Tentu saja, sebagaimana keinginan Rafles sejak semula dan alasan utamanya menyerang Palembang adalah untuk mengambil alih Pulau Bangka Belitung, maka SAN II menyepakati penyerahan sebagian Pulau Bangka Belitung kepada Inggris disaat itu dan penyerahaan sebagian lagi diserahkan setahun kemudian melalui proses jual beli dengan pembayaran sebesar emas lima peti, serta tidak turut campur dalam urusan pemerintahan di Kesultanan Palembang Darussalam. Cerita ini tercatat dalam Buku Alih Bahasa “Hikayat Palembang”, Oleh M Adil dkk, terbitan Rafah Press, 2019 halaman 89 yang berbunyi ;
….. Sebermula Sultan yang muda Ahmad Najamuddin itulah yang di atas tahta kerajaan, /7/ merintah negeri Palembang seperti dahulu kala juga. Akan tetapi tanah Bangka tinggal lagi setengah /8/ padanya Sultan Palembang, dan setengahnya sudah diambil oleh Inggeris. Dan setahun lamanya /9/ maka datang surat dari Betawi kepada Sultan Palembang: dari itu tanah Bangka setengah yang /10/ tinggal kepada Sultan Palembang kalau mau jual boleh Inggeris beli. Maka dijual oleh /11/ Sultan Palembang kepada Inggeris tanah Bangka setengahnya itu, diterima emas lima peti. /12/ Entah beberapa harganya itu maka selesailah antra Palembang dengan Inggeris, bagaimana keadaan dengan /13/ Holanda dahulu Inggeris duduk di Palembang, tidak masuk merintah. Suatu apa-apa, semuanya perkaranya /14/……
Atas keberhasilan target utama Rafles dalam Perang Benteng Kedua ini, yaitu memiliki Pulau Bangka Belitung, maka dalam perjalanan pulangnya ke Batavia, Gillespie diperintahkan kembali untuk mampir ke Pulau Bangka Belitung lewat Mentok dan selanjutnya kedua pulau itu diresmikan menjadi milik dan penjajahan Kerajaan lnggris serta mengganti namanya dengan nama baru yaitu "Duke of York Islands" pada tanggal 20 Mei 1812.
Namun Kebahagiaan Rafles atas keberhasilan cita2nya yang telah berhasil mendapatkan Pulau Bangka Belitung ini tidak berlangsung lama, sesuai Perjanjian London atau Traktat London yang ditandatangani tanggal 13 Agustus 1814 Masehi di Kota London (Inggris), maka Pulau Bangka Belitung ini wajib diserahkan kepada pemerintah kerajaan Belanda dan ditukar dengan Kota Pelabuhan Cochin, Suatu daerah yang terletak di Kerala, India sekarang.
Bentuk kekecewan, kemarahan dan protes Rafles tentang pelepasan Pulau Bangka Belitung dari EIC ini dapat dilihat dari surat yang ditulisnya pada tanggal 3 Juli 1818 M, kepada Dewan Rahasia (Secret Committee) East India Company berbunyi:
It is much to be regretted that the island of Banca was ever ceded to the Dutch.Could this important station be regained, in payment for the heavy sums due by the Dutch Government on the close of the Java accounts, its advantages to the British Government would abundantly repay the amount foregone. Possessing Banca in indisputed sovereigny, it would be the seat of our eastern Government....”(British Library, India Office and Records).
Artinya :
Sangat disesalkan bahwa Pulau Banca pernah diserahkan kepada Belanda. Jika stasiun penting ini dapat diambil kembali, sebagai pembayaran atas sejumlah besar uang yang harus dibayarkan oleh Pemerintah Belanda pada penutupan rekening Jawa, keuntungannya bagi Pemerintah Inggris akan membayar kembali jumlah yang hilang. Dengan memiliki Banca dalam kedaulatan yang tak terbantahkan, kota ini akan menjadi pusat Pemerintahan timur kita...."(Perpustakaan Inggris, Kantor dan Arsip India).
Demikianlah rangkuman ringkas tulisan tentang bergabungnya dan terpisahnya Pulau Bangka Belitung dari Kesultanan Palembang Darussalam. Ditulisan berikutnya yang nanti akan tegabung dalam kelompok artikel “Seri Bangka Belitung”, Penulis akan banyak juga membahas tentang sejarah Bangka Belitung lainnya.
Sumber : Hikayat Palembang, HG Sutan Adil, Tjarita Bangka dan sumber lainnya yang dapat dipercaya.
*) Penulis adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sultanadil Institute.