Aku tak pernah bertemu dengan Adik ini. Aku hanya bisa meraba-raba dalam imajinasi bagaimana rupanya. Hanya suaranya yang pernah sepintas lalu beberapa kali terekam dalam pendengaranku. Sosok yang manja, namun ceriah. Begitulah aku menangkap dari tutur bahasanya. Kabar kematian selalu menghentakkan duka mendalam.Â
Mendengar kepergiannya secara tidak sengaja  membuat duniaku berhenti berputar sejenak. Antara percaya dan menyangsikan. Ikut bersedih meskipun mungkin sedihku tak pernah berpengaruh apa-apa. Hanya bisa turut mengirimkan Al-Fatihah buatnya.
Ditinggalkan orang yang dicintai memanglah sangat menyakitkan. Tak perlu diceritakan perihal bagaimana rasanya. Sebabpun aku pernah berada dalam situasi itu. Langit seakan runtuh menimpa, bumi berguncang. Tetiba ada ruang yang menjadi kosong, begitu hampa. Seakan ada anggota badan yang dipaksa terlepas.Â
Sakit...sangat sakit.  Air mata tak bisa diajak kompromi, semakin ditahan semakin deras alirannya. Sinerjinya sangat kuat dengan gejolak hati. Sedalam-dalamnya berusaha ikhlas tapi  tetap ada rasa tak rela menyertainya.Â
Hanya mampu berserah dan mempositifkan pikiran bahwasanya sudah sampai disitulah usia persinggahannya di dunia fana ini. Mempercayai...kepergiannya merupakan hal terindah buatnya. Skenario Tuhan tak akan pernah merugikan ummatnya. Itulah jalan yang dikodratkan untuknya.Â
Kepergiannnya bukanlah hal yang tiba-tiba menghampiri namun jauh pada itu semuanya telah tertulis dalam lauhul mahfuz. Ajal yang datang sekenanya menjadi pengingat bahwa usia begitu nisbi.Â
Selamat jalan adik O**. Semoga doa dan Al-Fatihah menyertaimu ke tempat terbaik di sisi Allah. Semoga keluarga yang kau tinggalkan diberi ketabahan dan keikhlasan. Aamiin Allahuma Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H