Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Ini Alasan Mengapa Saya Berhenti Membudidayakan Jamur Tiram

12 Juli 2019   07:17 Diperbarui: 12 Juli 2019   19:10 6398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak 2001 saya sudah mulai membudidayakan jamur tiram putih. Usaha yang pada awalnya saya harapkan bisa menjadi sumber penghasilan ternyata dengan sangat terpaksa dihentikan pada tahun 2014 lalu.

Jika ditanya orang saya hanya menjawab bahwa penyebabnya adalah biaya operasionalnya sudah semakin membengkak sementara harga jual tidak juga mau beranjak. Akan tetapi sebenarnya ada sebuah alasan dan keresahan lainnya yang tak pernah saya ceritakan kepada siapapun juga hingga kini.

Oleh karena itu lewat tulisan ini saya akan mencoba mengeluarkan alasan penyebab saya pada akhirnya mengambil langkah yang seolah-olah seperti bunuh diri. Yang pertama adalah pemakaian plastik yang sangat masif pada budidaya jamur tiram. Untuk pembibitan (kebetulan kala itu saya membuat bibit sendiri) saya memakai kantong plastik. 

Memang banyak pembuat bibit yang lebih menyukai wadah botol kaca tetapi saya tak suka karena jika dikirim jauh mudah sekali pecah dan berat sehingga menjadikan ongkirnya mahal. Untuk media pembuatan baglog-nya juga sudah sangat jelas memakai kantong plastik polipropilene yang cukup tebal. 

Untuk merek-merek yang bagus seperti K*l*t dengan ketebalan 0,03 sudah cukup tetapi buat merek-merek yang mutunya di bawah itu minimal harus menggunakan 0,05 bahkan saya pernah melihat sendiri ada pekebun yang menggunakan ketebalan 0,07. Padahal semakin tebal plastik maka harganya akan semakin mahal dengan lebar serta merek yang sama.

Malangnya harga plastik selalu meningkat terus dari waktu ke waktu karena katanya bijih plastik masih diimpor dari luar negeri. Saya berbelanja plastik minimal sebulan sekali dengan sekali belanja bisa membawa puluhan rol plastik dan uniknya seingat saya belum pernah ada 2 bulan berurutan harga plastik itu sama. Selalu saja harga pada bulan sesudahnya selalu lebih mahal dibandingkan bulan sebelumnya.

Naiknya kadang naiknya sedikit tetapi kadang juga banyak. Pernah saking geramnya dengan harga plastik yang terus naik saya sampai bertengkar dengan seorang pegawai toko walaupun kemudian saya sadar jika dia hanya menjalankan tugasnya saja. Saya benar-benar frustrasi dengan harga plastik yang telah menjadi beban besar biaya produksi jamur. Saya benar-benar tak punya pilihan lain.

Memang ada sejumlah metode budidaya jamur tiram selain dengan sistem baglog seperti sistem bed (seperti pada jamur merang) atau tray (seperti pada jamur champignon) yang jauh lebih minim menggunakan plastik.

Sayangnya metode ini nyaris tidak bisa diaplikasikan untuk budidaya jamur tiram karena menjadikan media sangat rawan terkontaminasi yang bisa berujung kegagalan budidaya.

Yang kedua sampah plastik. Begitu baglog sudah tidak produktif lagi maka harus segera dibuang. Media baglog-nya sih sangat mudah membusuk tetapi sayangnya bungkus yang berupa plastiknya ini yang tidak bisa membusuk. Biasanya saya robek lalu dikumpulkan kemudian dibakar. Hanya ini satu-satunya jalan mengurangi sampah plastik walaupuan saya tahu cara ini juga tak benar.

Dengan dibakar maka akan menimbulkan bau menyengat dan menyebar ke mana-mana yang bisa membuat sakit kepala. Nah masalah sampah plastik ini masih diperparah dengan kemasan jamur yang juga berupa plastik pula. Kemasan jamur harus memakai plastik tebal supaya bentuknya tetap bagus dan tak mudah hancur. 

Begitulah ceritanya, budidaya jamur memang di satu sisi bisa mengatasi limbah pertanian dan kehutanan tetapi di sisi lain juga menciptakan limbah baru bernama plastik yang sangat jauh lebih berbahaya dan merepotkan. 

Yang lebih mengerikan saya melihat ada sebagian pekebun yang tidak mempedulikan sampah plastik mereka sendiri. Mereka membuangnya begitu saja hingga berserakan ke mana-mana diterbangkan angin seperti pada foto ini.

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri
Mungkin ke depannya akan ada penemuan "plastik" khusus untuk pembuatan baglog di mana "plastik" ini akan dapat melebur dengan media baglog seiring waktu sehingga pekebun bisa bebas membuang baglog tanpa takut merusak lingkungan sekitar. 

Atau barangkali ada metode budidaya baru yang bisa tidak memakai plastik sama sekali atau lebih ramah lingkungan namun dengan syarat mampu menjaga media aman dari serangan kontaminasi. 

Selama tidak tersedia cara budidaya yang lebih baik dan tidak merusak lingkungan maka saya takkan pernah mencoba kembali membudidayakan jamur tiram sampai kapanpun. Bagi saya kerusakan lingkungan takkan sebanding dengan sebanyak apapun uang yang akan diperoleh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun