Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Pengalaman Tidak Menyenangkan Budidaya Padi Inpari 32 Jumbo

24 Juni 2023   11:12 Diperbarui: 24 Juni 2023   11:19 5982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Musim hujan awal 2023 ini baru pertama kali saya mencoba membudidaya varietas padi Inpari 32 Jumbo. Sebenarnya yang merekomendasikan adalah ibu saya. Sebelumnya saya sama sekali tidak pernah mencoba varietas ini cuma banyak yang bilang kalau hasilnya bagus dan tahan penyakit. Nah berikut ini akan saya sajikan pengalaman pribadi tanpa ada yang ditutupi tentang kelebihan dan kekurangan varietas ini:
1. Malai lebih panjang dari varietas lainnya. Kebetulan tetangga sawah kanan kiri membudidayakan variestas-varietas lain jadi memang Inpari 32 Jumbo ini lebih unggul soal panjang malai.
2. Tidak tahan HDB atau Hawar Daun Bakteri padahal saya menggunakan pupuk N sedikit. Ternyata ada beberapa spot yang terkena HDB sehingga terpaksa saya atasi dengan memberikan pestisida dengan bahan tembaga. Syukurlah serangan tidak meluas walau sempat was-was.
3. Postur tanaman sangat tinggi. Ini akan berbahaya kalau curah hujan sangat tinggi atau angin kencang karena rawan roboh. Kebetulan musim hujan 2023 curah hujan kecil sekali. Aplikasi pestisida juga sulit.
4. Tidak tahan kekeringan. Sekitar 10% bibit yang saya tanam mati. Dua pekan sejak tanam hujan tidak turun sama sekali. Tanah yang dekat dengan pematang pun mengeras. Saya coba sulami tetapi tidak bisa karena tanahnya keras sekali sehingga bibit tidak bisa ditancapkan. Akhirnya saya coba memakai pompa air tetapi setelah seharian air tetap tidak mampu menggapai tepi pematang. Saya menyerah dan membiarkannya saja kemudian sepanjang pematang lahan botak ada setengah hingga satu meter.
5. Bulir mudah rontok. Akhirnya bulir ini kemudian tumbuh menjadi gulma di musim tanam palawija berikutnya. Benar-benar menyebalkan sekali karena saya harus mengeluarkan biaya ekstra lagi buat menangani gulma ini.
6. Para pekerja yang merontokkan bulir mengeluh karena terlalu banyak daun sehingga perontokan memakan banyak waktu.
7. Hasil bobot gabah juga tidak terlalu istimewa. Saya lupa dapat berapa ton kemarin tetapi menurut saya waktu itu angkanya tidak terlalu bagus juga.  
Apakah saya akan menanamnya lagi musim hujan tahun depan? Tentu saja tidak!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun