Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Pengalaman dengan Sepeda Listrik

1 Januari 2024   11:32 Diperbarui: 1 Januari 2024   11:32 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alkisah beberapa bulan lalu usai panen tembakau semua tetangga membeli sepeda listrik (selis). Kebanyakan mereka membelinya untuk anak-anak mereka yang masih duduk di bangku TK-SMP. Melihat teman-temannya naik sepeda listrik maka otomatis anak saya jadi kepingin. Hampir tiap hari dia meminjam milik temannya dan tiap pulang selalu merajuk minta dibelikan sepeda listrik. 

Saya tidak mengabulkannya dengan alasan sepeda listrik bukan buat anak-anak dan akan sangat berbahaya jika dikendarai oleh mereka. Bukan sekali dua kali saya melihat anak-anak naik sepeda listrik dengan cara sangat berbahaya seperti naik zigzag, berboncengan tiga, atau mengebut. Memang saya belum pernah melihat sendiri kecelakaan yang melibatkan sepeda listrik di tempat tinggal saya sendiri selama ini walau pengendaranya anak-anak. 

Akan tetapi tidak peduli saya berusaha bersikukuh, orang tua saya akhirnya membelikannya buat anak saya. Sekarang mau bagaimana lagi, akhirnya saya terpaksa mengijinkan si kecil mengendarainya sendiri dengan sejumlah catatan. Sekalian saya juga mencobanya untuk merasakan sensasi sepeda listrik ini. Kesan saya adalah:

1. Minim getaran. Inilah yang sangat membedakannya dengan sepeda motor konvensional. Getaran akan membuat si pengendara lekas capek sehingga boleh dikatakan naik sepeda listrik lebih nyaman dikendarai dan tidak membuat lekas capek. Kalau sudah terbiasa memakai kendaraan listrik jujur pasti akan ogah buat balik pakai kendaraan bensin lagi. Naik kendaraan bensin jadi berasa aneh juga. Subyektif sekali memang tetapi itulah yang telah saya rasakan. Saya malah jadi ingin memiliki motor listrik (molis) hanya sayangnya harga masih mahal dan teknologinya masih belum sempurna. Mungkin beberapa tahun lagi akan jauh lebih baik (dan lebih murah).

2. Tidak berisik. Banyak yang menganggap kesenyapan sepeda listrik jadi masalah tetapi sesungguhnya ini sebuah kelebihan juga menurut saya karena tidak menimbulkan polusi suara sehingga membuat saya malah benar-benar lebih fokus ke jalan raya.  Saya lebih banyak waspada terhadap perilaku para pengguna jalan lain. Ini cuma soal kebiasaan saja. Nanti jika sudah masanya kendaraan listrik mendominasi jalan maka saya yakin takkan ada yang mempermasalahkannya lagi.

3. Minim perawatan. Sejak dulu saya menganggap urusan servis ke bengkel adalah salah satu urusan yang paling menyebalkan di planet ini. Mengantri lama dan sudah pasti juga menghabiskan banyak uang. Kendaraan-kendaraan listrik memiliki komponen-komponen yang jauh lebih sedikit dibandingkan kendaraan berbahan bakar minyak. Tidak juga memiliki cairan-cairan seperti oli ini itu yang tiap beberapa bulan harus diganti.

4. Tidak ada asap. Saya tidak suka dengan asap kendaraan karena hanya bikin sesak apalagi asap kendaraan motor 2 tak karena pemilik kendaraan jenis ini masih cukup banyak di tempat saya. Tahu sendiri bagaimana asap yang keluar dari motor 2 tak? Apalagi kalau pakai oli samping dari minyak jelantah. Ampun deh berasa mabok darat.

5. Irit. Di internet banyak sekali beredar hitung-hitungan ekonomi lebih irit mana antara kendaraan listrik atau BBM. Ada yang mengatakan listrik lebih irit dan ada pula sebaliknya. Semua mengemukakan argumennya masing-masing dan menurut saya sih sama-sama benarnya. Akan tetapi bagaimanapun saya lebih suka kendaraan listrik karena tak perlu antri BBM di SPBU yang antriannya bisa memakan waktu berjam-jam (Pertalite). Apalagi SPBU jauh dari rumah saya. Memang ada SPBU mini tidak resmi dekat rumah tetapi harga jual ecerannya lumayan mahal, jika Pertalite dijual Rp 10 ribu maka di SPBU mini rata-rata Rp 12 ribu dan itupun saya tidak yakin mendapatkan persis 1 liter. Bisa jadi mungkin cuma 0,9 liter atau lebih sedikit lagi. 

Saya tidak yakin jika alat-alat di SPBU mini itu sudah ditera oleh metrologi. Selain itu adapula SPBU mini legal seperti Pertashop dan Indostation hanya saja tidak menjual RON 90 tetapi 92 yang harganya jauh lebih mahal. Contoh bulan ini tagihan listrik saya hanya naik tidak sampai Rp 10 ribu sejak pakai selis dan odometer telah menunjukkan angka 450 km. 

Apakah ada Pertalite seliter bisa menempuh jarak 450 km? Ya mungkin bisa jika dinaiki 40 km  lalu yang 405 km sisanya kendaraannya didorong saja hahaha… Baterai selis memang mahal tetapi saya anggap itu investasilah. Sekarang saya makin jarang datang ke SPBU. Biasanya 3-5 hari sekali padahal juga motor BBM dipakai wajar-wajar saja. Sekarang bisa 1 pekan bahkan 10 hari sekali. Distribusi BBM selama ini terlalu sarat dengan korupsi yang hanya bisa dinikmati oleh sekelompok orang. Sudah saatnya jalur distribusi busuk yang sudah bercokol puluhan tahun ini dihancurkan oleh kendaraan listrik. 

6. Bisa menempuh jarak yang lumayan jauh. Saya tidak pernah mengujinya secara detail. Hanya beberapa kali pemakaian sehabis dicas penuh lalu dinaiki sejauh 20-an km, indikator power hanya turun 1 bar saja dari 5 bar. MUNGKIN bisa menempuh hingga 50 km untuk sekali cas hingga benar-benar habis. Lumayan kan? Kalau molis malah ada yang bisa menempuh lebih dari 100 km. Apalagi sekarang sudah makin banyak tersedia SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum). Waktu pertama kali menggunakan selis saya sempat kehabisan baterai di tengah jalan. Maklum waktu itu saya belum memiliki perkiraan dengan sekian bar akan bisa menempuh berapa kilometer. Lama-kelaamaan akhirnya bisa memperkirakan dengan lebih akurat sehingga kasus kehabisan baterai di tengah jalan tak pernah terjadi lagi sampai sekarang.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun