BENTENG UJUNG TANJUNG MUARA RAWAS, Benteng Kedua Kesultanan Palembang Darussalam di Musi Banyuasin
Oleh : HG Sutan Adil
Setelah Benteng Pertahanan di Dusun Bauaya Langu diduduki dan dibakar Inggris, Sultan Mahmud Badaruddin (II) Pangeran Ratu atau SMB II mundur ke uluan di daerah Muara Rawas. Beliau bertahan di sana dengan membuat Benteng Pertahanan besar bernama Ujung Tanjung dengan perlengkapan senjata lengkap pula seperti ; Meriam dan Senjata Modern lainnya saat itu.
Di Benteng Pertahanan Ujung Tanjung Muara Rawas ini, SMB II menghimpun orang Uluan dan banyak juga dibantu oleh orang melayu dari Jambi dan Minangkabau yang berpengalaman dalam perang sebelumnya. Maka sejak itu Inggris tidak lagi berkeinginan untuk menyerang.
Sejak saat ini Antara Uluan dan Iliran sudah mulai dikenal adanya Sultan Ulu yang diindentikan dengan Sultan Mahmud Badaruddin Pangeran Ratu dan Sultan Ilir yang dikenal sebagai Sultan Ahmad Najamuddin Diahuddin atau Sultan Ahmad Najamuddin II (SMB II).
Untuk menjaga keamanan di wilayah iliran, maka Sultan Ilir juga membuat benteng pertahanan di sebelah ilir dari daerah Muara Rawas. Benteng Pertahan ini berfungsi untuk mencegah jikalau Sultan Ulu akan milir dan membuat penyerangan kembali.
Untuk itulah Sultan Ilir memerintahkan untuk memblokade wilayah uluan agar tidak ada boleh milir, tetapi jika orang Ilir boleh masuk ke Uluan, sehingga tas kebijakan ini maka sering terjadi perselisihan dengan orang dari Sultan Ulu. Hampir setiap hari sering terjadi bentrokan dengan melibat senjata modern dan tradisional di kedua belah pihak masing masing Benteng Pertahanan.
Masih berdasarkan Naskah Kuno Hikayat Palembang (Cod.Or. 2276C), setelah lebih Dua Tahun Berlalu bertahan di Uluan, datanglah seorang Priyayi dari Palembang bernama Kemas Muhammad Hanafiyah untuk bertemu dengan Sultan Uluan. Dengan alasan untuk bertemu dengan saudara yang menjadi istri Sultan, maka beliau diizinkan Sultan Ilir untuk berkunjung ke Sultan Uluan.
Atas kedatangan tamu dari Palembang ini, Sultan Ulu dan Kemas Muhammad Hanafiyah bersepakat untuk membuat suatu rancana untuk berdamai dengan Inggris. Atas kesepakatan ini, nantinya Kemas Muhammad Hanafiyah dijanjikan untuk dijodohkan dengan salah satu anak beliau jika bisa membantu Sultan Ulu bisa kembali lagi mengambil alih tahta di Palembang dan tentu saja akan dijadikan saluh satu pejabatnya.
Dengan kesepakatan ini, milirlah priyayi Palembang ini kembali ke Palembang dan rahasia kesepakatan ini tidak boleh bocor ke siapapun agar tidak ada yang bisa menghalangi rencana besar Sultan Ulu ini. Sesampai di Palembang Priyayi Palembang ini langsung menuju ke Mentok karena kebetulan petinggi Inggris sedang berada disana.
Sesampai di Mentok, Priyayi Palembang ini mengutarakan maksud dan tujuan kedatangan dengan rencana dari Sultan Ulu untuk berdamai dengan Inggris. Kepakatannya adalah Sultan Ulu diperbolehkan kembali ke Keraton Kuto Baru di Palembang dan akan dibeli dengan harga Empat Puluh Laksa Ringgit dengan tunai. Ini adalah murni jual beli dan tidak harus memerintah, hanya didalam Kuto itu saja milik Sultan Ulu, maka kesepakatan ini diterima oleh pihak Inggris.
Tidak berapa lama selanjutnya, masuklah beberapa orang Inggris yang dipimpin oleh Mayor Robinson ke Palembang dan sesampai di Palembang meminta beberapa perahu kepada Sultan Ilir untuk dipakai mereka ke Uluan bertemu dengan Sultan Ulu dan mengecek keberadaan Benteng Petahanan nya disana. Hal ini dilakukan agar rencana sebenarnya untuk berdamai dengan Sultan Uluan ini tidak diketahui oleh Sultan Ilir.
Setelah diberikan beberapa perahu dan dirasa cukup untuk rombongannya, maka Mayor Robinson dan beberapa pengawalnya berangkat ke Uluan dengan di kawal oleh beberapa laskar dan Priyayi dari Sultan Ilir agar tidak dihalangi oleh Benteng Pertahanannya yang berada di bagian Hilir Muara Rawas itu.
Setelah sampai di wilayah musi rawas, rombongan Mayor Robinson tidak dihalangi oleh Benteng Pertahanan milik Sultan Ilir dan malah semua laskar dan priyayi disana diajak nya juga untuk bertemu Sultan Ulu. Setelah sampai di Benteng Ujung Tanjung di Muara Rawas, mereka di kawal oleh laskar dan Priyayi Sultan Ulu sampai ke Keraton Sultan Ulu.
Atas kunjungan Mayor Robinson dan Rombongan ini, mereka disambut dengan Meriam Salto tanda selamat datang dan dijamu makan minum sebagai mana layaknya menjamu tamu kehormatan Sultan. Saat bertemu dengan Sultan Ulu, semua Lakar dan Priyayi Sultan Ilir yg ikut disuruh Mayor Robinson untuk minta ampun dan sujud kepada Sultan Ulu.
Cerita lengkap dan selanjutnya dari uraian diatas dapat di baca di Buku “Perang Benteng, Perang Maririm Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang” diatas, yang menjelaskan rangkaian cerita sejarah lima (5) kali kejadian “Perang Benteng” disaat Kesultanan Palembang Darussalam berperang melawan Kolonialis VOC, Inggris dan Belanda.
Namun ada cerita menarik tentang adanya Benteng Pertahanan Kesultanan Palembang di Musi Banyuasin ini dengan adanya juga permaianan “Benteng-Bentengan” yang sudah menjadi permainan tradisional masyarakat khas wilayah Muara Rawas dan Musi Rawas dan sudah dimainkan secara turun temurun di kampung2 maupun di Perkotaan disana. Mengenai hubungan keberadaan kedua Benteng Pertahan masing-masing Sultan diatas dengan permaian Benteng-bentengan ini perlulah untuk diteliti lebih lanjut.
*) Penulis adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute
Bogor, 1 Nopember 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H