Merdeka berarti bebas atau kebebasan. Kebebasan di sini mengacu pada kemampuan untuk berdiri sendiri tanpa adanya keterikatan atau tuntutan dari pihak mana pun. Sedangkan belajar sendiri adalah proses perubahan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, pemikiran, pemahaman, sikap, dan berbagai kemampuan lainnya. Dari kedua pengertian ini, merdeka belajar dapat diartikan sebagai kebebasan dalam proses perubahan diri untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan daya pikir dari berbagai perspektif.
Konsep merdeka belajar merupakan program atau kebijakan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (KEMENDIKBUD RI) yang dirancang oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, sebagai bagian dari kabinet Indonesia Maju. Konsep ini kemudian diimplementasikan dalam kurikulum baru yang diluncurkan pada Februari tahun 2022 lalu, yaitu Kurikulum Merdeka Belajar. Kurikulum ini adalah bentuk revolusi terhadap kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum 2013. Sejak diluncurkannya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah berhasil memperkuat keragaman dalam berbagai aspek pendidikan, mulai dari kurikulum, penguatan siswa dan tenaga pengajar, hingga bantuan pendidikan.
Namun, jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda, dengan pendekatan netral atau tidak memihak, merdeka belajar atau Kurikulum Merdeka dapat dinilai dari dua aspek, yakni positif dan negatif. Dari aspek positif, siswa dan mahasiswa dapat mengembangkan pengetahuan, baik dari sisi soft skill maupun hard skill mereka. Mahasiswa menjadi lebih fleksibel dalam perkuliahan, yang merupakan upaya dari Menteri Pendidikan agar mereka dapat terlepas dari keterbatasan ruang kelas dan lebih mudah bergerak. Mereka dapat memanfaatkan lingkungan kampus sebagai ruang belajar, sehingga tidak hanya terpaku pada teori di dalam kelas tetapi juga dapat memperluas wawasan dalam mencari ilmu.
Begitu pula dengan siswa, Kurikulum Merdeka memudahkan mereka dalam memperoleh ilmu dan belajar, serta memperkenalkan teknologi agar mereka tidak tertinggal dalam perkembangan zaman. Namun, dari aspek negatif, persiapan yang belum matang menjadi kekhawatiran. Sering kali terjadi perubahan kebijakan pendidikan seiring dengan pergantian menteri, yang dikhawatirkan akan memengaruhi kurikulum yang ada. Selain itu, kurangnya sosialisasi tentang apa itu merdeka belajar dan bagaimana dampak serta keunggulannya menjadi isu. Program baru memerlukan sosialisasi dan persiapan yang matang, baik dalam hal prasarana maupun kesiapan tenaga pengajar.
Pemahaman tentang merdeka belajar juga sering disalahartikan. Banyak yang menganggap belajar hanya terkait dengan pendidikan formal di sekolah atau bangku pendidikan. Padahal, belajar memiliki makna yang lebih luas, di mana seseorang dapat memperoleh ilmu di luar pendidikan formal. Dalam pandangan PMII, konsep ini bisa dikaitkan dengan Hablum Minallah, di mana manusia dituntut untuk berhubungan secara seimbang dengan alam sebagai entitas hidup. Dengan mencintai alam dan makhluk hidup lainnya, seseorang dapat mengenal Tuhannya.
Oleh karena itu, merdeka belajar bukan hanya tentang belajar di bangku pendidikan formal. Di luar perkuliahan, seseorang juga dapat belajar dan memperoleh ilmu baru. Berorganisasi juga merupakan bentuk belajar dan mencari ilmu, karena melalui organisasi, seseorang dapat mengembangkan keilmuan yang dimilikinya. Organisasi sering menjadi ruang untuk berdialog dan saling berbagi pengetahuan. Manusia bebas dan merdeka dalam belajar dan memperoleh ilmu, dan PMII mengajarkan pentingnya bersosialisasi dan mencintai alam. Proses belajar bukan hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di alam yang dapat menjadi media bagi seseorang untuk belajar dan lebih dekat dengan Sang Pencipta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H