Setelah sebulan mendapatkan vaksin Moderna I, hari Jumat pagi kemarin tibalah saat mendapatkan vaksin Moderna II di rumah sakit Paru-paru, Jember. Sebelumnya saya sudah banyak membaca pengalaman sejumlah orang yang mengatakan jika KIPI (kejadian ikutan pasca imunisasi) vaksin kedua biasanya lebih nampol dibandingkan yang pertama walaupun ada yang mengatakan sebaliknya.Â
Nah, saya tak tahu pasti akan masuk di kelompok yang mana. Akhirnya pukul 9.00 saya menerima suntikan vaksin II Moderna. Saya hanya berpikir paling juga KIPI-nya akan kurang lebih sama dengan yang pertama dulu. Akan tetapi ternyata saya salah besar!
Berhubung masih pukul 9 maka istri mengajak saya jalan-jalan ke sebuah pusat perbelanjaan karena memang sejak awal pandemi 2020 kami sudah tidak pernah menyambangi tempat-tempat keramaian lagi. Pemandangan jauh berbeda yang saya temukan jika dibandingkan sebelum pandemi. Yang pertama udah pasti harus masuk pakai aplikasi Pedulilindungi. Syukurlah saya sudah lama install jadi sudah siap.Â
Saya masuk dari pintu utara dan langsung scan kode QR yang ada di depan pak SATPAM.Â
Eh, gak tahu kenapa kok aplikasinya force close melulu sampai-sampai pak SATPAMnya mempersilahkan saya masuk begitu saja. Setelah itu saya scan lagi suhu tubuh dan normal (hijau). Â Sungguh kasihan buat mereka yang tidak memiliki aplikasi Pedulilindungi karena tertahan di pintu masuk. Pilihan mereka cuma install dan sudah divaksin atau tidak diperbolehkan masuk.Â
Dengan aplikasi itu saya juga bisa melihat tingkat keramaiannya. Saat itu hanya terdapat sekitar 450 orang. Saya melihat pengunjung yang biasanya berjubelan di lorong-lorong kini tampak lengang. Ada tanda distancing sehingga saya tidak bisa jalan seenaknya. Semua orang tertib mengenakan masker. Â Baguslah saya suka sekali. Jauh sekali situasinya dibandingkan Maret 2020 ketika terakhir saya datang kesitu.
Usai mengantarkan istri belanja saya melangkahkan kaki keluar gedung buat melaksanakan shalat Jumat di masjid terdekat. Ketika sedang mendengarkan kutbah Jumat saya merasa mulai kurang nyaman.Â
Saya pegang kepala agak hangat dan berkeringat. Lho kok cepat banget datangnya si KIPI ini? Saya pikir paling tidak akan sama seperti dulu, menunggu 24 jam dulu baru terasa demamnya. Usai shalat Jumat pukul 12.00 saya kembali masuk ke dalam gedung pusat perbelanjaan lewat pintu selatan. Saya sekali lagi scan pakai aplikasi Pedulilindungi dan lagi-lagi force close.Â
Sepertinya kamera harus diaktifkan beberapa detik jelang scan. Kalau terlalu lama dia akan force close. Setelah sukses check ini dengan warna hijau yang berarti sudah 2 kali di-vaksin saya mulai cek suhu tubuh dan hasilnya jreng-jreng 37.7.Â
Alarm termometer pun berbunyi berisik dan muncul LED warna merah. Waduh gagal deh tapi saya lihat pak Satpamnya terlalu sibuk dengan pengunjung lain sehingga tidak memperhatikan saya dan untungnya juga ada pengunjung di samping saya yang buru-buru melakukan scan sehingga suara berisik alarm cuma beberapa detik aja tidak terlalu menarik perhatian hehe...
Setelah kejadian itu saya buru-buru mengajak istri pulang. Anehnya istri belum merasakan gejala apapun. Sepanjang jalan saya merasakan haus luar biasa pertanda suhu tubuh memang naik terus.Â
Sampai di rumah saya pun cuma tiduran. Badan sakit semuanya, makan cuma mulai tidak enak. Â Tengah malam harinya saya demam tinggi sampai 39 hingga istri memaksa saya untuk minum obat. Usai minum, demam langsung turun. Hari Sabtu dari pagi sampai siang saya cuma tiduran karena demam, lemas, dan sakit kepala.Â
Saya ukur suhu tubuh mencapai 38.3'C. Istri pun sekali lagi memaksa saya minum obat dan memang bener sorenya saya bisa beraktivitas normal kembali. Hari Minggu pagi (kemarin), demam sudah tidak seheboh kemarin tetapi ternyata saya dapat bonus gejala lain yaitu mual dan diare. Duuh padahal saat terkena Covid 2 bulan lampau saya malah tidak mengalami dua gejala ini.Â
Anehnya meskipun saya kasih obat anti mual domperidone tetapi mualnya tidak mau hilang padahal biasanya obat ini cukup efektif. Entahlah apanya yang salah kali ini. Hari ini (Senin pagi) saya sudah lebih baik cuma badan sedikit hangat dan perut masih terasa mual dan kram.
Yang aneh justru istri saya yang hanya mengalami pegal-pegal dan sedikit demam beberapa jam saja. Hmm... apakah ini berarti hasil vaksinasi pada tubuh istri saya lebih baik dibandingkan saya?Â
Saya tidak tahu pasti karena saya cuma berpikir jika demam adalah bukan penyakit tetapi adalah bentuk respon tubuh terhadap infeksi. Selama masih mengalami demam berarti tubuh saya masih berusaha melawan si kuman. Apakah tubuh saya yang terlampau sensitif?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H