Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kisah Kisah Para Penyintas Covid

11 September 2021   12:00 Diperbarui: 11 September 2021   16:54 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tulisan ini saya akan mencoba menuliskan kisah-kisah para penyintas Covid yang benar-benar saya ketahui sendiri.

1. Mas RF. Usia 30-40 tahun tinggal 30 km dari rumah saya. Hidup di tengah kota. Aktivitas harian berdagang kesana kemari jadi wajar terkena Covid. Apalagi istrinya seorang perawat di RS rujukan Covid. Gejala awal yang dirasakannya adalah demam dan diare. Setelah tes PCR di RS dinyatakan positif yang kemudian diteruskan dengan ISOMAN 2 pekan. Setelah sembuh sempat melakukan donor convalescence.

2. Mas EH. Usia 30-40 tahun tinggal 40 km dari rumah saya. Hidup di pinggiran kota. Aktivitas berdagang juga alias memiliki mobilitas tinggi. Terkena Covid sepekan sebelum saya. Waktu itu dia pamit di grup WA jika akan offline dulu karena sudah mulai kehilangan penciuman. Selama hampir 3 pekan saya tidak mengetahui kabarnya sampai suatu hari dia membalas WA saya jika sempat masuk RS 2x. Gejala yang dirasakannya demam, mual, dan pusing. Sampai sekarang (awal September) masih tahap pemulihan.

3. Mbak T. Usia 50-an. Kakak saya sendiri sampai sekarang sudah 3 pekan masih kehilangan penciuman. Dia memang mengidap hipertensi terkontrol. Suaminya juga terkena tetapi dalam 2 pekan sudah sembuh dan cepat pulih seperti sedia kala. Si suami memang seorang petani yang biasa bekerja berat di ladang.

4. Pak D. Seorang perawat senior di desa. Usia 60-an. Awalnya diberitakan meninggal tetapi ternyata masih dirawat di ICU karena Covid tetapi beberapa hari kemudian memang meninggal beneran. Selain bekerja di RS beliau juga banyak menerima pasien rawat jalan di rumahnya.

5. N. Usia 40-an atau sama dengan usia saya bekerja membuka toko pertanian dan guru. Dia adalah salah satu sahabat kental sejak SD. Jarak rumah 1 km. Sudah lama sekali mengidap hipertensi dan obesitas. Saat terkena Covid akhir Juli langsung dirawat di RS selama sepekan kemudian kondisinya membaik sehingga dilanjut dengan ISOMAN. Akan tetapi entah bagaimana kondisinya memburuk kembali sehingga dirawat di RS hingga pertengahan Agustus. Setelah beberapa hari, tanggal 15 Agustus saat subuh saya mendapatkan berita telah meninggal. Dimakamkan dengan protokol Covid.

6. ES. Usia 36 tahun bekerja sebagai petani dan guru ponpes. Jarak dari rumah 1 km. Ini yang paling mengagetkan karena setahu saya selama ini dia sangat sehat. Beberapa kali saya sempat mengobrol dengannya awal tahun 2021. Saya tidak begitu tahu bagaimana awalnya, hanya akhir Juli istrinya lewat WA bingung mencari-cari refill oksigen. Saya cuma berpikir mungkin buat bapaknya atau orang lain sampai suatu pagi ada kabar ES meninggal. 

Lho kok bisa?? Saya mencoba mengumpulkan informasi dari berbagai sumber. Menurut si narasumber awalnya ES demam lalu dibawa ke klinik bidan dan diagnose demam tifoid. 

Setelah menjalani ranap beberapa hari dibawa pulang tetapi memburuk bahkan ada sesaknya. Karena itulah si istri bingung mencari-cari refill oksigen waktu itu. Sampai suatu ketika setelah dibawa ke dukun pijat kondisinya membaik tetapi entah bagaimana kemudian meninggal. Dimakamkan biasa tanpa protap Covid. Sampai sekarang keluarganya masih berkeyakinan almarhum terkena demam tifoid padahal setahu saya di jaman sekarang ini demam tifoid bukanlah penyakit yang mengancam jiwa karena sudah ada antibiotik yang ampuh untuk mengatasinya. 

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Banyak informasi yang missing dari si narasumber tetapi saya tak berani "menginterogasi" lebih jauh karena terkesan kurang etis. Seperti sebuah puzzle yang masih berantakan, saya masih belum menemukan gambaran kronologis peristiwa yang dialami almarhum ES ini. ES meninggalkan istri dengan 2 anak masih kecil-kecil.

Satu hal yang sangat saya sayangkan adalah masih banyak warga desa sini yang masih menganggap Covid sebagai aib sehingga mereka jarang mau mengaku menderita Covid walaupun berbagai gejala yang diderita sudah jelas-jelas mengarah kesana. Waktu saya terkena Covid pun juga sempat minder takut dicap buruk oleh warga sekitar. Oleh karena itu saya lebih banyak mengurung diri di dalam rumah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun