Tadi pagi sekitar pukul 4.30 ketika sedang joging di depan balai desa Tanjung Rejo, Jember mendadak saya ditendang dari belakang.Â
Saya kira itu cuma kendaraan yang tak sengaja menyerempet. Ternyata 3 orang anak muda yang naik motor sport hitam.Â
Si pengemudi menantang saya mau ngajak berkelahi. Saya biarkan saja dan saya pikir masalah sudah selesai karena pada dasarnya saya tidak kenal dan merasa tidak ada masalah dengan mereka. Saya hanya menduga itu anak-anak muda yang sedang mabuk atau cari perkara.Â
Mungkin mereka melihat saya sebagai obyek paling "lemah" di jalan karena memang cuma saya yang joging sementara orang-orang lain naik kendaraan.Â
Mau secepat apa saya berlari toh takkan pernah bisa menandingi kecepatan motor mereka. Ternyata mereka berhenti di depan gang menuju lapangan Tanjung Rejo. Mungkin menurunkan salah satu temannya. Mereka menyumpahi saya habis-habisan.Â
Saya biarkan saja dan saya menduga mereka tidak akan mengejar saya lagi. Rupanya saya salah kira. Mereka (tinggal 2 orang) terus menguntit saja hingga kira-kira 100 m timur bengkel Ramai Perdana Motor.Â
Si pengemudi turun lalu mencegat dan menantang saya. Tidak saya ladeni. Saya pun cepat-cepat berlari dan dia mengejar saya.Â
Saya berteriak-teriak minta tolong tetapi tak ada kendaraan yang mau berhenti. Saya terus berlari hingga dekat klinik Madinah lalu berlindung di situ.Â
Ada bapak SATPAM di klinik sebagai saksinya. Mereka kemudian belok ke selatan di jalan timur klinik sembari masih menyumpahi saya terus. Ini bukti bekas sandal tendangan mereka di kaos saya.Â
Jujur selama 7 tahun saya melakukan joging pagi di jalan baru kali ini mengalami kejadian buruk seperti ini. Yang saya herankan mengapa tidak ada orang yang menolong saya? Padahal saya berteriak-teriak di jalan raya yang lumayan banyak pengendaranya walau masih agak gelap. Dugaan saya selama ini ternyata salah jika berada di tempat keramaian akan selalu aman.Â
Saya mencoba mencegat para pengendara yang banyak berlalu lalang itu tetapi sepertinya mereka seolah tidak melihat atau pura-pura tak melihat saya. Padahal saya tak tinggal di kota besar yang individualis tetapi seolah ini juga sebagai bukti bahwa masyarakat kita baik di desa atau kota kecil tak ada bedanya, sama-sama sudah terjangkit penyakit modern ini. Â Sekaligus ini juga sebagai bukti telah hilangnya rasa kemanusiaan dalam diri pribadi masing-masing rakyat kita.Â