Benteng Pertahanan Kesultanan Palembang Darussalam di Plaju
BENTENG TAMBAK BAYO,Oleh: HG Sutan Adil
Dalam Perang Benteng yang terjadi di Palembang abad ke-17 dan abad ke-19 peran Benteng Pertahanan disekitar Pulau Kemaro sering kali menjadi tempat yang strategis bagi Kesultanan Palembang Darussalam untuk menjaga Kota Palembang, baik saat masih di Keraton Kuto Gawang maupun saat sudah pindah ke Keraton ke-6 nya di Keraton Kuto Besak.
Salah satunya adalah Benteng Tambah Bayo yang terletak di Muara Sungai Komering yang sekarang lokasinya sudah ditempati oleh Kilang Minyak PT Pertamina di Plaju, Kota Palembang. Benteng Pertahanan ini saat Perang Benteng Pertama (I) menjadi Benteng Pertahanan Terbesar dan sangat strategis posisinya untuk menghantam serangan dari arah Ilir dan dari arah Sungsang atau Selat Bangka.
Bedasarkan Lukisan sketsa yang dibuat oleh Komandan Penyerang VOC pada tahun 1659 M, Laksamana John Van der Laen, saat akan menyerang Kota Palembang terlihat jelas posisi Benteng Pertahanan Tambak Bayo ini yang juga berdekatan dengan Benteng Martapuro dan Benteng Manguntama serta Benteng Teraoung di Pulau Kemaro yang berada di seberangnya.
Saat Perang Benteng pertaman tahun 1659 M, Benteng Tambak Banyo masih bernama Benteng "Bamagangan "dan menjadi Benteng pertahanan Kota Palembang yang banyak dioperasikan dan dilakukan oleh orang Arab dan keturunannya. Hal ini dapat telihat dan dijelaskan oleh Johan Nieuhof, seorang pengelana Belanda yang ikut dalam ekspedisi dan penyerang tahun 1659 M ini melalui bukunya yang berjudul “Voyager and Travelers ti the East Indies 1653-1670”
Memang saat itu hampir semua orang asing, baik Arab, India, Portugis, Cina, tinggalnya di seberang Keraton Kuto Gawang dan umumnya tinggal di rumah rakit. Hanya sebagian besar saja orang arab yang tinggal didarat dan disekitar Benteng Tambak Bayo ini, dan ditugaskan oleh Pemimpin Kerajaan Palembang untuk bertanggungjawab atas pengoperasian Benteng Pertahanan tersebut.
Lukisan Perang Benteng pertama di tahun 1659 M ini juga dilukis ulang oleh saudara Johan Nieuhof, Hendriks, dan dibantu oleh kartografer Belanda bernama Pieter Van de Aa, dengan melukis ulang lukisan tersebut dengan menambahkan beberapa tulisan penjelasan dan menambahkan lukisan tambahan yang menceritakan Perang Benteng Pertama tersebut dan dengan jelas mengambarkan Benteng Tambah Bayo atau Bamagangan.
Lukisan la Villa de Palimbang dans I’ile de Sumatera ini terlihat sekali menggambarkan betapa dahsyatnya Perang Benteng Pertama ini dan juga disertai ilustrasi banyaknya Kapal Perang Belanda yang terlibat dan juga dengan jelas menggambarkan terbakarnya Keraton Kuto Gawang milik Kerajaan Palembang.
Dalam Perang Benteng Kedua (II) saat melawan Inggris dan Perang Benteng ketiga (III) sampai Kelima (V) Melawan Belanda, Juga Peranan Benteng Tambak Bayo ini sangat strategis sekali dalam menghadang Ekspedisi atau Penyerangn oleh Kolonialis ini. Di saat Perang Benteng Keempat (IV), Benteng Tambak Banyo dan dua benteng disekitarnya (Manguntama dan Martopuro) berhasil menghadang Pasukan Belanda yang mau menyerang Kota Palembang yang akhirnya Kembali ke Negeri Batavia dengan kekalahan yang memalukan.
Pada saat Perang Benteng Keempat (IV), Benteng Tambak Banyo ini dipimpin oleh Pangeran Kramadiradja, dan selanjutnya saat Perang Benteng Ke Lima (V) Benteng Tambak Bayo ini dipimpin oleh Pangeran Kramajaya, menantu Sultan Mahmud Badaruddin (II). Untuk Lenbih jelasnya tentang Perang Benteng ini, dapat dibaca di Buku “Perang Benteng, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang” karya HG Sutan Adil.
Sangat disayangkan keberadaan Benteng Pertahanan Tambak Banyo ini tidak ada bekasnya lagi sekarang. Hal ini dikarenakan material yang digunakan untuk membuat benteng bukan dari bahan yang tahan lama seperti batu dan semen sebagaimana Benteng Kuto Besak dan Benteng Kuto Kecik/Tengkuruk, tetapi terbuat dari bahan2 alamiah seperti Kayu Unglen/Ter, Bambu, Rotan dan lainnya, termasuk batu2 kali yang diratakan dengan tanah liat yang dipakai sebagai pondasi benteng dan tempat meletakkan meriam2nya.
Kondisi ini diperparah dengan pembakaran dan pembumihangusan Benteng Tambak Bayo ini yang dilakukan kolonialis Belanda saat penyerangan terakhir di Perang Benteng Kelima, dimana semua Benteng Pertahanan Kesultanan Palembang Darussalam dibakar habis oleh mereka, sebagaimana Keraton Kuto Gawang yang juga tidak berbekas itu.
Penjelesan lengkap tentang material yang dipakai oleh Benteng Pertahanan Tambak Banyo ini dapat di lihat dalam Buku “The Conquest Of Java, Nineteenth-century Java seen through the eyes of a soldier of the British Empire” hal. 147-193, karya Major William Thorn, seorang perwira serdadu Inggris saat menyerang Palembang tahun 1812 M.
Untuk itulah diperlukan penelitian yang mendalam lagi tentang keberadaan Benteng Tambak Bayo ini dan sebagai Data Primer, Buku dan Lukisan oleh Joan Van der Laen, Johan Nieuhof dan Major William Thorn ini sudah bisa dipakai sebagai Bukti Sejarah karena mereka adalah Pelaku Sejarah pada masa2 tersebut.
*) Penulis adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute
Bogor, 15 Nopember 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H