Mohon tunggu...
HG Sutan Adil
HG Sutan Adil Mohon Tunggu... Sejarawan - Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Pemerhati dan Penulis artikel Sejarah, Ekonomi, Sosial, Politik di berbagai media. Sudah menulis dua buku sejarah populer berjudul Kedatuan Srivijaya Bukan Kerajaan Sriwijaya dan PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang. (Kontak 08159376987)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teori Kontemporer Kerajaan Sriwijaya

9 Juli 2023   20:23 Diperbarui: 9 Juli 2023   20:54 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bandar Kerajaan Sriwijaya // Dok. Sutanadil Institute

TEORI KONTEMPORER KERAJAAN SRIWIJAYA

Oleh : HG Sutan Adil

Sebutan Kerajaan Sriwijaya terpublikasi luas adalah sejak George Cds (1887-1969) seorang sejarawan Prancis yang memproklamasikan kelahiran kerajaan niaga maritim itu melalui eseinya "Le Royaume de rivijaya" yang diterbitkan pertama kali pada 1918 dalam Bulletin de l'cole franaise d'Extrme-Orient. Nama Kerajaan Sriwijaya ditemukan Cds melalui pembacaan sumber prasasti-prasasti yang berjumlah 23 di Palembang dan Semenanjung Melayu. Ia membandingkannya dengan prasasti di Tamil dan teks-teks Cina serta Arab.

Penemuan ini segera disambut dengan perdebatan mengenai letak ibukota atau pusat Kerajaan Sriwijaya. Sebagian menyatakan ibukota Sriwijaya terletak di tempat lain di Sumatera dan di Semenanjung Melayu di sebelah perbatasan antara Thailand dan Malaysia, dan Champa/Vietnam yang memiliki situs-situs purbakala yang lebih kaya dari Palembang.

Cds memasukkan semua situs itu ke dalam sejarah Sriwijaya dan walau belum pernah menginjak kakinya di Sumatera dan Palembang, karena beliau berdomisli dan beristri di Kamboja, beliau tetap meyakini ibukota Sriwijaya berada di Palembang sampai beliau meninggal. Meski dibandingkan tempat yang lain daerah tersebut miskin peninggalan purbakala, menurutnya tak bisa dipungkiri bahwa Palembang yang paling mungkin menyaksikan kelahiran Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7.

Dok. Sutanadil Institute
Dok. Sutanadil Institute

Tapi bagaimana pola atau struktur sejarah akan dibangun, jika ihwal "apa", "siapa", "bila" dan "di mana" masih gelap?  Maka disinilah peran penting Cds. Ia telah menggunakan keahliannya yang luar biasa dalam epigrafi, arkeologi, linguistik, filologi dan sejarah untuk menjawab unsur-unsur yang paling esensial itu. Cds bukan saja berhasil mengenalkan Sumatera yang pada awal abad ke-20 masih merupakan terra incognita, lantaran keasyikan ilmuwan Belanda dengan sejarah Jawa. Sebab itu Cds tetap mendapat pengikut. Beliau menjadi "raksasa" untuk banyak orang yang sekreatif mungkin memanfaatkan kesempatan untuk berdiri di atas pundaknya.

Pada 1930-an, penemuan Cds dirayakan sama meriahnya oleh para politikus pergerakan maupun arkeolog. Sukarno dan Mohammad Yamin adalah di antara yang paling serius memanfaatkan Kerajaan Sriwijaya sebagai lambang keagungan masa lampau Indonesia. Penemuan lambang baru yang merupakan kerajaan yang berpusat di Sumatera, menawarkan semacam keseimbangan untuk menangkis kritik-kritik tentang dominasi Jawa dalam mengimajinasikan bangsa yang hendak dibentuk karena dominannya pengambaran Majapahit.

Ilustrasi Bandar Kerajaan Sriwijaya // Dok. Sutanadil Institute
Ilustrasi Bandar Kerajaan Sriwijaya // Dok. Sutanadil Institute

Tak pelak lagi, gagasan-gagasan Cds sukses memprovokasi pikiran para ilmuwan, bahkan para politikus pergerakan nasional yang hasilnya sangat jelas: sebuah bangsa merdeka dengan sederet bukti historis tentang kegemilangannya di masa lalu. Tak dapat dipungkiri, peluang memanfaatkan sejarah Sriwijaya sebagai strategi budaya yang berbeda dari yang sudah dilakukan oleh para pendiri bangsa telah terbentang luas.

Penulis tidak bermaksud mengecilkan arti sejarah yang telah diajarkan kepada kita sebelumnya, tetapi tentu saja kita sebagai anak bangsa harus bisa menggali sendiri sejarah leluhur bangsa kita. Dunia terus berubah dan Juga sejarah, adalah tugas kita untuk membentuk fakta atau kronologi masa lalu dengan pemaknaan yang baru dan tugas ini  ada di tangan sejarawan dan peneliti sejarah sekarang  ini.

*) Penulis adalah Pemerhati Sejarah dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Bogor, 1 Agustus 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun