Jika kalian di benturkan dengan sebuah pilihan, antara kuliah, harapan orang tua, dan organisasi. Apa yang akan kalian ambil dari beberapa pilihan tersebut? Memilih menyelesaikan kuliah tepat waktu, melanjutkan harapan orang tua dengan mempertimbangkan antara kuliah dan organisasi, sedangkan di posisi saat ini banyak ambisi yang harus kita tuntaskan. atau malah memilih organisasi ditempatkan pada pilihan pertama disusul kedua pilihan itu?
Memang antara kuliah, harapan orang tua, dan organisasi merupakan kebimbangan yang cukup kompleks bagi penulis, dan seringkali menimbulkan keresahan bagi seorang mahasiswa ataupun mahasiswi yang dalam hal ini, berangkat dari orang desa serta latar belakang yang cukup, cukup menggendong harapan-harapan orang tua. di lain sisi, tekanan untuk mengejar pendidikan tinggi datang dari harapan orang tua yang mungkin menginginkan kelangsungan pendidikan sebagai jalan alternatif menuju kesuksesan atau mapan ,serta seorang anak ini mampu untuk menaikan drajat dan martabat keluarga.
Harapan orang tua seringkali menjadi beban berat bagi mahasiswa yang sedang dalam taraf berproses. Atau masih merasa terjebak dalam ambisi - ambisi yang perlu dicapai. Dalam situasi inilah yang menyebabkan ketidaksepakatan antara ambisi personal dan harapan keluarga dapat menciptakan konflik internal yang mengakibatkan keresahan. hal ini dapat berimbas kasus bunuh diri seseorang yang diakibatkan tidak mampu memenuhi ekspektasi orang tua terhadap anak.
Di sisi lain, organisasi sebagai dapur penggodokan untuk pertumbuhan pribadi dalam hal pengetahuan dan praktik secara langsung diluar dari ruang kelas. Akan tetapi, keputusan untuk terlibat dalam kegiatan organisasi juga dapat menimbulkan pertanyaan tentang waktu dan fokus, terutama jika harapan orang tua lebih cenderung pada pencapaian akademis saja. Tak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa yang berorganisasi memiliki tugas tambahan sebagai insan yang memiliki identitas, di samping dari tugas yang diberikan oleh orang tua. Tak heran, jika antara organisasi dan kuliah sering kali tak imbang.
Orang orang organisasi mengaggap bahwa lingkungan kampus bukan habitat untuk mengembangkan potensi terkhusus asupan akan pengetahuan yang memadai. Tak ada ruang diskusi, yang ada hanya ruang adu gengsi. Sebegitu monoton nya lembaga kampus, sehingga mahasiswa dituntut menyelesaikan kuliah tepat waktu, diburu dengan sistem yang wisuda cepat itulah yang keren. Tapi tak tau setelah itu mau dibawa kemana lembar ijazah-nya? Atau jangan-jangan hanya menjadi arsip di lemari bahwa sebagai tanda bukti pernah mengenyam bangku perguruan tinggi.
Pilihan ini seringkali menuntut pertimbangan seksama antara memenuhi ekspektasi dari keluarga dan mengejar tujuan pribadi. Keresahan dapat muncul dari rasa bersalah karena merasa tidak dapat memenuhi harapan orang tua atau merasa terhambat dalam mengejar passion pribadi karena keterbatasan waktu dan energi. Mengatasi dilema ini, penting untuk berkomunikasi terbuka dengan orang tua dan menjelaskan aspek-aspek penting dari keputusan yang diambil. Memahami bahwa pembelajaran tidak hanya terjadi di kelas kuliah, tetapi juga melalui pengalaman di organisasi, dapat membantu meredakan keresahan.
Sementara itu, menjaga keseimbangan antara keduanya dapat memerlukan perencanaan yang matang dan kesediaan untuk membuat kompromi. Dalam menghadapi kompleksitas ini, penting untuk menghormati keputusan atas keinginan pribadi sambil tetap menghargai peran dan harapan orang tua. Pilihan yang diambil seharusnya mencerminkan nilai-nilai dan tujuan hidup yang sesuai dengan identitas pribadi atau individu.
Maka sebagai mahasiswa yang berkecimpung dalam organisasi seharusnya mampu mempertimbangkan pilihan nya, tidak ada yang perlu dibunuh dalam pilihan nya. Semua harus dijalankan dengan seimbang baik pendidikan terkhusus kuliah dan ekspetasi dari orang tua. Begitu dengan yang tak berorganisasi, walaupun diburu dengan sebuah embel embel pribadi dengan gelar Sok.Sial misalnya. Mereka mereka ini lah yang disukai lembaga karna grafik untuk agreditas kampus atau fakultas meningkatkan seiring dengan mahasiswa yang Mati Matian memperjuangkan skripsi atau nilai hingga kasus bunuh diri pun berseliweran diberita-berita.
Jika mahasiswa-nya meninggal akibat bunuh diri atau depresi karena tugas yang menumpuk, kampus tinggal buka penerimaan untuk mahasiswa baru. Gampang kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H