Mohon tunggu...
HG Sutan Adil
HG Sutan Adil Mohon Tunggu... Sejarawan - Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Pemerhati dan Penulis artikel Sejarah, Ekonomi, Sosial, Politik di berbagai media. Sudah menulis dua buku sejarah populer berjudul Kedatuan Srivijaya Bukan Kerajaan Sriwijaya dan PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang. (Kontak 08159376987)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perang Benteng Pertama (I)

22 Januari 2023   14:57 Diperbarui: 22 Januari 2023   15:03 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perang Maritim Terbesar Abad 17 di Palembang menghadapi VOC

Bag. 1

Oleh : HG Sutan Adil

Dalam beberapa waktu kedepan penulis akan memaparkan beberapa tulisan tentang sejarah besar di Palembang terhadap kolonialis yang selama ini hampir tidak ada publikasinya dan malah tidak masuk dalam standar pelajaran sejarah nasional. Padahal sejarah besar Palembang ini adalah kejadian nyata dan merupakah sejarah besar perjuangan rakyat Palembang yang dipelopori oleh penguasa Palembang saat itu, yaitu Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam.

Tercatat ada minimal lima (5) kali Perang Maritim besar di Palembang yang melibatkan Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam dalam menghadapi para pendatang dan pengusaha global saat itu yang ingin mengusai perdaganggan dan menjajah Palembang saat itu. Dimulai dari permintaan untuk mendapatkan hak monopoli perdagangan sampai mulainya penjajahan secara wilayah. Pendatang dan Pedagang ini dimulai dari pedagang besar dan global saat itu yang sering disebut sebagai VOC (Vereening de Ost-Indische Companie) dan EIC (East India Company) sampai era pemaksaan penguasaan wilayah seperti Kerajaan Holanda (Belanda) dan Kerajaan Inggris.

Cerita dalam tulisan ini adalah bersumber dari buku kedua penulis sendiri dengan judul "PRANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar abad 17 dan 19 di Palembang" yang merupakan karya tulisnya juga  yang sudah terbit akhir tahun lalu (2022). Sumber dari tulisan dibuku ini diambil dari penelitian langsung oleh penulisnya ke lapangan dan beberapa catatan dari Komandan Perang VOC, saat mau menyerang Ibukota dan Keraton Kuto Gawang di Palembang, bernama Laksamana Joan Van der Laen sebagai data primernya. Data sekunder diambil dari Buku2 dari Bp. Djohan Hanafiah, Ibu Farida W. Wargadalem dan literasi serta karya ilmiah lainnya, dan juga dari internet sebagai data pembanding.

Rencananya  penulis akan membagi tulisan ini kedepannya, menjadi lima (5) seri tulisan sesuai dengan lima kali perang benteng yang terjadi tersebut dan juga akan dibagi dalam beberapa bagian, agar didapat sebuah penjelasan dan tulisan yang komfrehensif atau menyeluruh, karena panjangnya cerita "Perang benteng" dari buku tersebut.

Buku Perang Benteng // Dokumentasi Sutanadil Institute
Buku Perang Benteng // Dokumentasi Sutanadil Institute
Nama judul "Perang Benteng" ini diambil oleh penulisnya berdasarkan dari banyaknya Benteng-benteng Pertahanan yang dibuat dimasa itu yang tersebar mulai dari Selat Malaka dan Sungai Musi, sampai ke anak Sungai Musi lainnya di daerah Uluan/Pedalaman yang sering disebut sebagai Batang Hari Sembilan.

Pada 1642, Pangeran Palembang terpaksa melakukan kesepakatan kepada VOC (Kompeni) dalam rangka memonopoli perdagangan lada dan komoditas lainnya dari Palembang, karena saat itu Malaka juga sudah dikuasai oelh VOC. Akan tetapi seperti biasanya banyak pihak yang tidaklah berbuat banyak untuk menegakkan perjanjian tersebut, sampai tahun 1655, karena kondisi persaingan dari berbagai bangsa Eropa yang juga ingin mengambil keuntungan dalam perdagangan di Palembang.

Hubungan kedua pihak memburuk karena perwakilan VOC yang bernama Cornelius Ockersz, sering menawan kapal-kapal dagang pesaing mereka di Palembang dan memperlakukan Pangeran-pangeran Palembang saat itu dengan tidak selayaknya sebagai mitra dalam perdagangan dan sering tidak menghormatinya.

Pada Agustus 1653, terjadi kekacauan dg perwakilan VOC ini, dimana Ockersz dan 40 orang anak buahnya terbunuh ketika mau meninggalkan Palembang setelah membuat kekacauan, sedangkan orang-orang Belanda yang tersisa dipenjarakan. Beberapa tahun selanjutnya juga terjadi pembunuhan terhadap awak kapal VOC, Jaccartra dan Watchman; dan setahun kemudian terjadi lagi pembunuhan dua orang Belanda yang saat itu diutus ke darat oleh kapal perang Niccoport dan Leerdam (yang baru datang dari Texel)

Dalam masa pemerintahan Pangeran Sido ing Rejek bergelar Pangeran Ratu Sultan Jamaluddin Mangkurat VI, maka VOC di Batavia mengirimkan sebelas armada kapal pada tanggal 9 Oktober 1659 di bawah komandan Laksamana Johan van Der Laen beserta wakilnya John Truytsman untuk membalas beberapa kejadian pembunuhan terhadap orang dan perwakilan VOC diatas dan memperkuat usaha monopoli mereka.

Armada ini terdiri dari kapal inti bernama Orange, Postilion, Molucco, Armd of Batavia dan Charles; tiga kapal galiung, yaitu Appelboom, hour- glass dan Hammehiel; serta tiga kapal lainnya, Crab, Tronk dan Flying Dear, dilengkapi dengan 600 pelaut dan 700 prajurit darat. Mereka tiba pada 30 Oktober 1659 di Selat Bangka atau Muara Sungai Musi tanpa mengalami gangguan berarti selama perjalanan. Dapat dikatakan, dengan adanya konvoi armada VOC ini, maka sejarah Perang Benteng dimasa Kolonial di sejarah Palembang dengan begitu baru saja dimulai.

Saat itu Belanda menghabiskan waktu selama dua hari, yakni tanggal 3 dan 4 November 1659, untuk memasuki sungai. Tetapi pada malam hari 9 November 1659, keberadaan mereka telah diketahui oleh pasukan kerajaan Palembang dan langsung mengempur konvoi kapal VOC tersebut. Atas Peristiwa tersebut mengakibatkan empat atau lima prajurit VOC terluka karena para komandanya kurang sigap dalam mengantisipasi serangan. Akhinya pada 10 November 1659, pasukan VOC bisa tiba di depan antara Pulau Kemaro dan pantai di seberangnya. Dari posisi ini Keraton Kuto Gawang dan Kota Palembang bisa terlihat dengan jelas.

Pada saat itu Kerajaan Palembang sudah mempunyai 3 (Tiga) Benteng Pertahan terdekat dan juga sebagai perisai Keraton Kuto Gawang dalam mempertahankan ibukota, yaitu ; Benteng Bamagangan, terletak di titik bagian barat dan Benteng Manguntama di timur di Pulau Kemaro.  Sementara ada dua benteng lainnya diseberang sungai, yaitu terletak di titik bagian barat, Benteng Martopuro dan kearah timurnya yang  saling bersebelahan yakni Benteng Tambak Bayo di Muaro Plaju Sekarang.

Prolog Perang Benteng Pertama // Dokumentasi Sutanadil Institute 
Prolog Perang Benteng Pertama // Dokumentasi Sutanadil Institute 
Benteng2 ini terus bersiaga dan siap dalam melakukan tembakan dan hanya menunggu konvoi kapal VOC sampai pada jarak tembak. Awalnya dari hulu dikirim beberapa rumah kayu berisi benda-benda mudah terbakar yang dibangun di atas gelondongan-gelondongan kayu berukuran besar yang terapung di atas sungai. Atas kondisi ini Kapten Jurian Paulson dari VOC diutus untuk melihat rumah-rumah itu dengan membawa serta kapal hour glass dan beberapa perahu lainnya dan selanjutnya dia memotong tali-tali gelondongan itu dan lalu menyulutnya dengan api untuk membakarnya. Kemudian, seluruh armada VOC bergerak maju untuk menyerang Benteng Bamagangan.

Dengan gagah beraninya, begitu mememasuki jarak tembak meriam dari benteng2 tersebut, Pasukan Palembang langsung menyambutnya dengan tembakan meriam dari dua benteng yang ada di titik barat dan timur. Tetapi sayangnya tembakan dari meriam ini tidak bisa menghentikan gerakan pasukan VOC yang akhirnya bisa mecapai Benteng Bamagangan yang selanjutnya berhasil dibakar oleh Pasukan Belanda beserta gudang mesiunya  sehingga sebagian besar bangunan benteng meledak, berikut rumah-rumah yang ada di sekitarnya. Setelah itu, kapal Bioemendahl, Koukerk, dan Cat membuang sauh dalam jarak tembak dari arah pantai untuk kemudian menembaki benteng lainnya, baik dari jarak jauh maupun dekat.

Akhirnya Pasukan VOC berhasil mendarat dan menguasai Benteng Bamagangan. Disana mereka merampas 22 meriam dari besi dan kuningan dan langsung dipakai mereka untuk mengarakannya ke Pasukan Palembang yang ada di darat. Pertempuran itu berlangsung sepanjang malam dalam mempertahan Benteng. Selanjutnya terlihat empat atau lima mesin api, berupa rumah-rumah kayu berisi benda-benda yang mudah terbakar yang dibangun diatas gelondongan-gelondongan kayu; ukuran benda yang sangat besar itu memenuhi hampir seluruh badan sungai.

Kapal Bloemendahl, Koukerk, dan Cat membutuhkan waktu lama untuk dapat menghindari serangan ini, karena mereka harus terlebih dulu memutus tali-tali di gelondongan tersebut. Bagian depan kapal Molucco sempat terbakar, walaupun akhirnya berhasil diselamatkan kapal-kapal VOC lainnya yang menemaninya tanpa mengalami kerusakan berarti. (Bersambung ke Bag. 2)

*) Penulis Adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Bogor, 22/01/2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun