Mohon tunggu...
HG Sutan Adil
HG Sutan Adil Mohon Tunggu... Sejarawan - Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Pemerhati dan Penulis artikel Sejarah, Ekonomi, Sosial, Politik di berbagai media. Sudah menulis dua buku sejarah populer berjudul Kedatuan Srivijaya Bukan Kerajaan Sriwijaya dan PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang. (Kontak 08159376987)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Benteng (I) Pertama, Perang Maritim Terbesar Abad 17 Melawan VOC di Palembang

23 April 2024   13:02 Diperbarui: 23 April 2024   13:04 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kiai Mas Hindi, Pahlawan Pengusir VOC dari Palembang dalam Perang Benteng (I) dan Pendiri Kesultanan Palembang Darussalam // Sumber : keratonpalem

PERANG BENTENG (I) PERTAMA, PERANG MARITIM TERBESAR ABAD 17 MELAWAN VOC DI PALEMBANG

Oleh : HG Sutan Adil

Cerita tentang sejarah besar “Perang Benteng” di Palembang terhadap VOC ini jarang sekali  terpublikasi dan atau penelitiannya. Dalam peristiwa perang maritim yang besar ini, tentu saja banyak meninggalkan cagar budaya yang masih tenggelam dan terabaikan sampai sekarang. Apalagi sangat disayangkan juga  sejarah besar beberapa kali Perang Maritim di Nusantara terhadap VOC/kolonialis di Palembang ini tidak masuk dalam standar pelajaran sejarah nasional. Padahal sejarah besar Palembang ini adalah kejadian nyata dan merupakah sejarah besar dan heroik perjuangan rakyat Palembang yang dipelopori oleh Penguasa Palembang di periode2 itu, yaitu Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam

Periodisasi Perang Benteng di Palembang //sumber : Sutanadil Institute
Periodisasi Perang Benteng di Palembang //sumber : Sutanadil Institute

Tercatat minimal ada lima (5) kali Perang Maritim besar atau Perang Benteng di Palembang yang melibatkan Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam dalam menghadapi para pendatang dan pengusaha global saat itu yang ingin mengusai perdaganggan dan menjajah Palembang. Dimulai dari permintaan untuk mendapatkan hak monopoli perdagangan sampai mulainya penjajahan secara wilayah atau Koloni. Pendatang dan Pedagang ini dimulai dari pedagang besar dan global saat itu yang sering disebut sebagai VOC (Vereening de Ost-Indische Companie) dan EIC (East India Company) sampai era pemaksaan penguasaan wilayah seperti Kerajaan Holanda (Belanda, Kerajaan Perancis dan Kerajaan Inggris.

Buku
Buku "Voyages & Travels to the East Indies 1653-1670" Oleh John Nieuhof // Sumber : Sutanadil Institute

Cerita dalam tulisan ini adalah bersumber dari buku kedua penulis sendiri dengan judul "PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar abad 17 dan 19 di Palembang" yang merupakan karya tulis penulis sendiri yang sudah terbit akhir tahun 2022 lalu. Sumber primer dari tulisan dibuku ini diambil dari penelitian langsung oleh penulis ke lapangan dan juga terhadap beberapa catatan dari Komandan Perang VOC saat menyerang Ibukota dan Keraton Kuto Gawang di Palembang, bernama Laksamana John van der Laen, sebagai data primernya dan juga dari tulisan Johan Nieuhof dalam bukunya “Voyages & Travels to the East Indies 1653-1670, yang juga ikut serta dalam penyerangan VOC ke Palembang saat itu. Data sekunder diambil dari beberapa buku dari Bp. Djohan Hanafiah, Ibu Farida W. Wargadalem dan karya ilmiah lainnya, dan juga dari internet sebagai data pembanding. 

Buku
Buku "Perang Benteng, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang" Oleh HG Sutan Adil // Sumber : Sutanadil Institute

Pada Buku Perang Benteng ini sebenarnya dan berdasarkan Penelitian dari kami, Sutanadil Institute,  dimasa Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam banyak sekali meninggalkan Benteng-benteng Pertahanan khas Melayu mereka yang terbuat dari kayu dan bambu dimasa tersebut untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, yang tersebar mulai dari Muara Sungai Musi di Selat Bangka dan Sungsang, sampai ke ibu kota Palembang dan dibeberapa daerah uluan Sungai Musi lainnya di daerah pedalaman yang sering disebut sebagai Batang Hari Sembilan. Namun sayanganya, keberadaan Benteng-benteng pertahanan ini masih banyak yang belum bisa terungkap karena minimnya dukungan dan Dana Penelitan /Eksplorasi dari stake holder sejarah yang terkait, baik dari pusat maupun daerah di Sumatera Selatan (Palembang) sendiri sampai saat ini.

Benteng-benteng Pertahanan Palembang // Sumber : Sutanadil Institute
Benteng-benteng Pertahanan Palembang // Sumber : Sutanadil Institute

Pada 1642, Pangeran Sido Ing Kenayan  sebagai Pangeran Palembang saat itu terpaksa melakukan kesepakatan kepada VOC (Kompeni) dalam rangka memonopoli perdagangan lada dan komoditas lainnya dari Palembang, karena saat itu Negeri Malaka juga sudah dikuasai oleh VOC. Akan tetapi seperti biasanya VOC  tidaklah berbuat banyak untuk menegakkan perjanjian tersebut, sampai tahun 1655, karena kondisi persaingan dari berbagai bangsa Eropa yang juga ingin mengambil keuntungan dalam perdagangan di Palembang.

Hubungan kedua pihak memburuk karena perwakilan VOC di Palembang yang bernama Cornelius Ockersz, berlaku arogan dan sering menawan kapal-kapal dagang pesaing mereka di Palembang serta memperlakukan Pangeran-pangeran Palembang saat itu dengan tidak selayaknya sebagai mitra dalam perdagangan dan sering tidak menghormatinya.

Pada Agustus 1653, terjadi kekacauan dg perwakilan VOC ini, dimana Ockersz dan 40 orang anak buahnya terbunuh ketika mau meninggalkan Palembang setelah membuat kekacauan, sedangkan orang-orang Belanda yang tersisa dipenjarakan di Keraton Kuto Gawang. Dibeberapa tahun selanjutnya juga terjadi pembunuhan terhadap awak kapal VOC, Jaccartra dan Watchman; dan setahun kemudian terjadi lagi pembunuhan dua orang Belanda yang saat itu diutus ke darat oleh kapal perang Niccoport dan Leerdam (yang baru datang dari Texel)

Dalam masa pemerintahan Pangeran Sido ing Rejek bergelar Pangeran Ratu Sultan Jamaluddin Mangkurat VI di Palembang, VOC di Batavia mengirimkan sebelas armada kapal pada tanggal 9 Oktober 1659 di bawah pimpinan dan komandan nya, Laksamana Johan van Der Laen beserta wakilnya John Truytsman untuk membalas beberapa kejadian terhadap orang dan perwakilan VOC diatas serta untuk memperkuat usaha monopoli mereka di Palembang.

Armada ini terdiri dari kapal inti bernama Orange, Postilion, Molucco, Armd of Batavia dan Charles; tiga kapal galiung, yaitu Appelboom, hour- glass dan Hammehiel; serta tiga kapal lainnya, Crab, Tronk dan Flying Dear, dilengkapi dengan 600 pelaut dan 700 prajurit darat. Mereka tiba pada 30 Oktober 1659 di Selat Bangka atau Muara Sungai Musi tanpa mengalami gangguan berarti selama perjalanan. Dapat dikatakan, dengan adanya konvoi armada VOC ini, maka sejarah Perang Benteng Pertama dimasa Kolonial di sejarah Palembang dengan begitu baru saja dimulai.

Serdadu VOC menghabiskan waktu selama dua hari, yakni tanggal 3 dan 4 November 1659, untuk memasuki sungai. Tetapi pada malam hari 9 November 1659, keberadaan mereka telah diketahui oleh pasukan kerajaan Palembang dan langsung mengempur konvoi kapal VOC tersebut. Atas Peristiwa tersebut mengakibatkan empat sampai lima prajurit VOC terluka karena para komandanya kurang sigap dalam mengantisipasi serangan. Akhinya pada 10 November 1659, pasukan VOC bisa tiba di depan antara Pulau Kemaro dan pantai di seberangnya. Dari posisi ini Keraton Kuto Gawang dan Kota Palembang bisa terlihat dengan jelas.

Lukisan Perang Benteng di Benteng Bamagangan Pulau Kemaro // sumber : Sutanadil Institute
Lukisan Perang Benteng di Benteng Bamagangan Pulau Kemaro // sumber : Sutanadil Institute

Pada saat itu Kerajaan Palembang sudah mempunyai 3 (Tiga) Benteng Pertahan terdekat dan juga sebagai perisai Keraton Kuto Gawang dalam mempertahankan ibukota, yaitu ; Benteng Bamagangan, terletak di titik bagian barat dan Benteng Manguntama di timur di Pulau Kemaro. Sementara ada dua benteng lainnya diseberang sungai, yaitu terletak di titik bagian barat, Benteng Martopuro dan kearah timurnya yang saling bersebelahan yakni Benteng Tambak Bayo di Muaro Plaju Sekarang.

Benteng Tambak Bayo dan Benteng Martopuro di Plaju // Sumber : Sutanadil Institute
Benteng Tambak Bayo dan Benteng Martopuro di Plaju // Sumber : Sutanadil Institute

Benteng2 ini terus bersiaga dan siap dalam melakukan tembakan dan hanya menunggu konvoi kapal VOC sampai pada jarak tembak. Awalnya dari hulu dikirim beberapa rumah kayu atau rakit berisi benda-benda mudah terbakar yang dibangun di atas gelondongan-gelondongan kayu berukuran besar yang terapung di atas sungai. Atas kondisi ini Kapten Jurian Paulson dari VOC diutus untuk melihat rakit-rakit itu dengan membawa serta kapal hour glass dan beberapa perahu lainnya dan selanjutnya dia memotong tali-tali gelondongan itu dan lalu menyulutnya dengan api untuk membakarnya. Kemudian, seluruh armada VOC bergerak maju untuk menyerang Benteng Bamagangan.

Dengan gagah beraninya, begitu mememasuki jarak tembak meriam dari benteng2 tersebut, Pasukan Palembang langsung menyambutnya dengan tembakan meriam dari dua benteng yang ada di titik barat dan timur. Tetapi sayangnya tembakan dari meriam ini tidak bisa menghentikan gerakan pasukan VOC yang akhirnya bisa mecapai Benteng Bamagangan yang selanjutnya berhasil dibakar beserta gudang mesiunya sehingga sebagian besar bangunan benteng meledak, berikut rumah-rumah yang ada di sekitarnya. Setelah itu, kapal Bioemendahl, Koukerk, dan Cat membuang sauh dalam jarak tembak dari arah pantai untuk kemudian menembaki benteng lainnya, baik dari jarak jauh maupun dekat.

Lukisan Peta Keraton Kuto Gawang dan Bentengnya, oleh Laksamana John van der laen // Sumber : Sutanadil Institute
Lukisan Peta Keraton Kuto Gawang dan Bentengnya, oleh Laksamana John van der laen // Sumber : Sutanadil Institute

Akhirnya Pasukan VOC berhasil mendarat dan menguasai Benteng Bamagangan. Disana mereka merampas 22 meriam dari besi dan kuningan dan langsung dipakai mereka untuk mengarahkannya ke Pasukan Palembang yang ada di darat. Pertempuran itu berlangsung sepanjang malam dalam mempertahan Benteng. Selanjutnya terlihat empat atau lima mesin api, berupa rumah-rumah kayu berisi benda-benda yang mudah terbakar yang dibangun diatas gelondongan-gelondongan kayu; ukuran benda yang sangat besar itu memenuhi hampir seluruh badan sungai.

Kapal Bloemendahl, Koukerk, dan Cat membutuhkan waktu lama untuk dapat menghindari serangan ini, karena mereka harus terlebih dulu memutus tali-tali di gelondongan tersebut. Bagian depan kapal Molucco sempat terbakar, walaupun akhirnya berhasil diselamatkan kapal-kapal VOC lainnya yang menemaninya tanpa mengalami kerusakan berarti.

Kapal Bloemendahl, Koukerk, dan Cat membutuhkan waktu lama untuk dapat menghindari serangan ini, karena mereka harus terlebih dulu memutus tali-tali di gelondongan tersebut. Bagian depan kapal Molucco sempat terbakar, walaupun akhirnya berhasil diselamatkan kapal-kapal VOC lainnya yang menemaninya tanpa mengalami kerusakan berarti.

Sketsa  Lokasi Benteng-benteng Pertahanan Palembang disekitar Pulau Kemaro, oleh John van der laen // Sumber : Sutanadil Institute
Sketsa  Lokasi Benteng-benteng Pertahanan Palembang disekitar Pulau Kemaro, oleh John van der laen // Sumber : Sutanadil Institute

Mesin-mesin Api tersebut terbawa arus sungai dan lenyap menjadi asap. Dalam pertempuran memperebutkan benteng, sebanyak 30 orang dari pasukan bayaran dari jawa yang membantu VOC terbunuh, di antaranya Quevy tommagen nadapen radja [Kiai Temenggong Dihadapan Raja] beserta dua puteranya, yang dimakamkan keesokan harinya.

Pada pagi hari 11 November 1659, VOC berhasil mengambil alih Benteng Martapuro. Disana mereka menemukan 16 (Enambelas) unit meriam, termasuk meriam2 lainnya yang telah dibuang ke sungai, tetapi sayangnya mereka dapat mengambilnya kembali. Kemudian VOC merampas meriam-meriam tersebut dan membawanya ke kapal dengan sejumlah kecil amunisinya.

Rupanya kegiatan penjarahan ini terpantau oleh pasukan kerajaan di Palembang, yang selanjutnya menyerang kembali dan berhasil membakar kapal Watchman dan pada malam harinya, pasukan ini yang sempat mundur dari pulau kemaro berusaha kembali untuk merebut benteng Martopuro dan Bamagangan, tetapi VOC sudah mempersiapkan diri untuk mempertahankannya sepanjang malam.

Dalam keadaan posisi yang parah itu maka pihak pihak musuh mencari siasat dan jalan keluar berupa mengincar letak pusat penyimpanan gudang senjata Palembang. Akibat diketahuinya posisi dari gudang-gudang senjata itu, maka serangan dipusatkan kesana dan dengan susah payah akhirnya diledakkanlah oleh VOC gudang2 tersebut yang merupakan pusat penyimpanan senjata di Benteng Tambak Bayo.

Akibatnya maka posisi pertempuran beberapa kali berubah-ubah dan akhirnya dikarenakan gudang-gudang senjata Palembang terbakar, maka Palembang harus bertempur dengn senjata tajam, seperti keris; pedang, panah, tombak nibung, yaitu semacam tombak bambu runcing yang berbisa sekali.

Setelah memakan waktu 2 hari , yaitu tanggal 12 dan 13 November 1659, akibat diledakkannya Gudang Senjata yang ada di Benteng-benteng diatas dan memasukkan seluruh meriam dan amunisi yang berhasil mereka jarah dari di ketiga benteng ke kapal mereka, selanjutnya Pasukan VOC bergerak cepat untuk segera melakukan penyerang ke kampung orang Cina, Arab, India, Portugis dan asing lainnya yang ada di rakit2 didepan dan seberang Keraton yang ada dipinggiran sungai dan menguasai Ibukota sebelum Palembang mempersiapkan diri kembali karena kehilangan benteng-benteng nya.

Singkat cerita, dalam pertempuran dahyat di sekitar Pulau Kemaro dan Empat Benteng Kesultanan Palembang diatas, VOC berhasil menuju ibukota Palemabng, Keraton Kuto Gawang, dan membakar habis Keraton Kuto Gawang tsb. Untuk cerita lengkap Perang Benteng Pertama ini, dapat dibaca di Buku “Perang Benteng, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang”.

Setelah VOC berhasil menjarah seluruh seluruh meriam dan harta2 istana raja, selanjutnya mereka membumi-hanguskan Keraton Kuto Gawang dan seisi Ibukota pada tanggal 16 November 1659, setelah sebelumnya membawa meriam dan hasil jarahan ke kapal kapal mereka yang sudah menunggu. Palembang akhirnya dapat diduduki VOC (Kompeni) pada 23 November 1659.

Lukisan Terbakarnya Keraton Kuto Gawang Palembang, oleh Pieter van der Aa // Sumber : Sutanadil Institute
Lukisan Terbakarnya Keraton Kuto Gawang Palembang, oleh Pieter van der Aa // Sumber : Sutanadil Institute

Dikarenakan Keraton Kuto Gawang habis terbakar itu maka pasukan dan rakyat Palemban berangsur-angsur mengundurkan diri ke pedalaman. Pangeran Palembang, Sido Ing Rejek, berikut rakyatnya kemudian mendirikan Kuto baru di pedalaman yang diberi Nama "Indralaya" yang dijadikan tempat kedudukan Pangeran.

Sebagian besar lagi, rakyat Pelembang dibawa mengungsi ke saka tiga, pedamaran, tanjung batu dan pondok, tetapi kemudian sebagian besar dari mereka tinggal menetap ditempat-tempat tersebut hingga sekarang telah berkeluarga, turun temurun menjadi penduduk ditempat-tempat tersebut. Di Lokasi tersebut juga masih banyak terdapat peniggalannya di tempat tersebut, seperti; Makam perkuburan mereka, masjid, balainya dan lain-lain.

Pada siang harinya rakyat dan laskar Palembang menghilang tidak menampakkan diri di Keraton yang sebagian besar telah dibakar dan dibumi hanguskan itu, dan baru pada malam harinya diadakan kesibukan-kesibukan. Sandang dan pangan tidak di jual belikan kepada VOC, sehingga mereka lama kelamaan menderita kekurangan persediaan.

Lukisan Perang Benteng didepan Keraton Kuto Gawang Palembang, oleh John Noeuhof // Sumber : Sutanadil Institute 
Lukisan Perang Benteng didepan Keraton Kuto Gawang Palembang, oleh John Noeuhof // Sumber : Sutanadil Institute 

Maka dalam menghadapi peperangan yang akan dilakukan pada hari-hari mendatang melawan VOC itu, setelah diadakan persiapan-persiapan dalam waktu yang cukup lama dan matang dengan cara kerja sama dan persaudaraan yang baik itu, maka di aturlah pimpinan perlawanan terhadap VOC ini yang dipimpin oleh Kyai Mas Hindi dan dibantu oleh beberapa panglima, yaitu:

  • Pangeran Ario Kesumo Abdul Rochim (Kyai Mas Hindi) adik raja sendiri, selaku pimpinan umum.
  • Pangeran Mangkubumi Nembing Kapal (Menantu Ki Gede Ing Rajek) dengan alim ulama, hulubalang dan pasukan sabililahnya.
  • Ki Demang Kecek dengan pasukan dan rakyatnya sebagian dari jambi dan sekutu-sekutunya.
  • Ratu Tumenggung Bagus Kuning Pangluku, dengan srikandi-srikandi pimpinan serta pasukan-pasukannya.

Maka didalam peperangan berlangsung begitu dahsyat dan agak lama banyak jatuh korban dikedua belah pihak. Lama kelamaan dipihak VOC tidak bisa bertahan bertahan lama dengan serangan dari rakyat dan laskar Palembang tsb. secara gerilya maupun secara langsung terus menerus dari pedalaman dan segala penjuru.

Melihat hal demikian serangan dari pihak Palembang berjalan terus , maka armada VOC kemudian tidak dapat bertahan lebih lama lagi dengan banyak korban, selanjuntya Komandan Laksamana Joan Van der Laen, memundurkan diri ke perairan yang aman di luar jarak tembakan meriam dari ketiga benteng pertahanan Palembang, yaitu; Tambak Bayo, Pulau Kemaro laut dan Kemaro darat , serta Manguntama. Dua hari kemudian armada angkatan perang VOC meninggalkan perairan musi dan mengundurkan diri ke Batavia.

Setelah mengusir VOC kembali ke Batavia, di Palembang sendiri kemudian kekuasaan dan pemerintahan  dilanjutkan oleh Kiai Mas Hindi yang memindahkan pusat pemerintahannya di arah ke Ulu dari Keraton Kuto Gawang yg sudah hangis terbakar dengan membuat Keraton baru dan pusat pemukiman yang baru yang terletak di antara Sungai Rendang dan Sungai Tengkuruk, yang selanjutnya dikenal dengan Keraton Beringin Janggut di  16/17 ilir saat ini.

Kiai Mas Hindi, Pahlawan Pengusir VOC dari Palembang dalam Perang Benteng (I) dan Pendiri Kesultanan Palembang Darussalam // Sumber : keratonpalem
Kiai Mas Hindi, Pahlawan Pengusir VOC dari Palembang dalam Perang Benteng (I) dan Pendiri Kesultanan Palembang Darussalam // Sumber : keratonpalem

Kemudian pada tahun 1666 M, Pangeran Ario Kusumo Abdurochim atau Kiai Mas Hindi memproklamirkan Kerajaan Palembang menjadi Kesultanan Palembang Darussalam dan beliau dilantik sebagai sultan pertamanya oleh Badan Musyawarah Kepala-kepala Negeri Palembang dengan gelar Sultan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam serta mendapat legalitas pula dari Kesultanan Turki Utsmani, berdasarkan tulisan sejarawan palembang (Pendapat ini perlu diteliti lebih lanjut).

*) Penulis adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah di Sutanadil Institute

Bogor, 22 April 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun