Bila dilihat secara harfiah (Etimologis) "Pancasila" berasal dari bahasa Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana), yang dapat dijabarkan dalam dua kata, yaitu Panca yang berarti lima, dan Sila yang berarti dasar.
Setelah tenggelam dalam proses penjajahan yang berkepanjangan, selanjutnya istilah Pancasila tersebut diangkat lagi kepermukaan oleh Bung Karno, yaitu dalam uraian pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 di muka sidang badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dalam merumuskan Dasar Negara Indonesia Merdeka, sehingga sering timbul anggapan bahwa tanggal 9 1 Juni 1945 dipandang sebagai lahirnya Pancasila Namun demikian cukup jelas, bahwa Pancasila yang kita maksud adalah lima dasar Negara kita sebagaimana yang tercntum di dalam Pembukaan UUD 1945, alenia ke empat, yang berbunyi : 1.
(Kaelan, 2004: 15) Dengan demikian melalui pendidikan Pancasila, setiap warga negara RI diharapkan mampu memahami, mengalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional, seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945, serta pada saatnya dapat menghayati Filsafat dan Ideologi Pancasila.
H.M. cAlwi Kaderi, M.Pd.I 20 Khusus untuk pendidikan di Perguruan Tinggi tujuan Pendidikan Pancasila adalah agar mahasiswa: 1)Dapat memahami dan mampu melaksanakan jiwa Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupannya sebagai warga negara Indonesia; 2)Menguasai pengetahauan tentang beragam masalah dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang hendak diatasi dengan penerapan pemikiran yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945; 3)Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma Pancasila, sehingga mampu menanggapi perubahan yang terjadi dalam rangka keterpaduan IPTEKS dan pembangunan; 4)Membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan dengan menerapkan strategi heuristik terhadap nilai-nilai Pancasila.
Sehingga manakala pendidikan Pancasila berhasil, niscaya akan membuahkan sikap mental "mahasiswa" yang cerdas, penuh tanggung jawab, dengan perilaku yang: 1)Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) Berkepribadian yang adil dan beradab; 3) Mendukung persatuan bangsa; 4) Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan perorangan; 5)Mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial.
Sedangkan kompetensi yang hendak dicapai dan dikembangkan dalam pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi adalah perilaku mahasiswa dalam memahami, menganalisis, dan menjawab masalahmasalah yang dihadapi oleh masyarakat-bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945.
Dari pernyataan yang terdapat pada Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 tersebut, bisa dipahami bahwa tujuan pancasila yang juga merupakan tujuan Indonesia sendiri adalah: - Membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia - Memajukan kesejahteraan umum - Mencerdaskan kehidupan bangsa - Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
Yang secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut : 1)Landasan Historis Bahwa bangsa indonesia ini terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang, yaitu sejak zaman batu kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada abad ke IV dan ke V. dan kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia mulai nampak ketika abad ke VII, yaitu ketika timbulnya Kerajaan Sriwijaya di bawah Wangsa Syailendra di Palembang, kemudian timbul Kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur, serta kerajaan-kerajaan lainnya, yaitu merupakan suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup bangsa, atau jati diri dari bangsa Indonesia yang di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain, yang oleh para pendiri negara kita di rumuskan dalam sauatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi lima (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Landasan Kultural Bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa-bangsa lainnya dalam mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dia mendasarkannya kepada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada bangsa Indonesia itu sendiri.
Selanjuntya bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila itu bukanlah hasil konseptual seseorang saja, melainkan dia merupakan suatu hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural ynag dimiliki oleh bangsa indonesia sendiri, melalui proses refleksi filosofis para pendiri bangsa Indonesia, seperti dari tokoh nasional : Sokekarno, M. Yamin, M. Hatta, Soepomo.
Landasan Yuridis Landasan yuridis perkuliahan pancasila telah dituangkan dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 37, ayat 2 yang menetapkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila, Pendidikan agama dan Pendidikan bahasa Indonesia.
4) Landasan Filosofis Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan objektif bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Mahas Esa, serta berpersatuan dan berkerakyatan, yang ditandai dengan manusia Indonesia yang penuh toleransi, dan suasana damai, saling tolong menolong, gotong royong, selalu bermusyawarah dalam mengambil keputusan, mencintai keamanan dan ketentraman serta selalu dalam suasana kekeluargaan, yang diungkapkan dengan istilah: "Gemah ripah loh jinawi tata tenteram kerta raharja", atau yang pada saat ini lebih populer dengan sebutan "masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila" Atas asar pengertian filosofis tersebut maka dalam hidup bernegara nilai-nilai Pancasila merupakan dasar filsafat negara.
Secara hermeneutis peroses perumusan pancasila terutama sila ketuhanan yang maha esa ini penting untuk ditemukan esensinya, karena pada hakikat sila pertama inilah the founding fathers Negara Indonesia meletakan basis filosofis Negara yang khas dan tidak pada filsafat Negara yang lain di dunia.
Sebagaimana dikemukan oleh kahin dan dahm (kahin,1970:123), (dahm, 1987:424), bahwa perumusan pancasila yang dikemukakan oleh soekarno merupakan konsepsi yang khas yang tidak ada pada pemikiran filsafat negara yang lain di dunia.
Namun demikian sebenarnya banyak pandangan dan masukan dalam proses perumusan sila ketuhana yang mahasa esa, terutama dalam hubungan dengan hubungan Negara dengan agama dalam Negara Indonesia yang akan didirikan.
Yang hendak ditegaskan dengan perinsip kemanusiaan ini ( sila kedua pancasila) adalah bahwa hakikat dan martabatnya manusialah yang harus dijadikan acuan moral dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan-kebijakan berbangsa dan bernegara indonesia.
Dalam salah satu hadis Rasulullah menegaskan yang artinya: bahwa Allah menciptakan manusia atas gambarnya (bukhari-Muslim) Ayat senada juga termaktub dalam taurat, kita perjanjian lama: Maka allah menciptakan manusia atas gambar-Nya; menurut gambar Allah diciptakan-Nya manusia; laki-laki perempuan (kitab kejadian: 1/27) Dengan demikian, memuliakan manusia, sebagai gambar Allah dan khalifahnya pada hakikatnya adalah memuliakan Allah, tuhan yang maha esa Pun sebaliknya, menghinakan manusia dan kemanusiaan adalah penghinaan kepada Allah Swt.
Demikian pula perintah Allah agar kaum muslim tidak mengikuti sikap umat terdahulu setelah datangnya petunjuk, seperti tertuang dalam ayat: Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka......... (Ali imran: ayat 105) Persatuan saling berbagi tanggung jawab demi mencapai tujuan mulia ini sungguh sejalan dengan firman Allah sebagai berikut:Â
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, (dalam konteks keindonesiaan cita-cita menegakkan keadilan sosial) secara bersama-sama dan janganlah kamu bercerai berai, (QS Ali imran [3]: 103) Dan saling kerjasamalah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan dan janganlah bekerja sama dalam dosa dan permusuhan, dan bertakwalah kepada allah, sesungguhnya siksaan allah (akibat permushan keengganan bekerjasama dan tolong menolong) sangatlah keras adanya (qs al-maidah [5]: 2)) Nabi Muhammad dalam hal perjanjian udaibiyah tidak melihat siapa suku, budaya, agama beliau lebih mengutamakan persatuan dan kedamaian terbukti dalam sejarah perjanjian udaibiyah antara Nabi dan kaum Qurasy yang Nampak jelas nabi sendiri mencoret perjanjian yang sudah dituliskan oleh sahabatnya.
4.Sila keempat Permusyawaratan Rakyat Demokrai pancasila yang menghimpun berbagai macam unsur demokrasi sebenarnya timbul dari masyarakat indonesia yang religious, kaum muslimin dapat menerima demokrasi ini, karena didalamnya terdapat unsur-unsur ketuhanan dalam artian selama keputusan yang diambil dalam permusyarawatan harus bersesuaian dengan ajaran keagamaan, perinsip kemanusiaan, persatuan, permusyarawatan, dan keadilan sosial.
(ali-imran: 159) ( Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawrah antara mereka .... )syura:38 Perinsip musyawarah, adalah suatu perinsip yang sangat penting dalam memecahkan kesulitan-kesulitan karena bagaimanapun juga manusia merasa dirinya mempeunyai harga diri yang tidak boleh diinjak-injak oleh yang lain, maka dalam menghadapi segala macam problematika diberikannya perinsip musyawarah sebagai jalan satu-satunya untuk memelihara persatuan.
Dalam kitab al-mufasshal fi fiqh addawah, abul qasim al-amadi menulis: "keadilan adalah konsep yang merengkuh setiap orang, atau setiap komunitas; tanpa dipengaruhi perasaan subjektif suka tidak suka, atau faktor keturunan, atau status soal kayamiskin, kuat lemah; intinya menakar setiap orang dengan takaran yang sama dan menimbang dengan timbangan yang sama, sebagai manusia, hamba allah dan ciptaanya." Dengan kata lain, unsur pertama keadilan adalah kesetaraan perbedaan suku ras dan semisal tidak boleh menjadi alasan untuk mendiskriminasikan orang lain keanekaragaman bahasa, budaya maupun warna kulit adalah salah satu tanda kebesaran Allah Swt.
Negara yang tidak memberikan perlindungan kepada rakyatnya terutama yang lemah dengan memenuhi hak-haknya yang hilang atau terampas, apapun sebutan dan mereknya bukanlah Negara yang dikehendaki Allah Swt, Tuhan yang maha esa maupun rakyat keseluruhannya.
Dalam konteks Indonesia dengan pancasila-Nya, para meter sukses Negara sangatlah jelas dan gamblang, yakni apakah Negara bisa mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (terutama yang lemah, yang paling jauh dari keadilan) atau tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H