dalam rapat itu dibicarakan cara bagaimana menyerang dan melumpuhkan pertahanan Palembang.

Sebagai pihak yang gagal dalam perang sebelumnya, kekalahan itu merupakan tamparan berat bagi supremasi Belanda di Nusantara, sehingga pemerintahan Kerajaan Belanda di Batavia memutuskan untuk menuntut balas. Untuk itu, penguasa Belanda mengirim ekspedisi di bawah komando Laksamana C. Wolterbeek. Armada yang dikerahkan terdiri dari kapal perang dan pengangkut, antara lain kapal Wilhelmina, Irene, Iris, Tromp, Arinus, Marinus, Admiraal Buyskes, de Emma, Waterbik, Blucher, Ajax, dan Henriette Betthy. Disertakan pula kapal meriam nomor 17 dan no. 18, ditambah 14 cunia.

Ilustrasi Perang Benteng Keempat // Sumber : Sutanadil Institute
Ilustrasi Perang Benteng Keempat // Sumber : Sutanadil Institute

Total serdadu yang dilibatkan sebanyak 1500-an orang yang dikumpulkan dari Batavia, Semarang, Surabaya, dan tambahan orang-orang Melayu dan Nusantara lainnya. Dalam Armada ini, ikut juga Pangeran Jayo Ningrat, Pangeran Jayo Kramo, Raden Badaruddin dan Pangeran Wikramo Gober, yaitu putera ke Ill, saudara-saudara dan patih dari Sultan Ahmad Najamuddin II, yang akan dipersiapkan menganntikan SMB II jika sudah dikalahkan.

Disisi lain, kabar bahwa Pihak Belanda yang kalah perang sebelumnya yang akan mengirimkan pasukan ekspedisi ke Palembang kembali, telah didengar oleh SMB ll, maka ia mempersiapkan pertahanan yang lebih tangguh lagi di beberapa tempat di Sungai Musi sebelum masuk ke Palembang. Sultan kemudian menjalankan dan memperkuat kembali Strategi Perbentengan di antara Pulau Kembaro serta beberapa pulau kecil lainnya serta wilayah perairan Plaju, yang menjadi pintu masuk ke Kota Palembang. Sultan juga memerintahkan untuk membuat pancang-pancang kayu (Cerucuk) yang berfungsi menahan majunya kapal-kapal Belanda dari depan.

Ilustrasi Perang Benteng Keempat di Sungai Musi // Sumber : Sutanadil Institute 
Ilustrasi Perang Benteng Keempat di Sungai Musi // Sumber : Sutanadil Institute 

Sedangkan dari belakang Armada Belanda itu nantinya akan diserang oleh rakit-rakit api. Jika taktik ini berhasil maka Armada tersebut akan terjebak di sekitar Pulau-pulau tersebut dan wilayah perairan Plaju sehingga benteng-benteng yang bermeriam itu, akan menggempur armada yang terkurung tersebut. Jalannya Peperangan dalam Perang Benteng Ketiga ini dapat dibaca selengkapnya di Buku Perang Benteng, Perang Maritim terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang, karya HG Sutan Adil.

Dengan strategi mengandalkan benteng-benteng pertahanan di Pulau Kemaro dan Sekitarnya, maka Armada laut Kerajaan Belanda ini kembali mengalami kegagalan, dan kembali ke Batavia dengan kekalahan yang memalukan. 

   5.  Perang Benteng V (Kelima)

Pengalaman pahit atas kegagalan pada Perang Benteng Ketiga dan Keempat atau duakali percobaan menguasai Palembang diatas, mendorong pihak Belanda untuk tidak lagi menganggap enteng Pertahanan Palembang dan selajutnya mengevaluasi secara detail segala kekuatan dan mencari kelemahan di pihak Palembang selama perang itu. Kekalahan tersebut juga membuat geram petinggi-petinggi di Batavia dan akhirnya Wolterbeck diturunkan dari jabatan panglima perang di Palembang.

Bagi pihak Kerajaan Belanda, Palembang ini sudah dianggap “to be or not to be” yang artinya mau hidup terus atau mati sekalian, dan untuk itu dengan segala daya dan kemampuan yang ada, Sultan Mahmud Badaruddin II atau SMB II harus dilenyapkan dari Bumi Palembang. Segalanya upaya dipertaruhkan oleh Kerajaan Belanda untuk menghadapinya dan persiapan harus betul betul sempurna dan matang dengan segala cara, agar pengalaman pahit dalam dua kali peperangan terdahulu tidak terulang kembali.

Ilustrasi Perang Benteng Kelima di Palembang // Sumber : Sutanadil Institute
Ilustrasi Perang Benteng Kelima di Palembang // Sumber : Sutanadil Institute

Saat itu adalah kesempatan baik bagi Kerajaan Belanda, karena tidak adanya pergolakan yang berarti lagi di Nusantara, sehingga konsentrasi pikiran dan tenaga mereka dapat dipusatkan pada masalah Penggulingan kekuasaan SMB II di Palembang. Untuk peperangan kali ini, Kerajaan Belanda mempersiapkan secara besar-besaran keperluan perangnya di Palembang. Persiapan perang ini dilakukan selama 2 tahun, dari tahun 1820 M sampai 1821 M.

Untuk memperkuat armada tempurnya, Kerajaan Belanda memesan kapal-kapal langsung dari Amsterdam, seperti; Kapal khusus pencabut tiang/cerucup (Kliericher) untuk menerobos pagar Sungai Musi. Juga dipersiapkan armada kapal perang kelas Sedang dan Kecil, perahu2 meriam, perahu2 pendarat pasukan juga yang menengah dan kecil, yang total nya berjumlah 39 kapal. Belanda juga membawa 414 pucuk meriam berat, sedang dan kecil. Selain itu, Belanda juga mendatangkan pasukan Eropa yang merupakan veteran pada masa perang Napoleon sebanyak 2.785 orang dan 1.474 orang dari pasukan lokal disamping mempersiap kekuatan berkali lipat dari serang pertama dan kedua di tahun 1819 M.

Sketsa Perang Benteng Kelima dan Pengasingan SMB II dan Keluarga ke Ternate
Sketsa Perang Benteng Kelima dan Pengasingan SMB II dan Keluarga ke Ternate

Batavia juga memepersiapkan serangan mental yang licik, yaitu memecah-belah kesatuan dan persatuan di Palembang dengan cara sebagai berikut:

  • Mantan Sultan Husin Diauddin atau SAN II dibujuk dan digarap dengan menjanjikan kedudukan Sultan buat anak tertuanya, Prabu Anom, dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin IV. Dan selanjutnya Husin Diauddin diangkat menjadi Susuhunan serta keluarga yang diasingkan di Cianjur di balikkan kembali ke Palembang.
  • Menyogok Pangeran Ratu dari Jambi sebesar 2.000 uang Spanyol untuk berbelok ke Belanda (Tetapi hal ini ditolak mentah2 oleh Pangeran Ratu Jambi).
  • Menugaskan Pangeran Syarif Muhammad untuk membujuk keturunan Arab lainnya agar berpihak kepada Belanda. Demikian juga terhadap orang orang Cina yang dijanjikan keuntungan-keuntungan.
  • Memperkuat dan mengamankan kekuasaan di Pulau Bangka Belitung untuk meningkatkan keuntungan dengan menabah kekuatan 1.000 pasukan lagi, karena SMB II masih menguasai perdagangan timah secara de facto. Untuk itu meminta bantuan 1.000 pasukan dan Kapal Peronda dari Raja Akil dari Siak untuk pengawasan di sekitar Pulau Bangka dan Pangeran Prang Wedono dari Jawa Timur untuk membantu penumpasan pemberontakan di Pulau Bangka.

Dari kubu Kesultanan Palembang sendiri, setelah mendapatkan kemenangan untuk yang kedua kalinya pada Perang Benteng Keempat, tanggal 21 Oktober 1819, Sultan Mahmud Badaruddin II atau SMB II  mengadakan perombakan besar besaran di jajaran pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam di bulan Desember 1819. Beliau lalu mengangkat anaknya, Pangeran Ratu, menjadi Sultan di Kesultanan Palembang dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin lll atau SAN III. Hal ini dilakukan karena Sultan Mahmud Badaruddin II ingin tetap fokus melawan Belanda dan mengusirnya dari tanah Palembang. Maka komando perang masih tetap dipimpin oleh SMB II yang selanjutnya bergelar Suhunan Mahmud Badaruddin.

Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu (SAN III) anak dari SMB II yg diangkat disaat mengahadapi Perang Benteng Kelima // Sumber : Sutanadil Institute
Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu (SAN III) anak dari SMB II yg diangkat disaat mengahadapi Perang Benteng Kelima // Sumber : Sutanadil Institute

Perombakan pimpinan pasukan juga dilakukan untuk merotasi dan penyegaran di Benteng-benteng pertahanan, antara lain:

  • Benteng Tambakbayo di Plaju, dialih terimakan dari Pangeran Kramadiraja karena sakit kepada menantunya, Pangeran Kramajaya.
  • Benteng Martapura tetap di pimpin Sultan Ahmad Najamuddin III (SAN III) dan saudaranya Pangeran Bupati serta dibantu orang2 Arab dan pembesar lainnya.
  • Benteng Pulau Kemaro, dialihkan dari Pangeran Suradilaga kepada Pangeran Kramadilaga.
  • Benteng Mangun Nama/Manguntama (Benteng tambahan yang terletak di Pulau Kemaro, tapi agak ke ilir) tetap dipimpin oleh Pangeran Wirasentika.
  • Benteng Paling Ujung Pulau Kemaro yang mengapung di Sungai Musi dipimpin oleh Pangeran Ratu dari Jambi.
  • Benteng yang terbuat dari rakit dan beberapa perahu, sebagai Benteng Terapung, yang terletak dibalik pagar cerucup ditempati oleh Cik Nauk, Kepala suku Bugis dari Lingga.
  • Setiap Benteng dibantu sepenuhnya kepala kepala dari pedalaman bersama rakyatnya, juga tidak ketinggalan keturunan dari Arab dan Cina penduduk kota Palembang.
    Letak lokasi Benteng-benteng Pertahanan Kesultanan Palembang Darussalam // Sumber : Sutanadil Institute
    Letak lokasi Benteng-benteng Pertahanan Kesultanan Palembang Darussalam // Sumber : Sutanadil Institute

Jumlah Pasukan Palembang disiapkan sekitar sekitar 7.000 sampai 8.000 orang yang disuplai dari para Pageran dan Bangsawan lainnya yang telah mempunya pasukan yang siap siaga setiap waktu diperlukan sebelumnya dan disamping pasukan regular mereka.

Selanjutnya, dengan leluasa Sultan bisa memasang meriam-meriam, dan peluru-peluru (dari Sungsang sampai Pulau Kemaro, disiapkan 60 lobang tembakan), menyiapkan rakit-rakit yang mudah dibakar, rakit-rakit inilah yang akan menghantam Armada Belanda, membuat benteng pertahanan di Sungsang (dua kubu dengan luas bangunan berkisar 15.24 meter sampai 22.86 meter), benteng di Pulau Keramat, Pulau Salanama, Pulau Gombora (Kembara atau Kemaro, di bagian tenggara pulau ini disiapkan 12 lobang tembakan), Plaju dan Benteng di pulau buatan di tengah Sungai Musi (benteng ini dilengkapi tiga lobang tembakan).

Pada tanggal 8 Mei 1821, Ekspedisi Belanda ke Palembang sudah dimulai dengan parade pelepasan oleh Gubernur Jenderal Belanda di Nusantara, Van Der Capellen dengan upacara kebesaran militer. 

Jenderal Mayor HM Baron De Kock, Pimpinan Armada Belanda dalam Perang Benteng Kelima di palembang // Sumber : Sutanadil Institute
Jenderal Mayor HM Baron De Kock, Pimpinan Armada Belanda dalam Perang Benteng Kelima di palembang // Sumber : Sutanadil Institute

Pada tanggal 9 Mei 1821, Ekspedisi penyerangan yang dipimpin langsung oleh Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda Jenderal Mayor Hendrik Markus Baron De Kock  dan Kepala Staf Angkatan laut Letnan Kolonel Bakker, serta perwira menengah lainnya berangkat dari Batavia. Fregat Van Der Werff menjadi Kapal Komando yang ditumpangi oleh de Kock dan 314 serdadu Eropa, dipersenjatai dengan 28 pucuk Meriam caliber 18 pond, 22 pucuk carronade 24 pond dan 2 Meriam dari 8 pond. Selanjutnya cerita rinci tentang Perang Benteng kelima ini dapat di baca di Buku “PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang” karya HG Sutan Adil. 

Sketsa Pengasingan Sutan Mahmud Badaruddin II dan Keluarga Ke Batavia dan selanjutnya ke Ternate // Sumber : Sutanadil Institute
Sketsa Pengasingan Sutan Mahmud Badaruddin II dan Keluarga Ke Batavia dan selanjutnya ke Ternate // Sumber : Sutanadil Institute

Diakhir Perang Benteng Kelima inilah SMB II berhasil digulingkan dan selanjuntya diasingkan ke Ternate. Sedangkan Sultan Ahamad Najamuddin Prabu Anom atau SAN IV didudukkan sebagai Sultan di Kesultanan Palembang Darussalam dan Orang Tuanya, SAN II diangkat menjadi Suhunan, yaitu Suhunan Ahmad Najamuddin.

Kelimakali ulasan tentang Perang Benteng diatas adalah kesimpulan dari hasil penelitian HG Sutan Adil dari Sutanadil Institute sejak tahun 2019 lalu dan sudah dibukukan dengan judul “Perang Benteng, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang” pertamakali tahun 2022 M.

Memang sangat disayangkan, adanya sejarah besar Perang Maritim yang besar di Palembang sebagaimana tersebut diatas, selama ini tidak terpublikasi dan tidak menjadi memori kolektif di masyarakat sebagaimana mestinya sebagai sebuah perjuangan anak bangsa yang heroik dan yang harusnya bisa menjadi tauladan untuk pembentukan karakter bangsa. Untuk itulah diperlukan banyak peneliti dan penulis sejarah agar Bangsa ini dan khsusnya stake holder terkait di Palembang bisa menyadari dan memahami sejarah besar anak bangsa nya di Palembang.

Sumber : 

Buku “Perang Benteng, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang” oleh  HG Sutanadil

*) Penulis adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Bogor, 04 Oktober 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun