Sampai di basecamp Paltuding cuaca cerah menanti yang jauh berbeda dengan puncak Ijen yang sedang tertutup kabut tebal. Kata beberapa pendaki yang sudah sempat melihat blue fire pagi itu, katanya apinya tidak begitu besar. Walaupun tidak sesuai harapan tetapi pendakian perdana ini sangat layak buat dikenang.Â
Banyak sekali pelajaran yang bisa didapat. Salah satunya adalah mengenai teknik logistik saat mendaki Ijen. Intinya saat mendaki tak perlu terlalu membawa banyak barang. Cukup headlamp, masker sama sedikit air dan snack saja plus hape tentu saja. Dengan beban yang lebih ringan maka akan bisa bergerak lebih cepat sehingga tidak ketinggalan menyaksikan blue fire.
Beberapa hari kemudian setelah bertemu dengan teman-teman mereka bilang tidak kapok jika mendaki gunung lagi. Ya begitulah, mendaki gunung seperti makan sambal. Kepedasan sebentar tetapi esoknya nambah lagi. Saya pun jadi ketagihan. Ada suasana yang berbeda saat saya temui di gunung.Â
Hawa yang sejuk, pemandangan yang ciamik, para pendaki yang saya temui di jalan, dan tentu saja pengalaman bersama teman-teman pendaki, adalah ramuan petualangan yang menyenangkan. Pantas saja kini banyak gunung pun sudah tidak sepi dan angker lagi seperti dulu.Â
Bahkan Everest pun kadang macet karena saking terlalu banyaknya pendaki yang melakukan summit attack. Banyaknya korban yang telah berjatuhan di puncak Everest (sampai dijuluki the biggest open graveyard) seolah tidak menyurutkan banyak orang untuk terus mendakinya.Â
Padahal biaya untuk mendakinya juga tidaklah murah. Bagi yang ingin menyaksikan Blue Fire buruan berangkat sebelum hujan turun yang akan mungkin datang sekitar pertengahan November 2019.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H