Mohon tunggu...
HG Sutan Adil
HG Sutan Adil Mohon Tunggu... Sejarawan - Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Pemerhati dan Penulis Sejarah, Ekonomi, Sosial, Politik. Telah menulis dua buku sejarah populer berjudul Kedatuan Srivijaya Bukan Kerajaan Sriwijaya dan PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang. (Kontak 08159376987)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang (Bagian Pertama)

30 September 2024   08:06 Diperbarui: 30 September 2024   08:11 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sultan Mahmud Badaruddin Pangeran Ratu atau Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II)Sumber :  keratonpalembang.com

PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang. (Bagian Pertama)

Oleh : HG Sutan Adil

Sejak bangsa Eropa mengenal jalur perdagangan langsung ke Nusantara di abad 16 M dan awal abad 17 M, maka jalur perdagangan khususnya rempah-rampah di Nusantara ini menjadi ramai dan berefek kepada keserakahan mereka untuk menguasai sumber rempah-rempah ini secara mutlak dengan cara menjalin kerjasama dengan penguasa lokal secara ekslusif atau memonopoli dalam perdagangannya, Tak terkecuari perhimpunan perusahaan seperti VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) milik Republik Belanda dan EIC (East India Company) milik Kerajaan Inggris.

Logo Perusahaan VOC dan EIC //  Sumber : Sutanadil Institute
Logo Perusahaan VOC dan EIC //  Sumber : Sutanadil Institute

Kedua Perhimpunan Perusahaan Perdagangan Hindia Timur tersebut menjelma menjadi layaknya sebuah Negara otonom yang mempunya hak mengelola organisasinya dengan mempunyai hak-hak istimewa (octrooi), seperti boleh memiliki tentara, memiliki mata uang, bernegosiasi dengan negara lain hingga menyatakan perang. Dengan kekuasaan istimewanya inilah maka mereka tanpa persetujuan Negara induknya, bisa melakukan kekerasan dan termasuk menyatakan dan melakukan perang dengan penguasa lokal.

Tercatat banyak terjadi peperangan besar antara Penguasa Lokal Nusantara dengan VOC dan EIC ini, akibat kerakusan perhimpunan perusahaan ini dalam berdagang dan usaha menjajah sebuah wiliyah. Umumnya peperangan ini terjadi di daratan, seperti : Perang Candu/Paderi di Minangkabau tahun 1820 M – 1833 M, Perang Aceh dengan Hindia Belanda tahun 1873 M – 1914 M, Perang Jawa atau Diponegoro tahun 1825 M – 1830 M. dan lainnya. 

Berbeda dengan peperangan sebagaimana contoh diatas yang umumnya terjadi di daratan, di Palembang justru yang terjadi adalah Perang di laut dan di sungai yang melibatkan banyak kapal (laut) perang dan serdadu marinir milik VOC dan EIC melawan  Kerajaan Palembang (Kesultanan Palembang Darussalam) yang memiliki banyak benteng-benteng pertahanan di pinggir laut dan sungai. Sehingga peperangan di Palembang ini dapatlah disebut sebagai sebuah Perang Maritim, karena memang terjadinya di Laut dan di Sungai. 

Ilustrasi Perang Benteng Pertama di Perairan sekitar Pulau Kemaro dan Benteng-benteng Pertahanan kerajaan Palembang  Sumber : Sutanadil Institute
Ilustrasi Perang Benteng Pertama di Perairan sekitar Pulau Kemaro dan Benteng-benteng Pertahanan kerajaan Palembang  Sumber : Sutanadil Institute

Sebagaimana sesuai judul diatas; Perang Benteng, perang maritim terbesar di abad ke-17 dan ke-19 di Palembang, adalah adanya beberapa kali perang maritim yang terjadi di Palembang dengan mengandalkan benteng-benteng pertahanan milik Kerajaan Palembang dan kesultanan Palembang Darussalam yang terletak di sepanjang sungai musi, dimulai dari muara sungai musi di daerah Sungsang yang berada di selat Bangka, sampai ke wilayah uluan atau muara sugai-sungai batangahari Sembilan, seperti : Hulu Sungai Musi, Sungai Ogan, Sungai Kemering, Sungai Lematang, Sungai Lakitan, Sungai Kelingi, Sungai Bliti, Sungai Rawas, dan  Sungai Batanghari Leko.

Dalam buku yang berjudul sama dengan judul artikel diatas, Perang Benteng Perang Maritim terbesar abad 17 dan 19 di Palembang, karya HG Sutan Adil, di jelaskan secara lengkap dan rinci tentang Perang Maritim ini. Sumber sejarah primer yang diambil sebagai acuan adalah bersumber dari catatan semasa yang dilakukan oleh serdadu VOC dan EIC yang sudah dibukukan seperti; buku karya Johan Nieuhof (VOC) berjudul “Voyages & Travels to the East Indies 1653-1670” dan buku karya Major William Thorn (EIC) berjudul “The Conquest Of Java”. Kedua Penulis buku ini merupakan Serdadu dari kedua Perhimpunan Perusahaan Dagang dan menyaksikan secara langsung Perang Benteng ini.

Buku
Buku "Perang Benteng, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang" Karya HG Sutan Adil // Sumber : Sutanadil Institute
Sedangkan Data Sekunder didapat dari Catatan Kuno yang ada dan beberapa buku lama tulisan Bp. Johan Hanfiah (Alm) dan Karya2 Ilmiah dari Ibu Dr. Farida W. Wargadalem, serta diperkaya dengan beberapa Buku Sejarah, karya tulis dan jurnal ilmiah dari beberapa sejarawan lainnya sebagai tambahan data sekunder. Sebagai pelengkap untuk Data Tersiernya diambil dari literasi di Website/Internet yang dapat dipercaya.

Berdasakan hasil Penelitian dan juga sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Perang Benteng tersebut diatas, telah terjadi lima (5) kali perang maritime besar yang disimpulkan sebagai “PERANG BENTENG” yang periodisasinya dapat dibagi sebagai berikut :

1. Perang Benteng I (Pertama), yaitu Perang Maritim yang terjadi antara Kerajaan Palembang yang di pimpin oleh Kyai Mas Hindi            dengan armada laut pasukan VOC yang dipimpin oleh Laksamana Vander Laen, pada tahun 1659 M.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun