Mohon tunggu...
HG Sutan Adil
HG Sutan Adil Mohon Tunggu... Sejarawan - Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Pemerhati dan Penulis Sejarah, Ekonomi, Sosial, Politik. Telah menulis dua buku sejarah populer berjudul Kedatuan Srivijaya Bukan Kerajaan Sriwijaya dan PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang. (Kontak 08159376987)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sulalatus Salatin: Bukit Seguntang dan Kedatangan Sangsapurba

1 April 2023   04:30 Diperbarui: 16 Februari 2024   15:56 2298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Malay Annal's Karya John Leyden // Sumber : Sutanadil Institute

SULALATUS SALATIN : BUKIT SEGUNTANG DAN KEDATANGAN SANGSAPURBA

Bag. 1/3

Oleh : HG Sutan Adil

Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya yang berjudul "Iskandar Zulkarnain Nenek Moyang Bangsa Melayu" yang merupakan terjemahan bebas dari Buku "Malay Annals" karya John Leyden dalam Bahasa Inggris yang juga diterjemahkan dari Bahasa Melayu dari Hikayat "Sulalatus Salatin" atau "Sejarah Melayu" ,tulisan dari Tun Seri Lanang.

Buku Malay Annal's Karya John Leyden // Sumber : Sutanadil Institute
Buku Malay Annal's Karya John Leyden // Sumber : Sutanadil Institute

Berhubung terjemahan Bab 2 dari buku tersebut juga panjang, maka dalam artiket sekarang ini, penulis akan membaginya dalam 3 bagian tulisan yang disesuaikan dengan isi ceritanya utuk beberapa waktu kedepan.

Ceritanya berawal dari ada sebuah negeri di negeri Andalas bernama Paralembang, yang saat ini bernama Palembang, yang rajanya bernama Damang Lebar Daun, yang berasal dari Raja Sulan, (Chulan?) besar kemungkinan cucunya.

Nama sungainya Muaratatang, yang di merupakan anak sungai lain bernama Sungai Malayu (Sungai Musi?), di dekat sumbernya ada gunung bernama gunung Sagantang Maha Miru.  

Ada dua wanita muda Berlidung, yang satu bernama Wan-Ampu, dan yang lainnya Wan-Malin, bekerja menanam padi di gunung ini, di mana mereka memiliki sawah yang luas dan produktif. Suatu malam mereka mendapatkan sawah mereka berkilauan seperti api. Kemudian Ampu berkata kepada Malin, "Cahaya apa yang begitu cemerlang itu? Aku takut melihatnya." "Jangan berisik," kata Malin, "itu ular atau naga yang besar." Kemudian mereka berdua berbaring diam karena takut. 

Saat siang hari, mereka bangun dan pergi untuk melihat apa yang bersinar begitu terang di malam hari. Mereka berdua mendaki bukit, dan menemukan bulir padi berubah menjadi emas, daun menjadi perak, dan tangkai menjadi kuningan, dan mereka sangat terkejut, dan berkata, "Inilah yang kami amati pada malam hari." Mereka maju sedikit lebih jauh ke atas bukit, dan melihat seluruh tanah gunung berwarna emas.   

Dan di tanah yang berwarna keemasan ini, mereka melihat tiga pria muda dan tampan. Salah satunya berpakaian raja, dan dipasang di atas lembu jantan, putih seperti perak; dan dua lainnya berdiri di setiap sisinya, salah satunya memegang pedang, dan yang lainnya memegang tombak.

Wan Ampu dan Wan Malin sangat terkejut melihat ketampanan para pemuda, dan pakaian mereka yang anggun dan segera berpikir bahwa mereka pastilah penyebab dari fenomena yang muncul di sawah mereka. Mereka segera bertanya siapa pemuda itu, dari mana mereka datang, dan apakah mereka Jin atau Peri, selama mereka tinggal di tempat ini, mereka belum pernah melihat satu pun ras manusia sampai hari itu.  

Orang yang di tengah menjawab, "Kami bukan dari bangsa Jin atau Peri, tetapi dari manusia. Mengenai asal usul kami, kami adalah keturunan Raja Iskandar Zulkarnain, dan keturunan Raja Suran, raja timur dan barat; silsilah kami naik ke Raja Suleiman. Nama saya Bichitram Shah, yang raja; nama orang ini adalah Nila Pahlawan; dan nama yang lain, Carna Pandita.

Ini pedangnya, Chora samendang kian, dan itu tombaknya, Limbuar, dan ini stempelnya, Cayu Gampit, yang dipakai dalam korespondensi dengan raja-raja." "Kalau kalian keturunan Raja Iskandar," kata gadis-gadis itu, "apa penyebab kalian datang ke sana?" Lalu Nila Pahlawan menceritakan keseluruhan ceritanya. tentang Raja Iskandar yang mengawini putri Raja Kida Hindi, dan keturunan Raja Suran ke laut.

Ilustrasi Wan Ampu dan Wan Malin melihat Kedatangan Sangsapurba dan Pengawalnya // Dok. Sutanadil Institute
Ilustrasi Wan Ampu dan Wan Malin melihat Kedatangan Sangsapurba dan Pengawalnya // Dok. Sutanadil Institute

Lalu Ampu dan Malin bertanya bukti apa yang bisa mereka berikan tentang kebenaran hubungan ini. "Nyonya," kata Nila Pahlawan, "mahkota ini adalah bukti keturunan dari Raja Iskandar. Jika ada bukti lebih jauh yang diinginkan, pertimbangkan fenomena yang anda miliki terlihat di tanah beras anda saat datang ke sini."  

Kemudian gadis-gadis itu bersukacita, dan mengundang mereka ke rumah mereka, ke mana mereka melanjutkan, dia dari tengah sedang menunggang kuda putih. Kemudian Ampu dan Malin kembali, dan memotong padi untuk makanan mereka.

Nama Pangeran Bichitram Shah, mereka ubah menjadi Sangsapurba. Banteng yang menjadi alat angkutnya memuntahkan buih, dari situ muncul seorang laki-laki bernama Bat'h, dengan serban besar, yang segera berdiri, dan mulai melantunkan pujian Sangsapurba. Gelar yang diterima raja dari Bat'h (Penyair) ini adalah Sangsapurba Trimarti trib'huvena. Dari Bat'h atau Bard ini diturunkan para pembaca asli Cheritras, atau sejarah zaman kuno.

Nila Pahlawan dan Carna Pandita kemudian dinikahkan oleh Bat'h dengan wanita muda, Wan Ampu dan Wan Malin; dan anak laki-laki mereka dinamakan oleh Sang sapurba, Baginda Awang, dan anak perempuannya, Baginda Dara; dan karenanya asal dari semua Awangs dan Daras.   

Akhirnya kepala suku, Damang Lebar Daun, menemukan bahwa kedua gadis itu, Ampu dan Malin, telah menemukan seorang raja muda, yang telah turun dari wilayah atmosfer, dan dia melanjutkan untuk memberikan penghormatan dengan hadiah yang banyak dan berharga. Dia diterima dengan sangat sopan oleh pangeran muda.

Segera terdengar kabar di seluruh negeri, bahwa seorang keturunan Raja Iskandar Zulkarnain telah turun ke gunung Sagantang Maha Miru, dan semua raja dari negara tetangga datang, dengan hadiah yang melimpah, untuk memberikan penghormatan kepadanya, dan dengan sangat sopan, diterima olehnya.

Karena dia ingin menikah, mereka semua membawakannya putri mereka masing masing, akan tetapi karena mereka tidak pantas untuk pangeran yang begitu mulia, segera setelah mereka berhubungan dengannya, mereka terserang kusta, seperti wabah yang dikirim sebagai kutukan, sampai ke yang nomor tiga puluh sembilan. 

Didapatlah sebuah informasi bahwa Raja Negeri Palembang, Demang Lebar Daun, saat itu memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Wan Sundaria. Kemudian Ampu dan Malin bersujud kepada Sangsapurba, dan menyatakan kepadanya bahwa Damang Lebar Daun memiliki seorang putri. Sangsapurba kemudian mengirim mereka untuk melamarnya, tetapi dia minta diri, menyatakan bahwa dia mungkin akan terserang penyakit, dan bahwa dia hanya akan menyerahkannya sebagai istri dengan syarat-syarat tertentu.

Ilustrasi Peminangan Wan Sundari // Dok. Sutanadil Institute
Ilustrasi Peminangan Wan Sundari // Dok. Sutanadil Institute

Syarat-syarat tersebut adalah, pada saat Sangsapurba menikahi putrinya, seluruh keluarga Damang Lebar Daun harus tunduk kepadanya; tetapi Sangsapurba harus terlibat, baik untuk dirinya sendiri maupun keturunannya, agar mereka menerima perlakuan bebas dan ada perlakuan khusus.  

Sangsapurba menyetujui persyaratan ini, tetapi dia meminta, pada gilirannya, agar keturunan Damang Lebar Daun tidak boleh melakukan praktik makar apapun terhadap keturunannya, meskipun mereka harus menjadi tiran.

"Baiklah," kata Damang Lebar Daun, "tetapi jika keturunanmu melanggar perjanjianmu, mungkin keturunanku akan melakukan hal yang sama." Kondisi ini disepakati bersama, dan para pihak bersumpah untuk melakukannya, mengutuk pembalasan ilahi untuk menjungkirbalikkan otoritas mereka yang harus melanggar perjanjian ini.  

Dari kondisi ini tidak ada satupun raja Melayu yang pernah mempermalukan rakyat Melayunya, mereka tidak pernah mengikat mereka, atau menggantung mereka, atau memberi mereka kata-kata kasar. Karena setiap kali seorang raja mempermalukan rakyatnya, itu adalah tanda pasti kehancuran negaranya. Karena itu juga, tidak ada ras Melayu yang pernah terlibat dalam pemberontakan, atau memalingkan wajah mereka dari raja mereka sendiri, meskipun raja mereka sendiri. perilaku mereka buruk, dan tindakan mereka tirani. 

Ilustrasi Pernikahan Wan Sundaria dan Sangsapurba // Dok. Sutanadil Institute
Ilustrasi Pernikahan Wan Sundaria dan Sangsapurba // Dok. Sutanadil Institute

Setelah perjanjian ini, Damang Lebar Daun menyerahkan putrinya, Wan Sundaria, untuk dinikahkan dengan Sangsapurba, yang kembali bersamanya ke negrinya. Setelah bergaul dengan raja, diketahui bahwa dia telah lolos dari kutukan kusta yang menimpa mantan2 istrinya. Terlihat Sangsapurba sangat bahagia dan segera mengirim utusan untuk memberi tahu Damang Lebar Fajar tentang keadaan tersebut.

Damang Lebar Daun yang datang dengan sangat tergesa-gesa, dan senang menemukannya dalam keadaan sehat walfiat. Dengan sangat gembira dia meminta mereka untuk mengepak barang bawaannya, dan kembali bersamanya ke Palembang. Terhadap usul ini Sangsapurba setuju.  

*) Penulis adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Bogor, Ramadhan 1444 H

Blog        :  https://www.kompasiana.com/sutanadilinstitute9042

Email      :  gustav.acommerce98@gmail.com

FB           :  https://www.facebook.com/sutan.adil

Youtube :  https://www.youtube.com/@truebackhistoryofficial4204

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun