Mohon tunggu...
susilo ahmadi
susilo ahmadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - sekedar menyalur hobi menulis

cuma orang biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anjing Menggonggong, Kafilah Tetap Berlalu

23 Juni 2019   15:24 Diperbarui: 23 Juni 2019   15:55 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
travel.tribunnews.com

Berdamai dengan hidup dan masalah. Itulah yang menjadi obat ampuh saya selama ini hingga saya masih bisa bertahan sampai detik ini. Mengapa penderita kanker kebanyakan meninggal dengan cepat? Karena mereka terus menerus berusaha melawan si kanker dan bukan "berdamai" dengannya. Memusuhi kanker hanya akan membuat si kanker semakin mengganas dan berbahaya. 

Saya tidak mengatakan bahwa sebaiknya penderita kanker tidak melakukan apapun dengan penyakitnya tetapi saya melihat sendiri banyak penderita berusaha semakin merasakan sakit saat mereka berusaha semakin melawan penyakitnya. 

Saya berani menuliskan ini karena pernah melihat salah seorang survivor kanker  lewat tayangan di TV yang berhasil bertahan hidup dengan cara berdamai dengan kanker yang dideritanya. Padahal hingga detik ini teknologi kedokteran yang paling canggih sekalipun masih belum banyak memberi solusi terbaik terhadap penyakit ini.

Kembali kepada kisah dua perempuan di atas, saya memang sedang berusaha menjadi imun (atau boleh disebut masa bodoh) terhadap semua omongan orang belakangan ini. 

Kalau saya selalu merespon semua omongan mereka wah bisa habis semua waktu hanya untuk meladeni mereka. Bagi saya sekarang meladeni omongan orang hanyalah buang-buang waktu. Tidur atau bermalasan masih jauh lebih baik dibandingkan mendengarkan omongan yang tak penting. 

Dulu jika saya mendengar omongan orang yang negatif tentang diri saya, wah bisa sepekan saya masih kepikiran terus, sedih, cemas, dan marah-marah tak jelas. 

Sekarang orang yang mau ngomongin kejelekan atau kekurangan saya tidak usah melakukannya di belakang. Ngomong saja langsung di depan muka saya dan kalau perlu pakai megafon dengan volume maksimal pun takkan saya respon sama sekali.

Memang tak mudah untuk bisa sampai pada titik imun ini karena kebanyakan orang saya lihat selalu reaktif jika ada orang lain yang membicarakan buruk tentang diri mereka. 

Yang pertama yang selalu saya tekankan bahwa saya hanyalah manusia biasa yang banyak kekurangan dan kesalahan jadi sangat wajar jika orang selalu membicarakan kedua sisi itu. Malah kalau ada orang yang membicarakan positif, saya khawatir jangan-jangan dia mau ngutang atau mau minta sumbangan. 

Yang kedua, mereka, para penggunjing itu bukan siapa-siapa bagi saya lalu lantas kenapa saya HARUS mendengarkan semua omongan mereka? Seandainya yang ngomong itu istri, orang tua, atau bos saya sendiri, belum tentu saya mau mendengarkan atau mematuhinya. Yang ketiga, hidup adalah milik saya sendiri sepenuhnya dan bukan milik siapa-siapa. 

Saya mau melakukan apapun yang saya sukai dalam hidup ini semua adalah hak saya sendiri tanpa ada yang bisa mengintervensi. Hidup memang bukan tentang diri sendiri tetapi hidup juga bukan harus selalu menyenangkan semua orang. Jika ada orang yang tak suka, get lost out of my way! Yang keempat, masih banyak kegiatan positif yang bisa dilakukan lantas kenapa saya harus sibuk membuang waktu dengan merespon omongan orang yang sering tak jelas? Akhirnya saya akan mencoba mengutip kisah seorang bapak, anak, dan unta yang saya kira semua orang sudah tahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun