"Seperti telah jelas diterangkan di atas, bahwa Menteng adalah ucapan orang-orang kita untuk menyebut Muntinghe, yaitu salah seorang anggota Raad Van med. Indie (Dewan Hindia) yang diserahi jabatan Komisaris Pemerintah Kolonial untuk wilayah Palembang dan Bangka. Ia diserahi jabatan itu mulai tanggal 27 Oktober 1817. Dalam usahanya untuk menanamkan kekuasaan kolonial di Palembang mengalami kegagalan. Ia kembali ke Betawi pada bulan Juni 1819 M. tidak secara terhormat, ia melarikan diri dengan maksud minta bantuan. Biasanya judul sesuatu karangan, apalagi jika mengenai pertempuran atau perkelahian, yang keluar sebagai pemenang adalah yang namanya menjadi terkenal dan patut dikemukakan. Karena untuk sementara yang unggul dalam peperangan adalah Palembang, maka sudah sepantasnya jika syair tersebut diganti menjadi syair perang Palembang"
Untuk itu, penulis mengajak kepada Sejarawan dan Budayawan Lokal Palembang termasuk Nasional, untuk mulai mengkaji kembali nomenklatur atau labeling nama syair ini untuk juga menjadi penyemangat generasi sekarang dan berikutnya, bahwa di Palembang ini juga banyak terdapat hasil karya satra besar di masa Kesultanan Palembang Darussalam dan mulailah meneliti serta menulis kembali sejarah besar Palembang. Kebesaran sejarah suatu bangsa itu tergantung kepada bangsa itu sendiri, bukan hanya mengandalkan hasil karya Sejarawan Asing, apalagi Sejarawan Kolonial.
Berikut pesan Drs. Atja yang diungkapkan dalam bukunya "Syair Perang Palembang", sebagai berikut :
"Pelajaran yang dapat kita ambil sesudah menelaah peristiwa jatuhnya Palembang ke tangan Kolonialis Belanda, adalah sebagai berikut: "Palembang ditaklukkan oleh kaum kolonialis, bukan karena rakyat Palembang tidak gigih dan tidak mampu menghadapi serangan-serangan musuh, melainkan kesalahan para pemimpinya yang tidak berwatak teguh. Mereka terlalu keburu oleh kedudukan dan kemuliaan lahir, meskipun dengan mengorbankan saudaranya sendiri sekalipun, apalagi rakyatnya, yang baginya hanyalah berupa alat belaka""
*) Penulis adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute
Bogor, 17 Mei 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H