Pada siang harinya rakyat dan laskar Palembang menghilang tidak menampakkan diri di Keraton yang sebagian besar telah dibakar dan dibumi hanguskan itu, dan baru pada malam harinya diadakan kesibukan-kesibukan. Sandang dan pangan tidak di jual belikan kepada VOC, sehingga mereka lama kelamaan menderita kekurangan persediaan.
Di Indralaya, Saka Tiga, Pedamaran, Pondok, Tanjung Batu, dan daerah sekitarnya rakyat sibuk membuat alat-alat persenjataan untuk perang dan pembangunan. Di pondok khususnya untuk pertemuan, oleh Pangeran sendiri diadakan dan dipimpin musyawarah besar bersama dengan alim ulama, hulubalang, pemimpin pasukan, pemuka rakyat perihal bagaimana cara melakukan siasat peperangan melawan musuh.
Jikalau tadinya hanya kaum pria saja yang berperang, maka didalam musyawarah di pondok tersebut diambil keputusan antara lain, bahwa didalam peperangan yang akan diadakan nanti kaum wanita juga akan ikut serta yang pimpinannya akan ditunjuk adalah adiknya; Kyai Kemas Hndi (Pangeran Ario Kusumo Abdulrokhim), dan Ratu Bagus Kuning dengan gelar Tumenggung Bagus Pangluklu, yaitu adik dari Pangeran Sido Ing Rejek.
Maka didalam menghadapi peperangan yang akan dilakuakan pada hari-hari mendatang melawan VOC itu, setelah diadakan persiapan-persiapan dalam waktu yang cukup lama dan matang dengan cara kerja sama dan persaudaraan yang baik itu, maka di aturlah pimpinan oleh empat orang yaitu:
*Pangeran Ario Kesumo Abdul Rochim adik raja sendiri, selaku pimpinan umum
*Putra Mahkota Pangeran Mangkubumi Nembing Kapal (Anak Ki Gede Ing Rajek) dengan alim ulama, hulubalang dan pasukan sabililahnya.
*Ki Demang Kecek dengan pasukan dan rakyatnya sebagian dari jambi dan sekutu-sekutunya.
*Ratu Tumenggung Bagus Kuning Pangluku, dengan srikandi-srikandi pimpinan serta pasukan-pasukannya.
Maka didalam peperangan berlangsung begitu dahsyat dan agak lama banyak jatuh korban dikedua belah pihak. Lama kelamaan dipihak VOC tidak bertahan dengan serangan dari rakyat dan laskar Palembang secara gerilya maupun secara langsung terus menerus dari pedalaman dan segala penjuru.
Disamping itu menilik pula bahwa posisi VOC selama di blokade itu banyak diantara mereka yang sakit akibat kekurangan obat dan pangan dan selama itu tidak dapat turun ke daratan dan kekurangan perlengkapan karena blokade dari laskar Palembang. Â
Melihat hal demikian serangan dari pihak Palembang berjalan terus , maka armada VOC kemudian tidak dapat bertahan lebih lama lagi dengan banyak korban , Komandan, Laksamana Joan Van der Laen, memundurkan diri ke perairan yang aman di luar jarak tembakan meriam dari ketiga benteng pertahanan Palembang, yaitu; Tambak Bayo, Pulau Kemaro laut dan Kemaro darat , serta Manguntama. Dua hari kemudian armada angkatan perang VOC meninggalkan perairan musi dan mengundurkan diri ke Batavia.