[caption id="" align="aligncenter" width="426" caption="Foto 1"][/caption]
Gara-gara banyak pilihan budget airline ke Macau, saya pun termasuk orang yang tergiur dengan promosi traveling harga terjangkau. Apalagi, ketika saya cek tanggalan, libur tanggal 17 Agustus jatuh hari Senin. Wah, ini kan sama saja dengan liburan akhir pekan yang sangat panjang. Kemudian, saya mem-browse internet, mencari tahu ada happening apa yang bisa dinikmati saat ke sana. Dan saya langsung melonjak kegirangan ketika tahu bahwa ada konser Lady Gaga (15 Agustus) dan Linkin Park (16 Agustus) di akhir pekan itu. Tekat untuk traveling pun semakin mengebu-gebu.
Setelah banding kiri kanan, pilihan terbang ke Makau pun jatuh pada Viva Macau. Selain harga terjangkau, penerbangannya langsung tanpa harus transit plus berangkat Jumat jam tujuh malam. Saya tidak perlu ambil cuti hari Jumatnya. Pulang kantor langsung deh ke bandara. Sekitar jam setengah satu malam, pesawat saya tiba di Makau. Badan lelah sekali tetapi excited berat! Saya sudah tidak sabar untuk mengecek lokasi konser, Cotai Arena, yang terletak di Venetian Macao. Itu sebabnya paginya saya langsung menuju tujuan. Dengan menggunakan fasilitas bus gratis dari hotel Sands, saya segera menuju Venetian Macao, hotel yang juga menjadi lokasi syuting serial korea popular Boys Before Flowers. Mencari lokasi Cotai Arena di Venetian Macao rasanya seperti mencari jarum di antara jerami. Saking luasnya, saya sempat tersasar. Lurus kasino, belok kanan Zaia teater, putar lagi, lho kenapa jadi jejeran food court dan bar. Akhirnya, setelah keliling setengah jam, barulah ketemu dengan Cotai Arena. Dari poster dinding besar yang ditempel di situ, saya baru tahu ternyata arena ini sudah banyak dijadikan tempat konser artis-artis Mancanegara. Sebelum Lady Gaga dan Linkin Park, ada Fall Out Boy, Beyonce, The Black Eyed Peas, sampai Celine Dion. Arena ini juga sering disulap jadi arena pertandinggan olahraga atlit-atlit papan atas. Antara lain petenis Andre Agasi melawan Pete Sampras, tim NBA Cleveland Cavaliers melawan Orlando Magic. [caption id="" align="alignleft" width="448" caption="Foto 2"][/caption] CASINO HOPPING Setelah mengetahui lokasi konser untuk nanti malam, hati saya baru berasa lega dan siap untuk meng-eksplor Venetian Macao. Yang pertama, saya kunjungi tentu saja kasinonya. Saya bukan penggemar atau pecandu judi. Sebenarnya, tidak baik untuk kesehatan kantong. Tapi, rasanya tidak lengkap jika berlibur di Makau tanpa mencoba bermain di salah permainan kasino. Kalah atau menang, anggap saja sebagai pengalaman. Standarnya pejudi amatir, mesin yang pertama saya datangi adalah tentunya jackpot. Sekitar tiga ribu mesin slot yang jadi pilihan membuat kepala saya pusing juga memilihnya. Taruhan untuk mesin ini bisa dibilang yang paling murah, dua puluh dolar Hong Kong (Sekitar dua puluh lima ribu rupiah) untuk sepuluh kali main/tekan/tarik tungkai mesin. Asli, ini rasanya seperti bermain di timezone. Saya kemudian mencoba permainan lain. Kali ini, wheel of fortune. Wah, taruhan terendahnya mulai tinggi. Minimal lima puluh ribu rupiah alias dua koin biru muda. Prediksi dan taktik sudah harus mulai dimainkan jika bisa menebak dimana roda keberuntungan berhenti. Bosan dengan roda keberuntungan, saya pun berkeliling kasino. Mencari dan melihat permainan lain yang menarik. Saya menghampiri meja-meja yang ramai dikerumuni orang. Dengan sekitar delapan ratus meja dan berbagai permainan kartu dan dadu, saya mendadak mules-mules. Apalagi, begitu melihat angka terendah bertaruh di permainan kartu baccarat. Seratus dollar Hongkong (Sekitar seratus limapuluh ribu!)! Wah, lebih baik saya melipir saja deh! Saya koq ya lebih rela “bangkrut” shopping ketimbang menghambur-hambur di meja-meja hijau ini. Satu hal yang membuat saya senang di situ adalah karena ketika saya sedang memperhatikan permainan tiba-tiba saya dihampiri pelayan kasino. Rupanya, minuman dibagikan gratis bagi para pemain. Saya pun dengan cepat mengambil botol air minum gratis itu. Lumayan! Keluar dari kasino, saya naik ke lantai dua dan langsung menuju lapangan St. Mark yang penuh dengan jejeran toko dan butik bermerek dengan harga yang duapuluh sampai tigapuluh persen lebih murah dibanding dengan harga-harga di toko dan butik resmi di Indonesia. Sambil menyusuri jejeran toko, ditengah ada San Luca canal lengkap dengan gondola dan penyanyi operanya. Sempat terlintas untuk mencoba gondola tapi batal karena mendadak tidak percaya diri harus sendirian, hanya ditemani si penyanyi opera di atas gondola. Setelah lelah menyusuri jejeran toko dan butik, saya kembali ke CotaiArena. Ternyata, penonton sudah memadati empat pintu masuk. Antrian ticket box pun super panjang. Padahal, masih sekitar satu setengah jam lagi konser dimulai. Saya memilih untuk menunggu di luar sambil menikmati uniknya kostum dan dandanan penonton Lady Gaga. Wig warna warni terlihat di mana-mana dan kostum yang mirip dengan dandanan Lady Gaga di video klip Just Dance dan Pokerface. Belum lagi, para selebritis Hong Kong yang ternyata cukup banyak menonton konser Lady Gaga. Beberapa di antaranya ada Jaycee Chan (anaknya Jackie Chan) dan actor kawakan Michael Wong. [caption id="" align="aligncenter" width="448" caption="Foto 3"][/caption]
LADY GAGA EKSENTRIK Mundur sampai dua jam tidak mengurangi antusias sekitar lima ribu penonton yang mengisi CotaiArena. Penyanyi Hong Kong Stephanie Cheng sudah hampir satu jam sebelumnya tampil sebagai artis pembuka. Ketika layar raksasa bergambar Lady Gaga yang menutupi panggung diturunkan, penonton pun berteriak histeris. Namun, yang muncul di atas panggung hanya asap tebal. Mata mulai sibuk mencari sosok penyanyi keturunan Italia ini. Membuka dengan intro ala teater lengkap dengan voiceover yang berdialog mengenai Lady Gaga, penonton seperti diberi contekan akan seperti apa konser penyanyi yang sering disebut Madonna generasi baru ini. Penuh dengan kontroversi. Dilanjutkan dengan lagu Papparazzi, vokal Lady Gaga terasa lebih ngerock dibanding vokalnya yang terekam dalam debut albumnya, The Fame. Dan, asli logat ngomongnya sangat “new york” banget. Sengau dan terkesan malas tetapi tegas. Mengingatkan sama dengan tokoh Franny dalam sitcom jadul The Nanny. Saya sempat bingung juga apa yang akan disuguhkan Lady Gaga selama satu jam ini. Mengkombinasikan unsur teater, kostum panggung yang eksentrik dan kemampuan musikal dan menari yang luar biasa, konser satu jam berjalan tanpa terasa. Setelah Dirty Rich, Lady Gaga muncul dengan keyboard peraknya. Bersama dengan penarinya, ia seperti kesurupan mengubah ruang konser menjadi arena rave dengan musik spontanius dari keyboard-nya. Di akhir konser, Lady Gaga membuat penonton satu arena menganga dengan kostum bubble-nya dan kemampuannya berimprovisasi dengan piano bening-nya itu. Tidak hanya jari jemarinya yang mahir memainkan denting piano, gaya bermainnya juga eksentrik. Mengangkat kakinya di tuts piano, berjongkok, sampai naik ke atas piano dan berbaring menghadap terbalik dari tuts piano, tetapi tetap mahir berimprovisasi di dua lagu terakhir Brown Eyes dan Poker Face. Begitu juga dari segi vokal, bening, terasa range vocal-nya yang cukup panjang dan terlihat Lady Gaga mahir sekali mengatur napas agar tidak kedodoran setiap kali melantunkan melodi-melodi yang tinggi. Poker Face versi dance kemudian dijadikan lagu penutup konser berdurasi satu jam ini. Penonton kembali lupa diri dan seperti hit Gaga, Just Dance, semua langsung bangun dari bangku dan menggoyangkan badan deh! [caption id="" align="alignright" width="298" caption="Foto 4"][/caption] KETAGIHAN EGG TART Keesokan hari, saya memutuskan melihat-lihat kota Macau yang supermini itu. Reruntuhan gereja dan Senado Square menjadi pusat atraksi turis yang paling ramai. Sepanjang perjalanan menuju reruntuhan gereja, berbagai toko camilan dan souvenir bisa ditemui di sini. Salah satu camilan Makau yang paling popular adalah egg tart. Kalau menurut Lonely Planet, egg tart yang paling popular adalah egg tart Margareta yang terletak di gang di belakang Lisboa Casino. Di café mini itu, kita bisa melihat langsung bagaimana pemangganan egg tart. Bau semerbak pemanggangan roti menggiurkan sekali. Langsung kalap deh nyobain egg tart di situ. Harganya juga murah. Hanya 7 MOP (Sekitar 8 ribu rupiah) per egg tart. Tempat penjualan egg tart yang juga ramai adalah kios penjualan egg tart dan bubble tea yang dijadikan lokasi syuting serial drama korea yang baru saja selesai diputar di Indosiar, Boys Before Flowers. Kios ini terletak di dekat reruntuhan gereja. Sayang, saya tidak bisa mendapati nama kios ini karena semua tulisan yang tertera di spanduk yang terpampang di kios ini ditulis dalam tulisan mandarin. Saya mencoba membandingkan rasanya dengan egg tart Margarita namun gagal karena saya merasa semua sama-sama enak. Saya mendadak ketagihan egg tart karena hari itu dengan sukses saya sepanjang hari mengemil egg tart. Lelah berkeliling di sekitar Senado Square, saya melanjutkan perjalanan ke patung Kun Lam yang kabarnya menjadi salah satu pusat perhatian turis. Saya membayangkan patung ini akan tinggi dan sebesar seperti monas. Namun, dugaan saya salah. Patung dewi Kun Lam ini terlihat mungil dibanding dengan hotel dan kasino yang bertebaran di sekitarnya. Sebut saja dua kasino besar MGM dan Sands. Memang bagi yang tidak menyukai judi, Makau terasa sedikit yang bisa dinikmati. Setelah mengunjungi Macau Tower dan A-Ma Temple yang kebetulan lokasi agak jauh dari pusat kota, saya memutuskan lanjut ke lokasi konser Linkin Park. [caption id="" align="aligncenter" width="448" caption="Foto 5"][/caption]
LINKIN PARK SERU Jika di konser Lady Gaga terlihat banyak penonton cewek dengan fashion yang modis, berbeda dengan penonton Linkin Park yang kebanyakan cowok berkaos hitam. Di tiket konser tertulis kalau konser mulai jam setengah delapan malam tapi ternyata yang tampil jam segitu hanyalah band pembuka, Scamper. Scamper adalah band lokal yang terdiri dari Jun Mak (gitar), Ding Mak (gitar), Angus Chao (vokal), El (drum), Eric (keyboard) dan Raiden Wong (bas). Mereka jadi band pembuka setelah menang kontes pemilihan band yang diadakan situs alivenotdead. Tenggang setengah jam dari penampilan Scamper, kebanyakan penonton menuju ke toko merchandise. Antrian panjang sekali. Padahal, barang-barang dijual mahal. Kaos tur yang jadi paling banyak jadi inceran aja dijual seharga 200 dollar Hong Kong (sekitar 250 ribuan). Sebagai band yang terus menampilkan hal-hal yang inovatif, salah satu merchandise mereka juga terbilang canggih. Yaitu, kepingan CD kosong khusus yang jika nantinya terhubung dengan situs downloads.linkinpark.com, pembeli CD seharga 80 dollar bisa langsung mendapatkan koleksi rekaman konser malam itu atau memilih puluhan kota yang didatangi band sejak tahun lalu. Ngiler deh! Baru jam setengah sembilan malam, enam sahabat terdiri dari Chester Bennington, Mike Shinoda, drummer Rob Bourdon, gitaris Brad Delson, DJ Joe Hahn and basis Dave "Phoenix" Farrell tampil di atas panggung dan membuka konser dengan Session, lagu instrumental band yang sempat masuk nominasi Grammy tahun 2003 kategori Best Rock Instrumental Performance. Setelah itu meluncurlah dari tenggorokan Chester Given Up, lagu yang diangkat dari album ketiga mereka. Sekitar sembilan ribu penonton yang hadir di situ kontan berdiri dan berteriak histeris. Duet Chester dan Mike tanpa basi-basi menggeber dengan dua lagu dari album kedua mereka, From The Inside dan Somewhere I Belong. Emosi penonton semakin mengebu-gebu begitu garukan khas Mr. Hahn terdengar pertanda intro Somewhere I Belong dan dibarengi teriakan Chester memberi aba-aba, “One, two, three, four!” Nggak lama koor kompak pun berkumandang satu arena. Setelah No More Sorrow, barulah Chester menyapa penontonnya. “Apa kabar Macau? Kita sangat senang akhirnya kita bisa tampil di tempat yang begitu indah dan bisa bertemu langsung dengan kalian, beautiful people! Saya ingin dengar suara kalian. Are you ready China? Kalian tahu tidak? Antusiasme kalian membuat pekerjaan kami menjadi mudah!” Lying from You dan Points of Authority pun langsung digeber. Latar belakang kain putih dengan tulisan besar-besar Linkin Park memang sederhana tetapi dibantu dengan efek tata lampu yang berubah-ubah mengikuti beat lagu cukup membuat konser dramatis. Sekitar lima belas lagu yang dinyanyikan Linkin Park malam itu adalah lagu-lagu yang sangat familiar di telinga. What I’ve Done, Numb, Breaking The Habbit, Leave Out All The Rest, Crawling, In The End, sampai Bleed It Out. Ketika Bleed It Out selesai, Chester dan Mike mengindikasikan bahwa itu adalah lagu terakhir penampilan band. Penonton tidak percaya dan tidak mau beranjak. Ya iyalah, orang lagu terbaru mereka dari soundtrack Transformer: Revenge of the Fallen belum dimainkan. Setelah teriakan standar “More More More”, satu per satu anggota band keluar dan New Divide langsung dimainkan. Konser kemudian beneran berakhir setelah band menyanyikan Faint dan One Step Closer. Dua lagu ini seperti memang selalu jadi lagu penutup mereka. Hati saya puas sekali dan berharap tidak ingin beranjak dari bangku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H